Oleh: Hamah B. Lin
Dilansir oleh Detikjatim 11/01/2024 bahwa ribuan wanita di Gresik menjadi janda baru. Sepanjang 2023, total 1.927 putusan sidang perceraian yang dilakukan Pengadilan Agama Gresik. Dalam catatan Pengadilan Agama (PA), sebanyak 1.465 wanita di Gresik yang menggugat suami. Sementara cerai talak sebanyak 458 perkara. Dari permohonan cerai gugat, itu sebanyak 1.474 dinyatakan putus, demikian juga 453 kasus cerai talak dinyatakan inkrah oleh PA Gresik.
Panitera Muda Hukum PA Gresik Andik Wicaksono mengungkapkan sebagian besar perceraian di Gresik dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor pertama adalah masalah ekonomi. Sedangkan faktor kedua adalah keributan yang terjadi dalam rumah tangga. Di luar kedua faktor itu, perceraian juga disebabkan sejumlah faktor lain. Baik meninggalkan pasangan karena judi, minum minuman keras, hingga KDRT.
Selain itu juga karena poligami, cacat badan, kawin paksa, dan murtad. KDRT menjadi urutan ketiga terbanyak setelah faktor ekonomi dan pertengkaran.
Guncangan pada institusi pernikahan saat ini sesungguhnya tidak lepas dari sistem sekuler kapitalisme yang melingkupi masyarakat. Sistem ini telah mewujudkan seperangkat pemikiran yang memengaruhi pola pikir pasangan suami istri, salah satunya melalui konsep berpikir feminisme yang kerap mendudukkan perempuan sebagai pihak tertindas.
Padahal konsep pemikiran feminis bahwa perempuan itu tertindas adalah karena penerapan sistem hari ini sendiri. Dalam hal ekonomi, dibuatlah yang kaya makin unggul dalam segala hal, yang miskin makin terpinggirkan. Perempuan hari ini semakin mudah mendapatkan lapangan pekerjaan meski peluang kerja hingga meninggalkan keluarga taruhannya, nyatanya banyak perempuan menerimanya, sebagai bukti perempuan bisa, desak pemikiran feminisme.
Bagi para perempuan yang bekerja karena benar - benar desakan kebutuhan, telah nyata menjadi korban kejamnya pemerintah yang saat ini menjalankan sistem kapitalisme, hingga menjadikan perempuan sebagai tulang punggung negara dengan dalih pembangunan ekonomi perempuan dan seterusnya.
Konsumerisme juga terus menggila. Tuntutan gaya hidup tidak sedikit membuat kaum perempuan lapar mata, padahal penghasilan suami pas-pasan saja. Alhasil, cekcok pun menjadi rutinitas biasa. Parahnya, konsep-konsep kesetaraan gender seakan menjadi bensin yang makin mengobarkan prahara rumah tangga.
Sistem pergaulan yang serba bebas, ditambah kondisi rumah tangga yang kian jauh dari harmonis, telah mendorong para suami terlibat dalam hubungan yang melanggar syariat. Lemahnya pemahaman awal saat hendak membina rumah tangga acapkali membuat pasangan suami istri menjalankan biduk rumah tangga tanpa bekal ilmu.
Sungguh kian berat menjalankan bahtera rumah tangga hari ini, jika menjalaninya tanpa ilmu dan ketakwaan serta sistem yang melingkupinya.
Jika kita merujuk kepada syariat Islam, Allah SWT telah mewajibkan kepada laki-laki sebagai pemimpin (qawwam) dan kaum perempuan sebagai ummu wa rabbatul bayt. Allah swt. berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).” (QS An-Nisâ: 34).
Lalu hadis dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan diminta pertanggungjawaban, seorang imam adalah pemimpin dan ia nanti akan diminta pertanggungjawaban, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia nanti akan diminta pertanggung jawabannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia nanti akan diminta pertanggungjawabannya.”
Berangkat dari pemahaman ini, maka keluarga muslim akan bersama membina rumah tangga sebagaimana Allah titahkan. Yakni menjalankan semua fungsi masing - masing hingga seluruh anggota keluarga mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan.
Hal ini bisa terwujud juga karena adanya peran negara yang peduli dengan rakyatnya, peduli untuk mencerdaskan, membina dan menjaga rakyatnya dimana dia adalah bagian dari anggota keluarga kecil. Hanya penguasa dalam sistem Islam lah yang mampu menjalankan fungsi ra'in dan junnah bagi rakyatnya.
Dengan demikian, selama konsep-konsep sekuler kapitalisme ini berlangsung, institusi pernikahan akan terus menghadapi guncangan. Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan institusi rumah tangga selain kembali pada syariat-Nya secara kafah.
Wallahu a'lam.