Bunuh Diri pada Anak Menambah Kerusakan Generasi



Oleh: Elis Sulistiyani
(Komunitas Muslimah Perindu Surga)


Dilarang bermain Hp menjadi pemicu bocah SD melakukan aksi bunuh diri di rumahnya. Kejadian ini diketahui terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah, dan pemicunya diduga karena orangtuanya menegurnya supaya berhenti dulu bermain hp. (Detik.com, 23/11/1013)

Kasus bunuh diri di kalangan anak-anak saat ini nampaknya sudah seperti sebuah fenomena yang mengkhawatirkan. Krena kasus seperti ini juga terjadi di beberapa daerah lainnya. Rata-rata pemicunya adalah hal yang bisa dikatakan tidak serius seperti di larangmmain hape atau karena tidak ditururti permintaannya.

Miris memang kita lihat saat ini keadaan mental generasi saat ini seolah rapuh dan tak mampu mencari solusi yang tepat untuk mengahadapi masalahnya. Namun kita juga tidak bisa sepenuhnya menghakimi anak-anak pelaku bunuh diri tersebut. Banyak faktor penyebab seorang anak belia yang bahkan belum sempurna akalnya bisa sampai melakukan tindakan melampaui batas.
Jika kita telisik lebih jauh kita dapat merunut kembali penyebab anak-anak tumbuh menjadi sosok yang mudah frustasi. Hal ini bisa di sebabkan oleh pola asuh dari keluarga yang senantias memudahkan dan menuruti semua keinginan anaknya di kala ia di usia sebelum bisa membedakan mana yang  benar dan mana yang salah. Selain itu saat ini banyak terjadi kondisi anak-anak yang kehilangan sosok orang tuanya.
Secara fisik orang tuanya berada dekat dengan anaknya, tetapi jiwanya tidak berada dekat dengan anaknya. Adakalanya orang tua sibuk dengan gadgetnya sehingga tidak menghadirkan jiwanya kala sedang bersama buah hatinya. Hingga akhirnya anak-anak tak lagi terpenuhi tangki kasih sayangnya. 

Atau bisa jadi hal ini juga karena orang tua dibtubtut untuk bekerja mencari nafkah sehingga anak-anak tak mendapatkan hak pengasuhan yang seharusnya. Orang tua, terutama kaum ibu diapksa untuk bekerja karena memang saat ini negara tidak menjamin akan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi rakyatnya. Seperti kesehatan, pendidikan dan bahkan kebutuhan pokok juga tidak dijamin negara. Sehingga saat ini untuk bisa bertahan hidup harus bisa mengerahkan segala upaya untuk bisa bertahan hidup, termasuk membuat kaum ibu bekerja dan para ayah juga mesti bekerja lebih keras lagi.

Selanjutnya saat seorang anak tidak terpenuhi tangki kasih sayangnya maka dia akan mencari tempat yang bisa mengisi tangkinya ketika kelak sudah mengenal dunia luar. Jika dia bertemu lingkungan yang tepat untuk mengisi tangki kasih sayangnya maka dia akan selamat. Namun jika dia dia mendatangi lngkungan yang salah maka akan.menjadi masalah yang besar baginya. Karena dia akan semakin terjerumus dalam kerusakan generasi saat ini. Seperti tawuran, narkoba, free sex atau bahkan hingga tindakan kriminal.

Pun selain itu jika negara tidak peka untuk turun tangan mengatasi rusaknya generasi maka akan berakibat kepada rusaknya penerus masa depan bangsa ini. Karena sejatinya 15 tahun mendatang merekalah yang akan meneruskan pengurusan bangsa ini. Mereka yang akan membantu mengurus urusan rakyat. Jika saat ini keadaan generasi sudah sebegitu rusaknya bagaimana nasib bangsa ini selanjutnya?

Problematika generasi saat ini semakin ruwet bak benang kusut karena memang solusi bagi problematika yang ada justru menambah masalah baru. Dan demikianlah tabiat dari sistem kapitalisme yang lahir dari sekulerisme. Membuat aturan yang tak sesuai fitrah manusia. 
Hal ini sangat berbeda saat kita mau untuk memandang dan menerapkan Islam sebagai aturan hidup. Karenanya Islam hadir untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Mulai dari bagai mana keluarga sebagai komunitas terkecil dalam negara dituntut untuk memberikan pengasuhan terhadap anaknya. Seorang ibu wajib memberikan ASI selama 2 tahun. Pemberian ASI bukan hanya sebatas mentransfer makanan saja, namun proses menyusui anak juga bagian dari membangun keterikatan emosional dengan anak.

Selain itu Islam ajarkan bagaimana seorang anak di ajarkan aqidah sedini mungkin dalam lingkup keluarga. Dikenalkan dengan Allah Rasulullah juga posisi manusia jatidirinya sebagai hamba. Sehingga hidupnya hanya didedikasikan hanya untuk Allah. 
Saat semua anak sudah dikondisikan demikian maka saat anak bertemu dengan teman sebayanya maka dia aka merasa sefrekuensi karena yang diajarkannya sama yakni mengenai aqidah.

Selain itu yang tak kalah penting adalah bagaimana negara mempunyai fungsi untuk menjaga aqidah umatnya. Baik fungsi pencegahan maupun fungsi menetapkan sanksi bagi pelaku perusak aqidah. Negara juga memandang bagaimana mestinya memperlakukan anak-anak yang kelak menjadi penerus peradaban Islam. Islam kondisikan mereka dalam fisik dan mental yang kuat dengan orientasi utama dalam hidupnya adalah untuk mengharap ridho Allah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak