Oleh: Susanti Widhi Astuti, S.Pd
Akhir- akhir ini kasus bunuh diri menjadi topik pembicaraan di negeri ini. Tak lain karena ada seorang anak yang masih duduk di bangku kelas 5 SD tiba-tiba menggantungkan dirinya di kamar. Usut punya usut cerita bermula dari sang ibu yang memperingatkan anaknya agar tidak bermain hp. Namun si bocah merasa "marah" lantas mengurung diri di kamar. Dan setelah dibuka pintu kamar di dapati si bocah dalam keadaan tewas.
Kasus ini langsung viral di media sosial dan menjadi sorotan. Dikarenakan anak yang masih dibawah umur kenapa bisa punya inisiatif bunuh diri tatkala ditegur oleh ibunya. Ini menunjukkan rapuhnya mental generasi yang gampang tersakiti "hatinya" tatkala di tegur. Padahal ibunya tadi hanya memberikan teguran agar membatasi diri bermain hp agar tidak kecanduan. Tapi malang tak bisa dihindari nasib sial dihadapi sang ibu.
Generasi merupakan aset terbesar sebuah bangsa bahkan peradaban di masa yang akan datang. Apabila baik generasi yang didik hari ini maka menentukan kemajuan dan keberhasilan peradaban di masa yang akan datang. Namun, jika rusak generasi hari ini maka kegagalan dan kehancuran peradaban di masa yang akan datang.
Maka kita tidak bisa tinggal diam dengan persoalan generasi hari ini. Mungkin kasus bunuh diri yang mencuat hari ini terekspos masih satu dan beberapa tapi bisa jadi yang tak terungkap media lebih banyak lagi. Maka tidak bisa dibiarkan mental generasi kita rusak.
*Akar persoalan*
Mencermati kasus bunuh diri yang viral belakangan ini yang dialami oleh bocah kelas 5 SD. Maka kita harus membongkar akar persoalan nya. Karena ini menjadi landasan bagi kita agar menuntaskan akar persoalan ini. Kapitalis sekuler adalah biang masalah nya. Mengapa demikian? Karena ideologi ini telah melahirkan generasi yang rapuh. Generasi yang memisahkan agama dari kehidupan. Yang pasti tidak memupuk keimanan generasi sejak dini. Karena namanya sudah sekuler yang artinya memisahkan agama dari kehidupan maka otomatis generasi yang di "pupuk" bukanlah keimanan nya serta rasa takwa atau takut kepada Allah. Dan membangun mental tangguh sejak dini itu sungguh jauh dari konsepnya. Generasi kapitalis sekuler di cetak untuk menghasilkan uang, eksistensi diri serta mudah marah, emosi serta ambisius tanpa arah. Sehingga ketika diingatkan bukan lagi berdasarkan nilai-nilai agama. Mereka merasa teguran itu memalukan dan membuat mental mereka "jatuh". Akhirnya inilah generasi kita hari ini.
*Islam mencetak generasi tangguh*
Berharap pada kapitalis sekuler untuk memajukan generasi sungguh hanya ilusi. Karena seperti yang sudah kita ketahui mental yang dibangun rapuh apalagi Iman nya. Maka harapan kita hanya kepada Islam yang mencetak generasi tangguh yang bisa menghadapi semua kondisi. Ini dikarenakan Islam di bangun dalam sebuah pondasi keimanan yang kokoh. Generasi Islam di tempa sejak dini hanya beriman kepada rukun iman serta ketakwaan kepada Allah. Maka wajar tatkala mar ma'ruf di sampaikan kepada mereka itu sesuatu yang mereka rindukan. Agar dimasa depan mereka tidak salah jalan dan langkah.
Lihatlah bagaimana generasi Islam di masa lalu seperti: Muhammad Al Fatih yang langsung membekali gurunya sebuah pukulan kayu oleh ayahnya agar anaknya bisa didik dengan baik dan tidak bermental pengecut. Akhirnya hasilnya pun baik, Al Fatih besar bukan karena pukulan tadi melainkan pukulan itu menjadi alat yang memotivasi nya menjadi pemuda yang tumbuh tangguh takut pada Allah. Serta merindukan amar makruf dari guru dan orang tuanya. Maka wajar lah al-Fatih tumbuh menjadi generasi kuat yang tak takut dengan segala Medan dalam menaklukkan konstantinopel dengan berbagai rintangan yang di hadapi. Masyallah, semoga kita bisa memupuk generasi hari ini dengan Islam. Dan tentunya generasi seperti Al Fatih hanya bisa terwujud dengan adanya sebuah peradaban yang mulia dan sistem yang baik yaitu Islam.