Oleh: Novi Anggriani, S.Pd
(Aktivis Muslimah)
Negara-negara Barat kembali menunjukkan ketidakadilannya dalam menanggapi perang Palestina dan zionis Yahudi dalam wujud Israel yang bermula pada 7 Oktober lalu. Meskipun perang itu berawal dari serangan Hamas yang melintasi perbatasan Israel di 15 titik, namun Barat pura-pura lupa bahwa serangan militan Palestina, yakni Hamas, terjadi karena serangan balasan atas Israel yang telah lama menjajah negeri mereka lebih dari 100 tahun, tepatnya 2 November 1917 (CNBC Indonesia).
Tanggapan Dunia Internasional
Perang Palestina dan Israel menimbulkan banyak korban jiwa, terutama bagi rakyat Palestina di Gaza yang sudah sekian lama dibombardir oleh Israel, ditembak dengan cara brutal dan disiksa tanpa mengenal orangtua, anak-anak, wanita dan warga sipil. Pada perang kali ini jumlah korban yang terbunuh di pihak Palestina sudah lebih dari 8.000 jiwa dengan belasan ribu mengalami luka-luka, sedangkan di pihak Israel sekitar 1.300 orang yang terbunuh. Mayoritas penduduk di Gaza yang terbunuh dari kalangan anak-anak dan perempuan.
Zionis Yahudi dalam perang ini lagi-lagi melakukan banyak pelanggaran hukum humaniter internasional dengan membombardir Gaza yang menyebabkan ribuan warga sipil tewas. Selain itu serangan juga dilakukan terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga medis, pusat pendidikan, tempat ibadah bahkan memblokade bantuan kemanusiaan. Padahal keberadaan hukum humaniter internasional atau hukum perang (law of war) konon menjadi norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat internasional dalam perang dan konflik bersenjata untuk menghindari kekejaman perang menyangkut dengan kemanusiaan, pembunuhan, kekerasan, dan pelecehan.(TEMPO.CO, Jakarta). Kebiadaban ini tetap mendapat dukungan oleh negara Barat, seperti Amerika Serikat yang dianggap sebagai polisi dunia dalam sektor politik dan ekonomi. Bahkan pembentukan PBB yang digadang-gadang sebagai perwujudan perdamaian dunia yang terlibat konflik darurat untuk membantu negara yang dijajah, nnyatanya hanyalah tipuan dan pernyataan palsu belaka.
Entitas Yahudi di Israel yang sudah jelas-jelas melakukan penjajahan dan genosida terhadap masyarakat Palestina di Gaza malah mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat untuk melakukan aktivitas keji itu dengan mengirim pasokan makanan, persenjataan, serta dukungan politik dan ekonomi. Begitu pula dengan anggota tetap PBB lainnya, yaitu Inggris, Perancis, Rusia dan China. Meskipun China dan Rusia mendukung kemerdekaan Palestina dengan solusi damai, tetapi tetap saja mereka tidak berupaya menghilangkan aktivitas penjajahan Israel yang telah mengambil wilayah Palestina. Kepalsuan dukungan negara-negara besar memperlihatkan betapa keadilan bagi negara-negara muslim jauh dari harapan. Dukungan itu hanya sebagai pengecoh untuk mendapatkan perhatian negara muslim lainnya dalam memandang bahwa negara anggota PBB dan negara Barat lainnya sudah melakukan upaya untuk mendukung kemerdekaan Palestina. Sehingga negara-negara muslim juga akan melakukan hal yang sama tanpa ikut berperan nyata untuk benar-benar berperan dalam pembebasan baitul maqdis.
Indonesia selaku negara dengan mayoritas penduduk muslim terbanyak di dunia juga ikut mendesak penghentian pendudukan entitas Yahudi atas Palestina. Presiden Joko Widodo menyampaikan di Istana Merdeka bahwa penyelesaian akar konflik pendudukan wilayah Palestina oleh Israel harus segera diselesaikan sesuai dengan parameter yang disepakati oleh PBB. Hal itu menunjukkan solusi Palestina dari negara muslim saat ini hanya kecaman dan perdamaian dengan Israel, bukan mengusir penjajah dari tanah yang dijajah. Selain kecaman tak berarti tersebut, berbagai aksi dan dukungan di berbagai negara telah dilakukan. Mulai dari aksi protes terhadap Amerika Serikat yang mendukung Israel karena telah mengirim armada kapal induk USS Gerald R. Ford, serta beberapa kapal perusak lainnya di kedutaan besar Amerika Serikat akhir pekan lalu. Diikuti oleh ratusan orang dari gabungan Forum Islam Perdamaian (FPI) dan Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPF-U) serta seruan jihad oleh panglima tinggi Al Qassam, Muhammad Ad-Dhaif.(REPUBLIKA.COM)
Sekat Nasionalisme Menghilangkan Persatuan Akidah
Upaya penyelesaian penjajahan Yahudi di tanah kaum muslimin di Palestina hanya sebatas impian yang tidak akan pernah terwujud selama ideologi kapitalisme masih menjadi kiblat umat dalam menanggapi dan melihat masalah. Kapitalisme sebagai ideologi racun berhasil memecahkan persatuan kaum muslimin dengan mengikat mereka pada sekat nasionalisme. Sehingga negeri-negeri kaum muslimin abai terhadap persoalan yang menimpa saudara se-akidahnya. Bantuan yang dikeluarkan hanya sekadar lip service, tanpa serius dalam menangani akar masalahnya atau memerangi Israel. Inilah racun ideologi kapitalisme yang memisahkan manusia dari aturan Sang Pencipta. Naluri berketuhanan yang sudah ada pada diri manusia dialihkan hanya mengatur spiritual individu saja.
Akibatnya dunia politik dikendalikan sesuka hati oleh penjaga ideologi, yaitu Amerika Serikat yang berani menampilkan keberpihakannya pada Israel secara terang-terangan. Meskipun penjajahan dan pelanggaran Israel terhadap hukum internasional itu sudah jelas, namun Amerika Serikat dan negara Barat lainnya melalui PBB tetap menyepakati bahwa solusi perang Palestina dan Israel adalah kesepakatan damai dan pengakuan Israel sebagai sebuah negara. Maka hal itu pula yang akan disetujui oleh negara lainnya. Kalaupun tidak menerima, mereka hanya bisa mengecam tanpa berani menentang dan menantang. Negeri kaum muslimim tanpa sistem Islam bagaikan macan yang kehilangan taringnya. Karena umat masih jauh dari syariat Islam, maka mereka akan selalu dalam keadaan bingung hendak berbuat apa untuk menolong saudaranya. Padahal apa yang dilakukan oleh Israel, Amerika Serikat dan negeri-negeri kufur lainnya adalah bentuk permusuhan terhadap kaum muslimin, baik yang mereka jajah secara fisik maupun non fisik.
Islam Tegas dalam Memerangi Penjajahan
Ikatan yang benar dalam kehidupan seorang muslim adalah ikatan ideologi, yaitu bersandar pada akidah Islam. Memandang segala sesuatu permasalahan termasuk dari solusi permasalahan itu hanya pada syariat. Khilafah (negara Islam) sebagai payung penerapan syariat juga memastikan masyarakatnya aman dari ancaman dalam dan luar negeri, termasuk membantu penyelesaian konflik negara di luar dari daulah yang mengalami penjajahan. Itulah bentuk dakwah Islam yaitu menyampaiakan kedamaian dan peran jihad melindungi manusia dari penindasan.
مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ
“Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (Al-Maidah : 32)
Apalagi jika menimpa nyawa ribuan muslim, tentu lebih berat pertanggungjawabannya. Seperti hadits Rasulullah SAW, “hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Tirmidzi 1455, dan dishahihkan al-Albani. Maka dari itu, Daulah Islam tidak akan sekadar mengecam dan melakukan aksi penolakan, tapi daulah juga melakukan peran nyata dalam menyelesaikan konflik yang merugikan daulah atau negara-negara di luar daulah yang dirampas hak-haknya.
Seruan jihad akan digaungkan oleh Khalifah untuk menghentikan penjajahan dan kekerasan terhadap masyarakat dalam daulah maupun di luar daulah dengan mengirim utusan atau delegasi sebagai perwakilan dari Khalifah dalam menyampaikan kesepakatan. Namun jika seruan kesepakatan itu tidak mampu menghentikan penjajahan, maka jihad dilakukan dengan adab-adab dan ketentuan syariat tentang jihad, yaitu tidak membunuh ana-anak, menghacurkan gedung, masyarakat sipil, orangtua, pemuka agama, rumah ibadah, tumbuhan, hewan dan sebagainya. Jihad hanya dilakukan dengan menyerang para militernya saja. Selain itu pemberhentian kerja sama dengan negara penjajah dan pendukungnya harus dilakukan, baik itu menyangkut kerja sama politik, ekonomi ataupun yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa khilafah sangat tegas menentang penjajahan.
Begitulah Islam dalam mengatur alam semesta, manusia dan peraturan hidupnya. Selalu meletakan solusi sesuai porsi yang tepat karena berasal dari Sang Pencipta langsung, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, jika manusia khususnya kaum muslim serius ingin mengembalikan kemuliaan tanah Palestina dan seluruh rakyatnya, maka pilihan satu-satunya adalah dengan memberlakukan aturan Islam secara kaffah. Dengan itu akan didapati kehidupan yang merupakan perwujudan rahmatan lil ‘aalamiin.
Wallahu a'lam.