Oleh Zia Sholehah
Sudah semestinya umat Islam menyambut seruan untuk memboikot produk zionis. Mereka bekerja sama, saling berbagi daftar produk yang seharusnya diboikot, juga menginformasikan produk substitusinya. Sesuatu yang sebenarnya telah memperlihatkan antusiasme umat Islam untuk mendukung pembebasan terhadap rakyat Palestina.
Boikot zionis Yahudi tak boleh setengah-setengah, mengingat banyaknya korban berjatuhan di negeri Palestina selama belasan tahun lamanya. Umat harus punya tekad bulat, dan tak gentar dengan perasaan sendiri. Mempertanyakan nasib para pegawai yang bekerja di perusahaan produsen afiliasi Yahudi. Pertanyaannya apakah lapangan pekerjaan sepadan dengan jutaan nyawa yang melayang karena tangan kotor Yahudi?
Melansir Cnbcindonesia (11/11)1013), Niam dalam keterangan tertulisnya mengatakan, bahwa mendukung mereka yang diketahui mendukung agresi Israel, langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel hukumnya haram.
Lebih jelasnya, fatwa itu mewajibkan seluruh Muslim untuk mendukung sepenuhnya perjuangan rakyat Palestina dan memboikot seluruh aktivitas yang akan mendukung Israel dalam agresi militer. Langsung maupun tidak langsung.
Seruan boikot produk Yahudi ini, tidak hanya di Indonesia saja. Sejak terjadinya serangan entitas Yahudi kepada Palestina bulan Oktober 2023 lalu, aksi boikot produk-produk terkait Yahudi telah diserukan di berbagai negeri kaum Muslim.
Boikot bertujuan mencegah adanya aliran dana konsumen dari kalangan kaum Muslim melalui produk pro Yahudi kepada entitas Yahudi. Jika pun masif dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia, apalagi Muslim sedunia, diharapkan dapat membantu Palestina.
Umat Islam banyak menyambut seruan boikot tersebut. Mereka bahkan bersemangat bekerja sama, berbagi daftar produk yang diboikot. Gerakan ini menunjukkan adanya ghirah perjuangan pada diri umat Islam. Meski jauh di mata mereka, sejatinya Palestina dekat di hati kaum umat. Sebagaimana perintah Allah dalam QS Al-Hujurat: 10 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.”
Mereka saling menyerukan opini, melalui media sosial, umat Islam juga gencar menyuarakan penolakannya terhadap penjajahan entitas Yahudi di Palestina. Meskipun media Barat berusaha keras membungkam. Umat pun mengumpulkan donasi dan mengadakan doa bersama.
Mereka sadar, bahwa Al-Quds kembali terjajah setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah sebagai sang junnah (perisai) pada 1924. Umat Islam tidak bisa berharap pada negara-negara yang menaungi keberadaan mereka di tanah air walau pun jumlahnya banyak untuk mengirim pasukan pembebasan Palestina.
Bahkan umat Islam sekarang juga tidak bisa berharap kepada organisasi internasional, PBB dan OKI, yang terbukti mandul dalam solusi. Yang bisa mereka lakukan hanyalah melakukan aksi boikot sebagai bentuk keberpihakan pada Palestina dan perlawanan terhadap Yahudi. Namun, sayangnya tak semua sadar, bahwa boikot bukanlah solusi hakiki atas penjajahan Yahudi. Melainkan dengan jihad fi sabilillah untuk mengalahkan entitas Yahudi.
Lalu bagaimana negara yang seharusnya mendukung aktif ini bersikap?
Boikot jika dilakukan oleh negara akan efektif melemahkan Yahudi karena negara memiliki kekuatan politik. Mereka punya kekuatan untuk membuat aturan yang memaksa para pengusaha produsen dan importir produk pro Yahudi agar menghentikan usahanya dan melakukan usaha lain.
Namun, realitanya negara tidak melakukan boikot tersebut, meski sebenarnya mampu. Keengganan pemerintah memboikot produk pro Yahudi dikarenakan negara kaum Muslim terjajah secara ekonomi. Negara bergantung kepada para kapitalis untuk menjaga investasi agar tidak lari ke luar negeri. Sayang sekali, mereka terkungkung pada aturan rusak dan merusak peradaban.
Ironis, pada saat umat Islam di Palestina meregang nyawa, penguasa negeri kaum Muslim justru bermesraan dengan kapitalis oligarki yang mendanai Yahudi untuk membombardir Palestina.
Ketika menerapkan Islam, negeri-negeri Muslim tidak hanya bisa memboikot produk pro Yahudi secara total. Lebih dari itu, kaum Muslim bisa mengirimkan tentara. Bukan hanya sekadar menjadi penjaga perdamaian, tetapi untuk melakukan jihad fi sabilillah menumpas penjajah Zionis Yahudi dan membebaskan Palestina. Para penguasa Muslim sangat bisa melakukannya karena memiliki kekuatan militer yang cukup untuk mengalahkan entitas Yahudi.
Satu-satunya cara agar bisa membebaskan Palestina adalah tegaknya Islam dengan seruan dan perintah jihad. Sejarah telah membuktikan hal itu.
Wallahu a'lam bissawab