Oleh : Ummu Aimar
Dalam beberapa pekan, Palestina saat ini mempunyai sejarah duka yang amat pilu. Ribuan telah syahid , terutama anak anak semua itu akibat kekejian zionis Israel.
Update data yang disampaikan Kementerian Kesehatan Palestina menyebut, hingga Senin pagi (20-10-2023) jumlah warga yang tewas sudah mencapai 8.005 orang, sedangkan yang terluka terhitung lebih dari 20.200 orang. Mirisnya, lebih dari separuh korban tewas dan luka-luka itu merupakan warga sipil, terutama dari kalangan anak-anak dan kaum perempuan. Belum terdata hingga hari ini mencapai berapa.
Kondisi Gaza diperparah dengan upaya Israel menghancurkan berbagai fasilitas umum, termasuk rumah sakit, mall, pembangkit listrik, sumber air, pos-pos bahan bakar, juga jaringan internet. Target mereka, Gaza bisa dilumpuhkan dengan cepat. Alhasil warga Gaza makin menderita. Terlebih pintu-pintu perbatasan pun masih tertutup rapat, padahal cadangan logistik di dalam Gaza kian menipis. Dikabarkan, sepanjang dua hari tersebut, informasi dari dan ke Gaza pun sempat benar-benar terputus.
Sebagaimana yang kita tahu, banyak para pemimpin dunia menyampaikan kutukan sekeras-kerasnya atas tindakan keji Israel,
Pihak indonesia pun sudah berkali-kali berdiri di hadapan sidang dan meminta untuk meringankan penderitaan rakyat Palestina dengan mengadakan sesi darurat. Namun menurutnya, harapan itu selalu hancur akibat kepentingan politik yang sempit.
Pun pada Sidang Majelis Umum PBB ternyata menyetujui keluarnya resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang permanen dan berkelanjutan di Gaza. Keputusan ini diambil setelah 120 negara yang hadir dalam sidang darurat menyetujui rancangan resolusi. Adapun 14 negara lainnya menolak termasuk Amerika.
Bermula dari kejadian Pada Sabtu (7/10/23) Hamas menembakkan ribuan roket ke Israel dan mengirim puluhan anggotanya untuk melintasi perbatasan negara yang dijaga ketat. Serangan itu dilakukan pada hari libur besar yang membuat Israel lengah.
Serangan Hamas terhadap tentara Israel ini jangan dinilai sebagai tindakan terorisme tapi ini merupakan sebuah reaksi atas kebiadaban Israel selama beberapa dekade melakukan penindasan, pembantaian, genosida dan kekejaman yang tak terpikirkan terhadap warga Palestina.
Bayangkan saja dari sejak tahun 1948 hingga saat ini rakyat Palestina dijajah dan dizalimi sedemikian rupa oleh Israel tapi dunia diam atas kekejaman tersebut. Tetapi ketika rakyat Palestina diwakili oleh Hamas melawan untuk mencoba terbebas dari penderitaan akan ketertindasan selama ini, dunia barat malah mengecam dan mengutuk perbuatan tersebut.
Alih-alih mengatasi konflik, dunia barat malah membuat narasi menyesatkan yang menganggap serangan Hamas terhadap Israel ini sebagai serangan teroris.
Lebih miris dan mengenaskan lagi ada seorang yang mengaku muslim dan tinggal di negeri muslim terbesar di dunia malah ikut-ikutan mengecam serangan tersebut dan pro terhadap Barat. Bahkan membela tentara Israel yang nyata sebagai teroris dunia.
Penindasan dan kekejaman Israel ini bukanlah tindakan yang dilakukan satu kali saja melainkan dilakukan secara sistematis tanpa jeda selama tujuh dekade. Apalagi tanah Palestina yang diperoleh Israel itu dilakukan secara ilegal yaitu melalui perjanjian sepihak dan perjanjian dengan mantan penjajah Palestina.
Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk membela palestina? Untuk saat ini yang bisa kita lakukan adalah hanya bisa terus gencarakan opini dimedia sosial tentang keadaan palestina dan seruan boikot produk Yahudi sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Yahudi.
Walaupun boikot ini tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Zionis Yahudi. Karena Boikot terhadap produk Yahudi tidak akan berdampak secara signifikan terhadap perekonomiannya karena perekonomian Yahudi didukung oleh negara-negara Barat, oleh Amerika, oleh dunia.
Disini umat Islam adalah umat yang satu dan bersatunya umat Islam haruslah dalam bentuk institusi yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah Saw yaitu Daulah Islam.
Dengan bersatunya umat Islam dibawah naungan khilafah, umat Islam akan memiliki Izzah atau kehormatan dihadapan umat yang lain karena Khalifah yaitu pemimpin dalam pemerintahan khilafah akan melindungi warga negaranya hingga tetes darah penghabisan.
Dalam menyolusi permasalahan Palestina, Khalifah akan segera mengirim pasukan untuk membebaskan Palestina dari kebengisan Israel dan menindak tegas siapapun yang mendukung dan membela Israel. Dengan bersatunya umat Islam
kebebasan Palestina akan terwujud dan para penjajah akan ditumpas hingga akar-akarnya.
Para penguasa negeri Islam berdosa jika membiarkan umat Islam yang ada di Palestina sendirian berperang untuk mengambil kembali tanah yang itu merupakan tanah milik umat Islam. Bukan hanya tanah milik umat Islam Palestina, tapi milik umat Islam sedunia.
Para penguasa dan masyarakat dunia juga sudah cukup sering menyampaikan kecaman, kutukan bahkan sanksi sosial terhadap Israel. Namun semua itu, nyatanya tidak membuat Israel bergeming, apalagi ketakutan. Dari masa ke masa, kekejiannya malah terus meningkat, seakan dirinya ada di atas.
Ironisnya, fakta ini tidak membuat para penguasa, terutama yang muslim merasa malu dan jera. Kepedulian dan rasa bersalah mereka dipandang cukup diekspresikan dengan menyampaikan kutukan dan kecaman di forum-forum terbuka. Kalau perlu, disusul dengan mengirimkan bantuan resmi kemanusiaan dalam jumlah ala kadarnya yang terkadang malah kalah oleh cepat-nya bantuan yang digalang masyarakat secara swadaya.
Diperparah lagi dengan realitas bahwa posisi negara-negara muslim, terutama negara-negara Arab adalah negara pengekor bagi Amerika. Bukan rahasia jika kedudukan para penguasa Arab sejatinya ditopang oleh dukungan Amerika.
Hasilnya, para penguasa negara-negara muslim terus disibukkan oleh persoalan yang tidak pernah usai, lalu berpecah belah hingga kekuatannya kian lemah. Mereka, juga terus dibuai dengan solusi-solusi absurd yang justru memperpanjang umur hegemoni negara adidaya.
Terlebih, negara-negara penjajah telah berhasil menancapkan sekularisme dan nasionalisme hingga mereka rela dipecah atas nama negara bangsa. Tampak pada krisis Palestina, masing-masing negara bersikap sesuai kepentingan pragmatisnya. Tidak ada satu pun negara yang bisa memimpin dan siap memobilisasi kekuatan untuk menjegal Israel, padahal entitas Yahudi cuma seuprit dan tidak ada apa-apanya.
Kondisi ini jauh berbeda dengan saat institusi Khilafah Islamiah ada. Wibawa umat benar-benar tampak dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam konstelasi politik internasional. Akidah Islam benar-benar menjadi pemersatu seluruh bangsa. Hukum-hukum syara menjadi standar berpikir dan bersikap bersama. Rida Allah menjadi cita-cita semua. Alhasil, umat Islam menjadi umat yang solid, independen, berwibawa, dan ditakuti musuh-musuhnya.
Dari masa ke masa, sikap para khalifah terhadap Palestina tidak pernah berubah. Saat Perjanjian Umariyah ditandatangani dan kunci gerbang Al-Quds diserahkan oleh Uskup Patrick Safronius kepada Khalifah Umar bin Khaththab, kaum muslim menjaga amanah tersebut dengan sebaik-baiknya.
Sikap itu kemudian diwariskan ke generasi-generasi setelahnya. Bahkan, ketika kondisi Khilafah lemah dan pemimpin Zionis datang menawarkan bantuan uang, Sang Khalifah tidak sudi menyerahkan tanah Palestina yang mereka minta, meskipun sejengkal saja.
Realitas inilah yang semestinya dipahami umat pada masa sekarang. Bahwa akar masalah Palestina adalah penjajahan Zionis atas tanah milik umat yang didukung negara-negara besar. Alhasil, ketika masih bercokol di sana dan para penguasa muslim masih tunduk.
Sungguh, menolong kaum muslim Palestina, termasuk Gaza, adalah konsekuensi akidah dan ukhuah Islam sebenarnya. Hanya saja, kaum muslim Palestina tidak hanya butuh bantuan logistik dan kemanusiaan lainnya saja, apalagi sekadar kata-kata. Yang mereka butuhkan adalah hadirnya kekuatan riil untuk jihad berupa institusi politik yang siap memobilisasi kekuatan yang dimiliki kaum muslim dunia, termasuk senjata dan tentara.
Tags
Opini