Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Polusi di ibukota makin semrawut. Beragam solusi dan kebijakan yang telah ditetapkan, belum juga membuahkan hasil. Kebijakan Absurd Kapitalisme, Biang Keladi Masalah Polusi Pekan lalu, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dalam perkara gugatan polusi udara (tempo.co, 19/11/2023).
Pemerintah digugat karena telah dianggap lalai perihal penyediaan udara bersih terhitung sejak 5 Juli 2019 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Presiden Jokowi dan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, yang berstatus sebagai tergugat telah mengajukan kasasi atas gugatan warga terhadap polusi udara Jakarta. Permohonan kasasi ini diajukan Adam Hasan Saputra mewakili permohonan dari Presiden RI pada 20 Januari 2023.
Sedangkan, Menteri LHK mengajukan lebih dulu pada 13 Januari 2023.
Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya terkait kasus polusi udara (kompas.com, 19/11/2023).
Keputusan tersebut mendapatkan apresiasi positif dari berbagai lembaga swadaya masyarakat. Penolakan MA atas kasasi Presiden serta para tergugat lainnya. Dan hal tersebut dianggap sebagai simbol kemenangan rakyat. Konsekuensi dari penolakan tersebut berupa menjalankan suatu hukuman. Namun anehnya, hukum yang ditetapkan hanya dalam bentuk penentuan pengetatan Baku Mutu Udara Ambein Nasional merupakan tupoksi para tergugat.
Sebetulnya gugatan yang dilayangkan adalah mengingatkan kinerja pemerintah dalam menyelesaikan masalah polusi di Jakarta. Namun sayang, pemerintah justru mengelak dari tugas pokoknya, yakni melayani rakyat, termasuk salah satunya menyediakan kualitas udara baik bagi kehidupan rakyat. Hal ini menunjukkan betapa tidak seriusnya pemerintah dalam menyelesaikan kasus polusi.
Selama polusi terjadi, beragam dampaknya menyapa berbagai lapisan masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial. Rakyat tidak memiliki harapan hidup yang jelas di bawah pengaturan sistem rusak yang saat ini diterapkan. Sistem kapitalisme menjadi sumber masalah. Saat pemerintah mengizinkan pendirian berbagai industri dan pembabatan hutan yang bebas, dari sinilahsumber masalah polusi berawal. Fakta polusi pun semakin memburuk saat eksploitasi batubara dilakukan jor-joran. Tanpa mempertimbangkan efeknya pada kualitas lingkungan. Semua ditetapkan karena adanya keuntungan dari setiap aktivitas tersebut. Keuntungan materi yang menggiurkan menjadi dasar ditetapkannya kebijakan. Kebijakan-kebijakan ini pun hanya menguntungkan para oligarki kapitalis. Sementara nasib rakyat terabaikan begitu saja.
Tak hanya itu, gaya hidup masyarakat perkotaan pun kian menambah buruk polusi. Setiap orang bernafsu untuk memiliki kendaraan pribadi. Sementara moda transportasi massal ditinggalkan. Entah demi prestise atau alasan lainnya. Tak hanya kemacetan yang tercipta, polusi udara pun kian mengancam kualitas kehidupan.
Betapa buruk tata kelola kehidupan di bawah kendali sistem kapitalisme. Sistem yang hanya mengutamakan keuntungan materi. Sedangkan efeknya tidak diperhitungkan. Kerusakan lingkungan makin tak terkendali. Jelas, hal ini mengancam nyawa rakyat.
Tata Kelola Islam yang Sempurna
Islam menetapkan bahwa pemimpin adalah ra'in, yaitu penggembala rakyatnya. Dan jelas, bahwa pemimpin bertugas untuk melayani seluruh kepentingan rakyat sepenuh hati. Tanpa mengharap imbalan apapun. Islam pun dengan tegas menetapkan bahwa setiap pemimpin wajib menciptakan kebijakan yang mampu melahirkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat secara merata.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim).
Sebagai pemimpin semestinya mampu memprioritaskan setiap kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat. Hal tersebut hanya mampu terwujud dalam institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang mampu mencetak pemimpin yang amanah dan menjadikan rakyat sebagai prioritas utama.
Menyoal masalah polusi, pemimpin dalam Islam, yakni khalifah akan menetapkan kebijakan-kebijakan yang maslahat bagi umat. Tidak dengan mudahnya melegalkan pendirian industri. Khalifah juga akan melarang pembabatan hutan yang merusak. Pengelolaan limbah dilakukan berdasarkan AMDAL. Semua diterapkan demi menjaga kestabilan lingkungan serta kelestariannya. Sehingga polusi pun mampu segera dikendalikan. Pendapat para ahli lingkungan pun diterapkan secara terarah dan menyeluruh. Alhasil, lingkungan mampu memberikan yang terbaik bagi seluruh makhluk.
Selain itu, kebijakan berupa sanksi pun tegas diterapkan. Sehingga mampu meminimalisir kerusakan lingkungan yang terjadi.
Sempurnanya sistem Islam dalam mengurus urusan umat. Kehidupan melimpah rahmat, umat pun selamat dari segala bentuk keburukan.
Wallahu a'lam bisshowwab.