Oleh : Husnul Khotimah (Pendidik)
Belum lama ini, Presiden Republik Indonesia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di New Delhi, India. Dalam konferensi tersebut beliau mengatakan, dunia membutuhkan rumah yang aman. Indonesia sebagai ketua ASEAN terus mendorong ASEAN untuk jadi jangkar stabilitas kawasan yang memiliki habit of dialogue dan habit of cooperation di Indo-Pasifik. Menurutnya dunia butuh penetral, butuh safe house. (News.Republika.co.id 10/09/2023)
Dia juga mengharapkan agar tidak ada lagi pengkotak-kotakan dalam bernegara, antara barat dan timur, selatan dan utara, maju ataupun berkembang dan lain sebagainya .
Jauh Panggang dari Api
Keinginan untuk menciptakan rumah aman yang bisa dirasakan seluruh negara sepertinya sulit diwujudkan, melihat kondisi keamanan Indonesia sendiri masih terpuruk. Pasalnya kriminalitas setiap hari terjadi di seluruh negeri, kezaliman dipertontonkan pada khalayak, kemungkaran bukan lagi sebuah aib, tetapi menjadi hal yang lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Belum lagi bicara soal keamanan dunia, kezaliman marak terjadi di negara-negara muslim. tentu kita mengetahui perjuangan palestina melawan israel, Palestina diserang membabi buta oleh tentara-tentara Israel. Serangan mereka ditujukan bukan hanya kepada para pemuda. anak-anak, perempuan, para orang tua pun turut menjadi korban. Tak terhitung bangunan fasilitas umum yang dihancurkan, sekolah, rumah sakit, pasar, sarana transportasi umum, dan masih banyak lagi.
Di Negara lain, rasisme anti-arab meningkat di Turki, bahkan turis yang berkunjung ke Kuwait pun juga ikut diserang, lalu terjadi ledakan di pangkalan militer di Sinai Utara hingga tewaskan perwira dan tentara Mesir, belum lagi invasi rusia terhadap ukraina, serta masih banyak kasus perpecahan dunia lainnya.
Rasa Aman yang Sulit Didapat.
Impian memiliki rumah yang aman seperti peribahasa pungguk merindukan bulan, akan sulit sekali diraih jika taraf hidup masyarakat masih jauh dari kata sejahtera. Banyak dijumpai kepala keluarga yang melakukan kecurangan, mengambil hak orang lain, melakukan korupsi hanya untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya.
Bukan hal yang aneh dalam sistem kapitalisme sekuler ini halal dan haram sudah tidak lagi dijadikan patokan dalam menjalani kehidupan. Oleh karenanya masyarakat menjadi terpengaruh dengan pemahaman liberal yang diusung oleh barat, hingga hal ini menjadikan masyarakat yang bobrok, baik dari segi moral maupun cara berpikirnya.
Dalam sistem kapitalisme, negara juga berlepas tangan dalam pemenuhan berbagai kebutuhan hidup rakyatnya. mereka dibiarkan memenuhi kebutuhannya masing-masing. sedangkan lapangan pekerjaan semakin sedikit, sawah dan ladang di pinggiran kota sudah disulap menjadi pemukiman, sumber pendapatan rakyat kecil digerus oleh pembangunan, sehingga tidak ada lagi pendapatan untuk kehidupan sehari-hari. Maka bukan tidak mungkin hal ini menjadi pemicu maraknya pencurian, pembunuhan, penjualan obat terlarang dan sebagainya.
Sistem Islam Menjanjikan Rasa Aman
Islam hadir dengan seperangkat aturan yang berasal dari sang pencipta. Islam memiliki ciri khas dalam menyelesaikan segala problematika hidup manusia. Hukum yang adil tentu melahirkan rasa aman bagi umatnya. Terbukti sistem Islam mampu berkuasa hingga dua pertiga dunia selama 14 abad. Wajar jika semerbak harum aroma kehidupan dan tatanan negara di dalam naungan Islam tercium hingga ke negeri barat.
Hal ini pernah diabadikan oleh seorang sejarawan barat bernama Will Durant. bersama Istrinya (Ariel Durant) dia menulis sebuah buku berjudul Story of Civilization, dia mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”.
Dirujuk dari kitab Nizhamul Uqubat Wa Ahkam Al-Bayyinat Fil Islam yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin An Nabhani (Versi Indonesia berjudul Sistem Sanksi dan Pembuktian dalam Islam, Thariqul Izzah, 2004),
Jenis-jenis hukuman dalam Islam ada empat : Pertama, Hudud. Menurut bahasa, hudud artinya sesuatu yang membatasi di antara dua hal. Menurut syar‘i, hudud bermakna sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan (kadarnya) oleh syariat dan ketentuan tersebut menjadi hak Allah sepenuhnya. Contohnya : zina, liwath, qadzaf, minum khamar, murtad, dan lainnya.
Kedua yaitu Jinayat, Jinayat merupakan penganiayaan atau penyerangan atas badan yang mewajibkan adanya qishash (balasan setimpal) atau diyat (denda).
Ketiga, Ta'zir. Secara bahasa bermakna pencegahan (al-man’u). Secara istilah ta’zir adalah hukuman edukatif (ta‘dib) dengan maksud menakut-nakuti (tankif). Sedangkan secara syar’i, ta’zir berarti sanksi yang yang dijatuhkan atas kemaksiatan yang dilakukan tetapi didalamnya tidak ada hadd dan kafarat.
Keempat, Mukhalafat. Mukhalafat artinya pelanggaran terhadap aturan yang sudah ditetapkan oleh negara.
Hukum Syara' telah memberikan hak sepenuhnya kepada Khalifah untuk memerintah dan melarang umatnya. Khalifah berhak menetapkan serta menjatuhkan sanksi kepada para pelanggarnya, pelanggaran terhadapnya (suatu ketetapan yang ditetapkan Khalifah) sebagai kemaksiatan.
Oleh sebab itu, sanksi tegas tersebut dalam Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Pencegah (zawajir) maksudnya dengan diterapkan sanksi, maka akan memberikan efek jera kepada pelaku maupun elemen masyarakat yang menyaksikannya sehingga akan mencegah untuk melakukan hal yang sama. Adapun makna dari penebus (jawabir), merupakan sebagai penebus sanksi akhirat kelak. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara ketika di dunia. Sanksi dilaksanakan oleh negara dengan adil dan tegas kepada siapa saja yang bermaksiat tidak memandang perbedaan status apapun.
Wallahu'alam.
Tags
Opini