Oleh: Sri Setyowati
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Ketika memberikan kuliah tamu di Stanford University dalam KTT APEC di San Francisco, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak mahasiswa di sana untuk mengunjungi Ibu Kota Negara (IKN). IKN memang menjadi salah satu agenda yang dipromosikan, baik dalam bentuk kerja sama maupun investasi. (republika.co.id, 17/11/2023)
Jokowi mengakui bahwa saat ini belum ada investor luar negeri yang menanamkan modalnya di mega proyek IKN Nusantara, Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Menurutnya ibukota baru nusantara berbasis energi hijau yang terbuka di berbagai sektor infrastruktur, transportasi, teknologi, pendidikan, energi, keuangan, pariwisata, kesehatan, dan perumahan. Disamping itu, Proyek IKN punya daya tawar yang menjanjikan bagi para investor luar negeri, antara lain proyeksi pemanfaatan 80% transportasi publik berbasis energi hijau dan konsep pembangunan ibukota baru berbasis hutan dan alam dengan 70% area hijau. (katadata.co.id, 17/11/2023)
Otoritas Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengatakan lemahnya serapan investasi asing pada mega proyek IKN di Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dipicu oleh masifnya investor domestik yang lebih cepat mengambil peluang. Investor domestik tersebut masuk ke dalam pembangunan yg beragam infrastruktur IKN.
Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN, Agung Wicaksono, mengatakan ada sejumlah alasan investor dalam negeri lebih cepat masuk dan mengambil keputusan. Para investor dalam negeri lebih cepat dalam memahami situasi, menghitung resiko maupun profit, dan proses bisnisnya.
Otorita IKN telah mengantongi lebih dari 300 Letter of Intent (LoI) berupa pengajuan niat atau ketertarikan investor untuk membangun sejumlah fasilitas di IKN Nusantara. Agung menyampaikan pengajuan LoI di IKN mayoritas datang dari investor domestik, sementara hanya 40% yang berasal dari para calon penanam modal asing. (katadata.co.id, 17/11/2023)
IKN adalah proyek yang tidak berlandaskan akan kebutuhan rakyat dan kemampuan negara. Terlebih lagi biaya pembangunan yang mengandalkan pada investor adalah langkah berbahaya. Investor asing dapat menjadi ancaman bagi kedaulatan negara. Di sisi lain, fakta hingga saat ini belum ada investor asing ditengah berbagai macam insentif yang disediakan oleh pemerintah menunjukkan tanda tanya proyeksi keberhasilan program tersebut.
IKN jelas tidak sedang dibutuhkan rakyat yang setiap harinya masih harus memutar otak memenuhi kebutuhan hidup dengan harga tak murah. Masih banyak infrastruktur seperti sekolah, jalan dan jembatan yang memang dibutuhkan rakyat untuk diperbaiki. Apalagi dana juga mengharapkan investor swasta dan luar negeri.
Ketika sistem kapitalis dijalankan dalam mengelola negara maka kasus seperti ini akan selalu berulang. Penguasa kerap mengambil keputusan yang hanya menguntungkan pemilik modal meski tak ada kemaslahatan untuk rakyat. Tujuan utama sistem kapitalis memang materi, mengumpulkan sebanyak-banyaknya keuntungan yang hanya berguna bagi sebagian orang saja, yaitu mereka yang berkuasa dalam harta.
Hal ini jelas berbeda dengan sistem Islam karena semua pembangunan infrastruktur ditujukan untuk memenuhi kebutuhan serta mempermudah rakyat dalam mengaksesnya. Negara akan mengutamakan pada pengurusan kemaslahatan yang lebih penting, seperti pemberian bantuan ekonomi kepada rakyat, serta pendistribusian kebutuhan pokok secara adil dan merata.
Dalam pembiayaan infrastruktur, negara dapat memproteksi beberapa harta milik umum seperti minyak, gas, dan tambang yang pengeluarannya bisa khusus untuk membiayai kebutuhan infrastruktur. Negara juga dapat menarik dharibah (pajak) untuk pembiayaan infrastruktur. Strategi ini hanya boleh dilakukan ketika kas baitulmal benar-benar kosong. Itu pun hanya untuk membiayai sarana dan prasarana vital, dan hanya mengambil dari kaum muslim, laki-laki, dan mampu. Investasi dalam negeri atau luar negri yang mengakibatkan utang tidak dibenarkan oleh syariat karena mengandung riba dan mengancam kedaulatan.
Wallahu a'lam bi ash-shawab
Tags
Opini