Oleh: Sarah Fauziah Hartono
Dua menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo berencana ikut serta dalam Pemilihan Presiden 2024. Kedua menteri tersebut adalah Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang menjadi calon wakil presiden bersama Ganjar Pranowo. Sementara menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, juga turut serta.
Pertanyaan muncul mengenai hal ini, dimana pakar komunikasi politik Ari Junaidi berharap agar para menteri yang terlibat segera mengundurkan diri dari jabatannya dengan adanya dinamika koalisi untuk Pemilihan Presiden 2024, termasuk mereka yang mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
Namun, Idham Kholid, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, menjelaskan bahwa calon presiden dan wakil presiden yang masih menjabat sebagai menteri tidak diwajibkan untuk mundur selama mereka mendapat izin cuti dari presiden sesuai aturan KPU. Hal ini dikhawatirkan memberi ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Lebih lanjut, ada potensi pengabaian tanggung jawab terhadap tugas sebagai pengurus kepentingan rakyat dan dapat mengabaikan hak-hak rakyat. Situasi ini bisa menjadi salah satu bentuk ketidakadilan yang dilegitimasi oleh negara, terutama dengan dukungan regulasi yang ada. Ini merupakan dampak dari peraturan yang dibuat oleh manusia.
Islam, sebaliknya, menekankan kejujuran dalam proses pemilihan pemimpin, menghindari konflik kepentingan, dan penyalahgunaan wewenang. Ketegasan Islam terhadap pertanggungjawaban di akhirat mampu menjaga setiap individu, termasuk calon pemimpin, untuk taat pada aturan Allah dan Rasul-Nya.
Sistem demokrasi di negara-negara Muslim, menurut pandangan tersebut, memungkinkan dominasi korporasi yang berdampak pada ketergantungan penguasa terpilih pada partai pengusung dan korporasi yang mendukungnya. Di sisi lain, demokrasi menjadi alat bagi barat untuk menguasai negara-negara Muslim, dengan kepentingan ekonomi, politik, dan ideologis yang terlibat.
Sistem khilafah dalam konsep Islam menempatkan kedaulatan tertinggi pada syariat, bukan di tangan manusia atau penguasa. Prinsip ini menjadi dasar utama negara, di mana undang-undang dan peraturannya bersumber dari Alquran, hadis, kesepakatan para sahabat, dan analogi. Manusia tidak memiliki peran selain menggali hukum dari sumber-sumber tersebut dan mengaitkannya dengan fakta hukum yang terjadi.
Dalam sistem khilafah, kekuasaan tertinggi diberikan kepada khalifah yang wajib taat pada aturan Islam sebagai landasan negara. Para pejabat hanya bertugas melaksanakan hukum syariah, dan pemilihan khalifah dilakukan melalui metode baiat yang mengandung komitmen dari umat Islam untuk menaati khalifah yang terpilih.
Pemilihan khalifah dalam sistem khilafah memiliki metode baku dengan baiat sebagai akad politik antara umat Islam atau wakilnya dengan calon khalifah. Ini memastikan pengawasan yang konsisten terhadap pemerintahan, sehingga kebijakan yang bertentangan dengan syariat Islam dapat diidentifikasi dan dihilangkan.
Jadi, sudah terlihat bahwa sistem demokrasi memiliki celah-celah yang dapat merugikan rakyat. Sebaliknya, Khilafah akan menjaga amanah dari rakyat. Apakah Indonesia akan terus menerapkannya, atau beralih ke sistem yang bertumpu pada syariat?
Ilustrasi: freepik.com
Tags
Opini