Perpanjangan Kontrak PT Freeport: Antara Impian Kemandirian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Bingkai Syariah Islam




Oleh: Sarah Fauziah Hartono



Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengungkapkan pandangan terkait perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia setelah tahun 2041. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan bahwa setelah kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, salah satu topik yang dibahas adalah perpanjangan kontrak pertambangan Freeport Indonesia di Papua hingga tahun 2061. Alasan di balik perpanjangan tersebut adalah masih adanya cadangan Sumber Daya Mineral.

Namun, perpanjangan kontrak dengan PT Freeport hanya akan meningkatkan penderitaan rakyat Papua. Sumber daya alam, termasuk mineral, emas, dan perak, seharusnya merupakan kepunyaan rakyat dan pengelolaannya oleh korporasi hanya akan merugikan mereka.

Rakyat Papua mengalami kesulitan hidup dan kelaparan setiap tahun, meskipun tanah tempat mereka tinggal adalah wilayah yang kaya akan aset Sumber Daya Mineral, termasuk emas. Keberadaan PT Freeport, sebagai salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia, dianggap sebagai bentuk penjajahan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia.

Perpanjangan kontrak dengan perusahaan tambang emas ini dianggap sebagai perpanjangan hegemoni asing dan penjajahan terhadap negeri ini. Beberapa pihak menekankan bahwa pengelolaan sumber daya alam oleh swasta merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah Allah, yang menetapkan bahwa sumber daya alam, termasuk Sumber Daya Mineral, seharusnya merupakan milik umum atau publik dan harus dinikmati oleh seluruh rakyat.

Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di negara ini dianggap sebagai penghambat kemandirian pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Meskipun pemerintah telah memberlakukan aturan terkait kewajiban perusahaan tambang, seperti pembangunan smelter, PT Freeport belum mematuhinya dan pemerintah tampaknya tidak memberikan sanksi yang tegas.

Perpanjangan kontrak dengan PT Freeport dianggap sebagai memperpanjang penjajahan, dan seharusnya negara berupaya untuk nasionalisasi serta mengelola tambang tersebut secara mandiri dengan memanfaatkan teknologi dari anak bangsa. Sistem ekonomi Islam, yang berbasis pada emas, diharapkan dapat membawa negara yang menguasai emas menjadi negara yang kuat secara ekonomi.

Hanya melalui penerapan syariah Islam secara kaffah, terutama dalam konteks Khilafah, kemandirian pengelolaan sumber daya alam oleh negara dapat terwujud. Islam menetapkan bahwa pengelolaan kepemilikan umum, termasuk Sumber Daya Alam dan emas, seharusnya ada pada negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak