Oleh: Rahmawati Arjunaputri
Setelah bersama-sama memperingati Hari Sumpah Pemuda pada akhir bulan Oktober lalu, kembali disusul oleh peringatan Hari Pahlawan yang dirayakan pada tanggal 10 November. Tak terkecuali untuk tahun ini, Hari Pahlawan jatuh pada hari Jumat (10/11/2023).
Pengusungan tema “Semangat Pahlawan untuk Masa Depan Bangsa dalam Memerangi Kemiskinan dan Kebodohan” oleh Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang dilansir dari situs Kementerian Sosial (Kemensos), dijadikan patokan dalam momentum perayaan Hari Pahlawan pada tahun ini di berbagai wilayah Indonesia.
Memahami Makna Pahlawan
Ketika mendengar kata pahlawan, apa yang langsung terbayangkan di benak kita? Apakah terlintas sosok pahlawan seperti Superman, Batman, dan sejenisnya? Apakah benar identitas pahlawan terletak pada figur-figur yang ada di film? Lantas, bagaimana memaknai sosok pahlawan yang hakiki?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan dimaknai sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Lalu, disebutkan dalam artikel yang berjudul “Heroism - An Exceptional Human Characteristic” dari situs researchgate.net, pahlawan digambarkan sebagai sosok pemberani yang memiliki empati atau kepedulian terhadap orang lain dan tingkat kejujuran yang tinggi. Sebagaimana yang telah dijabarkan di atas, karakteristik atau standar tersebut dijadikan acuan dalam melabeli seseorang yang disebut-sebut sebagai pahlawan.
Dalam perspektif Islam, pahlawan juga memiliki makna dan standar tersendiri yang telah di-spill langsung oleh Allah dalam Al-Quran. Dilansir dari laman UIN Malang, pahlawan dalam Islam adalah orang-orang yang memperjuangkan agama Islam atau menegakkan kebenaran sampai ia menang atau mati dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah. Hal tersebut diperkuat dengan dalil Al-Quran di antaranya yaitu “Perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama (ketaatan) hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (melakukan fitnah), tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim” (QS, 2:193).
Adapun dalil lain yang menyatakan, “Dan kenapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan untuk mereka yang lemah, laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berkata “Tuhan, keluarkanlah kami dari kota ini yang penduduknya zalim; dan berilah kami dari pihak-Mu orang yang dapat menjadi pelindung, dan berilah kami dari pihak-Mu penolong” (QS, 4:75). Berdasarkan penjabaran di atas, sosok pahlawan dalam Islam memiliki peran yang besar dan penting dalam memberantas berbagai kezaliman dan keterpurukan di muka bumi ini. Sosok pahlawan tersebut memiliki misi sebagai pelindung dan penolong baik untuk dirinya, keluarganya, dan seluruh khalayak umum.
Indonesia Terjerat Kemiskinan dan Kebodohan
Mirisnya, kemiskinan di Indonesia masih saja dapat ditemukan tiap tahunnya, tak terkecuali tahun ini. Mensos Tri Rismaharini mengungkapkan bahwa meskipun Indonesia telah merdeka sejak tahun 1945, Indonesia masih dilanda berbagai tantangan seperti kemiskinan dan kebodohan (Kompas.com, 08/11/2023). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), seiring dengan kondisi ekonomi yang terus membaik, tingkat kemiskinan Maret 2023 mengalami penurunan dibanding September 2022. Namun demikian, tingkat kemiskinan masih lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi. Pada saat yang sama, tingkat ketimpangan yang ditunjukkan oleh nilai rasio gini mengalami peningkatan. Jadi, walaupun memang terlihat ada penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka kemiskinan masih tinggi di Indonesia daripada saat pandemi.
Selain masalah kemiskinan, Indonesia juga masih berhadapan dengan masalah rendahnya literasi. Rangkuman data yang dikutip dari tribunjateng.com perihal tingkat literasi di Indonesia yaitu berdasarkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tingkat literasi Indonesia berada di peringkat 74 dari jumlah 79 negara. Lalu berdasarkan UNESCO, Indonesia berada di peringkat 60 dari jumlah 61 negara. Hal itu berarti hanya 0,001% masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang suka dan aktif membaca. Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019, minat baca Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Dengan kata lain, Indonesia masuk dalam bagian 10 negara yang memiliki tingkat literasi terendah di antara negara-negara yang disurvei (Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara, 08/11/2023).
Saatnya Melepas Jeratan Keterpurukan
Dengan melihat data bahwa sampai detik ini pun, Indonesia masih terjajah oleh masalah-masalah seperti kemiskinan dan kebodohan. Hal tersebut seharusnya menjadi kekhawatiran bagi seluruh rakyat, terutama bagi generasi emas bangsa yaitu pemuda-pemudi dalam meneladani semangat para pahlawan untuk memerangi persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat saat ini. Tentunya, dalam mengatasi persoalan di atas, perlu adanya aksi nyata atau riil. Menghargai dan merenungi semangat para pahlawan melalui upacara peringatan Hari Pahlawan memang perlu, tetapi belum cukup jika hanya sampai disitu saja. Hal tersebut membutuhkan tindakan nyata dalam merealisasikan dan melanjutkan semangat para pahlawan sebelumnya. Seperti yang dikatakan oleh Presiden Jokowi yang dikutip dari harianjogja.com, bahwa, “Menjadi kewajiban kita bersama sebagai penerus untuk terus mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan," katanya setelah menjadi inspektur Upacara Ziarah Nasional dalam rangka Peringatan Hari Pahlawan di TMP Kalibata Jakarta, Minggu (10/11/2019).
Merujuk pada tribunnews.com, Bung Tomo, salah satu tokoh pahlawan pencetus Hari Pahlawan, berani melantangkan orasi penuh semangat di depan corong radio. Aksi heroik Bung Tomo dilakukan saat pertempuran para pahlawan melawan pasukan Inggris dan NICA-Belanda pada 10 November 1945, di Surabaya. Saat itu, Bung Tomo mendirikan Radio Pemberontakan untuk membangkitkan semangat melawan tentara Inggris.
Kemudian, merujuk pada hijra.id, terdapat sosok Shalahuddin Al Ayyubi yang tak hanya terkenal di kalangan umat Muslim saja sebagai pahlawan Islam, tetapi juga di kalangan dunia barat dan dikenal dengan nama Sultan Saladin. Beliau adalah sultan pendiri dinasti Ayyubiah yang membebaskan kota Yerusalem atau Baitul Maqdis. Dalam hidupnya, Sultan Shalahuddin Al Ayyubi menyibukkan diri dalam berjihad, tidak hanya di medan pertempuran untuk menghalau para musuh Islam, juga berjihad mewujudkan kesejahteraan rakyat. Misalnya, dengan cara membangun rumah- rumah sakit, sekolah-sekolah, serta masjid-masjid di seluruh daerah kekuasaannya.
Kedua tokoh besar di atas hanyalah sebagian kecil dari sekian banyaknya para pahlawan yang telah berkontribusi untuk melakukan perubahan atau kebangkitan. Kita dapat meneladani semangat mereka dengan turut berkontribusi untuk umat atau masyarakat luas. Karena siapapun berpotensi untuk menjadi seorang pahlawan.
Sayangnya, generasi sekarang telah disibukkan oleh hal-hal lain sehingga sulit untuk memiliki jiwa pahlawan pada dirinya serta lalai dalam mengurus umat. Kasus bunuh diri, kekerasan seksual, perundungan, dan lain sebagainya menjadi poros berputarnya permasalahan pemuda saat ini. Mengapa hal tersebut bisa sampai terjadi? Penyebabnya tidak lain adalah penerapan sistem sekularisme dalam kehidupan saat ini. Menurut KBBI, sistem sekularisme adalah paham atau pandangan yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Sistem sekularisme ini kemudian melahirkan sifat individualisme dalam jiwa tiap-tiap manusia.
Mengutip muslimahnews.net, individualisme bisa diartikan sebagai suatu pandangan yang lebih mementingkan kebebasan dan kemerdekaan pribadi atau individu dibandingkan kepentingan orang lain. Sifat tersebut dapat ditemukan dalam lingkup sekularisme yang diterapkan negara saat ini dan menyebabkan setiap individu tidak lagi memiliki kepedulian terhadap masyarakat disekitarnya. Tentunya, susah untuk melepaskan jeratan keterpurukan umat karena tidak paham masalah yang terjadi dan bagaimana cara penyelesaiannya secara keseluruhan.
Sementara itu, Islam mengajarkan kepada kita bahwa ada pengaturan tentang interaksi antar manusia yaitu saling tolong menolong atau kerap kali disebut gotong royong. Setiap individu akan peduli terhadap permasalahan yang dialami umat sehingga banyak tokoh-tokoh pahlawan yang dihasilkan dari adanya penerapan sistem Islam. Dengan demikian, ketika banyak bermunculan jiwa pahlawan pada diri generasi sekarang dari hasil penerapan sistem Islam yang tidak mengajarkan sifat individualisme, pembebasan dari berbagai macam keterpurukan masyarakat saat ini akan mudah tercapai.
Tags
Opini