Penyalahgunaan Kekuasaan Keniscayaan dalam Demokrasi



Oleh : Dian Safitri

Tahun politik semakin dekat. Para calon kandidat siap bertarung dengan segala cara untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini. Tidak tanggung-tanggung, dua menteri kabinet pemerintahan presiden Joko Widodo berpartisipasi dalam pilpres 2024. Ada menteri koordinator politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD yang menjadi cawapres Ganjar Pranowo dan menteri pertahanan Prabowo Subianto yang jadi capres berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka (tribunnews.com, 25/10/2023).

Dalam demokrasi tidak ada lawan dan kawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan. Dulu capres Prabowo Subianto menjadi lawan, kini menjadi kawan dalam pemerintahan Joko Widodo. Bahkan tidak tanggung-tanggung, beliau di dapuk sebagai menteri pertahanan, dan kini berpasangan dengan anak pertama Joko Widodo sebagai pasangan paslon yang bertarung melawan pasangan kandidat lainnya sebagai capres dan wapres.
Mereka bertarung untuk mengalahkan dan akan menjadi kawan untuk sebuah kepentingan. Inilah watak demokrasi yang sesungguhnya membuat manusia rakus akan kekuasaan dan jabatan. Hingga melahirkan manusia-manusia yang tidak takut akan Tuhannya dan semakin jauh dari penciptanya.

Semenjak Islam tidak lagi menjadi asas kehidupan umat muslim hingga hari ini, betapa banyak kesengsaraan, yang dilahirkan oleh aturan manusia yang mengambil alih peran Allah dalam membuat aturan. Tidak tanggung- tanggung mereka tidak ingin Pencipta mengintervensi kehidupan mereka walau di satu sisi mereka tidak menafikan akan keberadaanNya. Kehidupan umat muslim sudah sekuler memisahkan aturan Allah dalam mengatur kehidupan mereka.

Lihatlah hari ini, aturan yang dibuat oleh manusia yang terbatas akalnya itu telah menghancurkan seluruh aspek kehidupan manusia. Ekonomi, budaya, politik dan tatanan yang lainnya telah hancur. Hari ini manusia telah makin jauh dan rakus akan dunia, kekuasaan telah membuatnya buta. Tidak lagi perduli halal haram selama itu menguntungkan. 

Kekuasaan dalam demokrasi dijadikan alat kepentingan, lihatlah bagaimana politik dinasti telah merajai. Baru-baru ini ketua MK, Anwar Usman, selaku Ipar dari Joko Widodo telah menambahkan syarat bagi yang ingin menjadi calon capres dan cawapres bisa ikut dengan syarat dia pernah menjadi kepala daerah sebelumnya. Tidak ayal keputusan ini melahirkan kontroversi membuka peluang Gibran Rakabuming Raka bisa ikut mencalonkan diri, padahal sudah ada syarat usia minimal untuk calon capres dan cawapres harus 40 tahun. Tapi dengan adanya perubahan syarat pernah menjadi kepala daerah sebelumnya telah mengokohkan politik dinasti Joko Widodo setelah tidak lagi menjadi presiden.
Begitulah jika manusia membuat aturan, demi mengokohkan kepentingan.

Demokrasi kapitalis yang diemban negara hari ini, telah meluluhlantakan seluruh aspek kehidupan, melahirkan manusia yang serakah dan haus akan kekuasaan. Segala cara dilakukan untuk meraih ambisi jabatan. Tidak ayal penyalahgunaan kekuasaan menjadi keniscayaan dalam demokrasi. Inilah dampak dari aturan yang dibuat oleh manusia yang memiliki keterbatasan dalam akalnya.

Pemilihan dalam demokrasi hanya menghabiskan anggaran negara, belum lagi pengabaian tanggung jawab oleh para pendukung masing-masing paslon membuat mereka mengabaikan tugas pokok mereka terhadap rakyat. Mereka sibuk dengan kepentingan masing-masing. Ini tentu didukung oleh regulasi yang ada.

Berbeda jauh dengan Islam yang memiliki sistem terbaik yaitu khilafah yang mengutamakan kejujuran dalam proses pemilihan, yang memiliki kapabilitas yang dipilih rakyat. Tidak ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan semuanya berjalan sesuai koridornya.

Ketegasan Islam ini karena ketundukannya pada hukum Syara' yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, sehingga setiap manusia terkontrol dan terkondisikan untuk taat pada aturan Allah dan RasulNya.

Kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawaban dan juga hinaan bagi pemiliknya. Maka tida heran para pemimpin-pemimpin dulu, begitu takut ketika diamanahi kekuasaan karena beratnya hisab jika ada satu saja hak rakyatnya diabaikan. Tapi tidak dengan hari ini, dengan sokongan sistem yang fasad mereka berebut kekuasaan untuk eksistensi diri.

Wallahu'alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak