Oleh: Sarah Fauziah Hartono
Pemerintah mengurangi jumlah keluarga penerima bantuan sosial atau bansos beras sebanyak 690.000, dari 21,35 juta menjadi 20,6 juta. Pengurangan ini dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapenas) atas perintah Presiden Joko Widodo dalam mendistribusikan bansos. Perubahan ini berlaku hingga akhir 2023 dan didasarkan pada validasi Kementerian Sosial terhadap data penerima, yang mencakup mereka yang telah meninggal, pindah lokasi, atau dianggap sudah mampu.
Pengurangan ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak, terutama mengenai alasan penerima bansos yang dianggap sudah mampu atau pindah lokasi, yang dinilai patut dipertanyakan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit setelah pandemi COVID-19 dan lonjakan harga bahan pangan. Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapenas, Rachmi Widiriani, menyebut bahwa penyesuaian data dilakukan berdasarkan validasi Kementerian Sosial terhadap penerima manfaat sebelumnya yang telah meninggal dunia atau mengalami perubahan status.
Dalam konteks ini, penyaluran bantuan pangan, khususnya beras, dianggap penting untuk membantu masyarakat berpendapatan rendah agar dapat menekan pengeluaran untuk pangan. Namun, berbagai persoalan terkait penyaluran bansos di Indonesia telah menjadi perbincangan, termasuk ketidakmerataan distribusi, bansos yang tidak tepat sasaran, hingga dugaan manipulasi data.
Pemberitaan ini juga menyoroti kondisi sosial-ekonomi yang sulit, terutama di tengah lambatnya pertumbuhan ekonomi pasca-COVID-19, meningkatnya kriminalitas, dan tingginya tingkat pengangguran. Kondisi ini menjadi cerminan terhadap tantangan dalam penyaluran bansos di negara ini.
Begitullah hasil dari sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalisme, yang tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pokok warga negara secara merata. Bantuan akan dilakukan berdasarkan mana yang akan mendapatkan keuntungan. Sistem di mana penguasanya terpilih melalui proses demokrasi yang sudah tidak diragukan lagi sangat mengandalkan pemilik modal. Sehingga, mereka yang terpilih akan senantiasa menyenangkan para pemilik modal. Tidak memikirkan rakyatnya.
Sebaliknya, sistem Islam, khususnya dalam kerangka khilafah Islamiah, sistem ini menetapkan tanggung jawab negara dalam menjamin kebutuhan pokok warganya, termasuk pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Sistem ini sangat mampu memberikan jaminan yang lebih baik terhadap kesejahteraan rakyat, dengan mekanisme yang telah diatur oleh syariat Islam.
Kenapa tidak? Khalifah, sebagai pemimpin Khilafah tidak perlu menyenangkan pemilik modal, karena mereka hanya mendasarkan perbuatannya pada hukum syara'. Mereka akan sangat bertanggung jawab atas kelangsungan hidup rakyatnya. Negara akan memastikan semuanya dapat bekerja dengan membuka peluang kerja yang luas. Ketika ada yang memiliki udzur syar'i untuk tidak bekerja, kehidupannya akan dibantu oleh pihak-pihak yang telah ditentukan dalam hukum syara. Bila tidak ada yang bisa karena semuanya memiliki udzur syar'i juga, negara akan memberikan bantuan sampai akhir hayat orang yang membutuhkannya atau sampai dianggap sudah mampu untuk menafkahi dirinya sendiri.
Begitu lengkap aturan dan solusi yang diberikan Islam. Maka, untuk apa kita masih mengandalkan sistem Demokrasi dan Kapitalisme ini?
Tags
Opini