Oleh: Nuraisyah Novianti
Di tengah pertumbuhan perekonomian Indonesia yang melambat dan tidak stabil, pemerintah melakukan pengurangan sebanyak 690 ribu Keluarga Penerima Bansos beras 10Kg. (CNN Indonesia, 29/10/2023).
Pemerintah melakukan pemutakhiran data, dan mengklaim bahwa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mengalami penurunan dari yang sebelumnya berjumlah 21.3 juta menjadi 20.66 juta KPM, alasan adanya pengurangan pada penerima manfaat yaitu karena ada yang meninggal dunia, pindah lokasi atau penerima masuk dalam kategori telah mampu. ( Bisnis Ekonomi, 29/10/2023 ).
Hingga akhir Oktober ini, tercatat sudah 67 persen penyaluran bantuan beras yang dilakukan oleh Perum Bulog dan rencananya bantuan akan ditambah pada bulan Desember 2023.
Dilansir dari laman CNN Indonesia ( 26/10/2023 ), Presiden Joko Widodo Pada lawatannya ke Gudang Bulog Sukamaju, Kota Palembang, Sumatera Selatan mengatakan, bahwa pemerintah akan melanjutkan program pembagian cadangan beras hingga tahun 2024 apabila APBN mencukupi.
Ironis memang, di tengah kehidupan masyarakat yang masih belum stabil dan perekonomian yang semakin sulit, pemerintah mengklaim tentang menurunnya penerima bantuan. Jika alasan penurunan ini salah satunya karena penerima bantuan meninggal dunia, seharusnya pemerintah bisa mengalokasikan bantuan kepada penerima manfaat yang lainnya. Sehingga penerima bantuan bisa lebih merata dan luas. Pun dengan penerima bantuan yang pindah lokasi. Dan dari segi apa pemerintah beranggapan adanya penerima yang masuk dalam kategori dianggap mampu, sehingga tidak lagi layak menerima bansos?
Anggapan ini perlu diluruskan dan wajib dipertanyakan. Kita ketahui, pasca Covid -19 perekonomian semakin terpuruk. Kenaikan harga yang tidak bisa dihindari dari berbagai jenis bahan pokok, harga beras yang semakin melambung tinggi tetapi pemerintah malah sibuk menambah stok beras dengan impor di saat stok beras aman. Serta sulitnya lapangan pekerjaan hingga menimbulkan jumlah pengangguran bertambah. Sudah akurat kah data yang disampaikan pemerintah mengenai penurunan penerima bantuan, atau memang pemerintah hanya ingin memperbagus penilaian saja agar dianggap berhasil dengan kebijakan-kebijakan yang telah diambil ?
Pangkal dari semua persoalan yang karut marut ini adalah karena sistem Kapitalisme yang diterapkan negeri ini. Sistem yang telah membuat pemerintah seolah-olah lepas dari tanggung jawab dan abai dalam mengurusi urusan rakyat.
Melansir dari situs Kementrian Sosial Republik Indonesia, tercantum bahwa kategori masyarakat yang seharusnya terkategori penerima manfaat bansos diantaranya adalah masyarakat yang berpendapatan rendah, ibu hamil, anak usia dini, penyandang disabilitas dan masyarakat lanjut usia.
Dari sekian banyak kriteria penerima bansos, masih banyak yang belum merasakan manfaatnya.
Berbeda hal nya ketika hukum-hukum syariat diterapkan, negara akan bertanggung jawab atas pengurusan urusan rakyat.
Negara wajib memenuhi kebutuhan primer per individu yaitu : sandang, pangan, papan yang layak. Jadi kriterianya bukan garis kemiskinan dan data pendapatan nasional, melainkan kemampuan individu per individu.
Pemerintah akan memastikan bahwa setiap kebutuhan warga negaranya sudah terpenuhi.
Sebagaimana kisah dari Umar bin Khattab yang berkeliling memastikan rakyatnya tidak ada yang kelaparan. Ketika Umar bin Khattab menemukan ada salah satu rakyat yang kelaparan, dengan segera beliau menggendong sendiri bahan makanan untuk diberikan kepada orang yang bersangkutan.
Begitupun dalam pengelolaan keuangan, pemerintah akan mengelola hasil pemasukan yang diperoleh dari sumber daya alam, jizyah, kharaj, ganimah dan fa'i untuk kepentingan rakyat. Seperti pelayanan kesehatan, keamanan, pendidikan, sehingga rakyat tidak perlu lagi merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya karena semua sudah ditanggung oleh pemerintah.
Maa syaa Allah, begitu sempurnanya Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Masihkah kita terus berharap pada sistem kapitalisme, yang menjadikan tatanan kehidupan buram? Wallahu 'alam bish shawwab.
Tags
Opini