(Picture by Beritasatu.com / Elan Suherlan) |
Penulis: Istiqomah Ummu Hafhsah
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)
Kasus pembunuhan anak oleh ibu kandungnya sendiri memang bukan kali ini saja terjadi. Aksi serupa juga pernah terjadi pada ibu di Sulawesi Selatan yang memberikan racun kepada ketiga anaknya, kemudian gantung diri. Dan masih banyak lagi kasus serupa yang membuat kondisi ibu-ibu hari ini sedang tidak baik-baik saja. Sehingga timbul pertanyaan, apa yang menjadikan makin rusaknya fungsi keluarga hari ini? Khususnya seorang ibu.
Sebagaimana yang dikutip dari Kompas.com, Muhamad Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023). Rauf ditemukan di pinggir sungai dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan terikat ke belakang. Rauf ternyata dihabisi nyawanya oleh ibu kandungnya N (43), paman S (24) serta kakeknya, W (70).
Kasus ibu bunuh anak kandung di Subang ini sempat menggemparkan warga karena mereka tak mengira pembunuhan dilakukan keluarga tersebut. Kapolres Indramayu, AKBP M Fahri Siregar mengatakan, korban dihabisi nyawanya pada Selasa (3/10/2023). Malam itu, Rauf masuk ke dalam rumah melewati atap. Korban sendiri diketahui lama hidup menggelandang dan sudah lama tak pulang. "Saat itu korban dilihat oleh kakeknya (W) dan sempat menegur," ujar Kapolres Indramayu saat konferensi pers di Mapolres Indramayu (06/10/2023).
Sungguh kasus ibu membunuh anaknya sendiri begitu memilukan, khususnya bagi kami seorang ibu. Bagaimana mungkin ibu yang telah mengandung selama sembilan bulan lamanya, kemudian melahirkan anaknya begitu tega membunuh darah dagingnya sendiri. Seorang ibu terkadang tidak mengetahui bahwa dirinya sebenarnya terindikasi ganguan jiwa atau stress sehingga anak menjadi korban kekerasan dirinya.
Hal ini sebagaimana juga disampaikan oleh psikolog dari UNJANI cimahi, Miryam Sigarlaki menjelaskan, terdapat sejumlah persoalan yang diduga menjadi pemicu tindakan kejahatan tersebut. "Menurut berita, anak ini adalah korban perceraian orang tuanya, salah satu yang bisa menyebabkan ibunya seperti ini bisa saja salah satunya dampak dari perceraian, apakah masalah ekonomi atau lainnya, kata Miryam, jumat (Jpnn.com, 06/10). Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa kondisi tersebut bisa saja membuat orang tuanya stres sejak lama dan menjadi pemicu kemarahan terhadap anaknya.
Pun, kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi salah satu faktor pemicu keganasan seorang ibu yang kemudian juga melampiaskannya pula ke anaknya. Selain itu ditambah lagi dengan ekonomi yang sulit. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup saja ibu harus memeras otak bagaimana uang yang sedikit tersebut kemudian bisa tercukupi dengan kebutuhan dalam sebulan. Hal ini semakin membuat ibu tertekan dan depresi hingga pendek akal menghabisi buat hatinya.
Lingkungan yang tidak baik juga ikut berperan semakin membuat seorang ibu sakit mentalnya. Suami yang tidak peka dengan kondisi istri dengan segudang beban rumah tangga yang dipikulnya. Pun, tetangga yang tidak punya rasa empati bahkan hanya tahunya mencibir. Tak kalah penting, negara yang semakin membebani rakyatnya dengan berbagai kebijakan tidak berpihak. Semakin lengkaplah penderitaan ibu.
Sementara itu, hal ini sangat jauh berbeda dengan syariat islam. Di mana negara memiliki peran penting menciptakan lingkungan yang baik. Baik dalam keluarga, lingkungan bermasyarakat maupun negara. Selain menerapkan aturan dan hukum islam negara pula akan mengedukasi rakyatnya dengan tsaqofah islam, yaitu menanamkan akidah hingga terinternalisasi pada jiwa-jiwa orang muslim.
Dengan keyakinan tersebut masyarakat akan merasa takut melakukan kemaksiatan karena diawasi oleh allah Swt. Bahkan dengan akidah itu pula akan tercipta masyarakat yang saling empati terhadap saudaranya hingga saling mengingatkan dalam kebaikan. Dari itu, akan kecil kemungkinan didapatkan dalam sistem islam ibu yang kemudian stres lalu membunuh anak kandungnya sendiri. Karena masyarakatnya dipenuhi rasa kasih sayang yang didasarkan dari akidah islam.
Di sisi lain negara akan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Jikapun tidak sepenuhnya gratis, maka harganya bisa dijangkau oleh masyarakat. Sehingga tidak akan dapatkan masyarakat yang keluarganya berpisah hanya karena persoalan ekonomi. Bukan hanya itu fasilitas umum seperti kesehatan, sekolah dan lain-lain pun akan digratiskan negara. Dengan begitu akan tercipta masyarakat yang kondusif.
Dengan demikian, jika melihat kondisi hari ini sangat jauh dari harapan, untuk itu kita tidak bisa berharap banyak pada sistem saat ini yang segala persoalan tidak bisa diselesaikan. Olehnya itu kita hanya bisa berharap pada sistem yang berasal dari pencipta yaitu, Allah Swt. Wallahu a’lam.