Oleh: Nia Mau'izah
Ketimpangan pangan dan ekonomi sepertinya bukan rahasia umum lagi di negeri ini. Baru beberapa pekan terjadi kematian akibat kelaparan di tanah yang kaya akan emas, bahkan tidak jauh dari lokasi pertambangan emas terbesar kedua di dunia. Ya, Papua. Bencana kelaparan telah terjadi sejak agustus 2023 hingga Oktober 2023. Dilansir dalam BBC Indonesia, sekitar 6 orang meninggal pada agustus, dan puncaknya yang terbanyak di Oktober sekitar 23 orang meninggal di 13 kampung.
Hal ini bukanlah kejadian baru di Papua, dikutip dari Republika.com, kejadian serupa pernah terjadi di tahun 1982, 1984, 1986, 1997, 1998, 2005, 2009, dan 2015. Prevalensi ketidakcukupan pangan Papua juga cukup menyedihkan dalam kurun 3 tahun terakhir yang mencapai angka 36,18%. Topografi wilayah yang berbukit-bukit menjadi salah satu alasan sulitnya distribusi bahan pangan dan cuaca ekstrem berupa hujan lebat memperparah kegagalan panen warga.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Abai terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Hal ini tentu menjadi sebuah ironi ketika di sisi lain, ada tambang dengan pendapatan bruto mencapai Rp.126,39 triliun (www.ssas.co.id) beroperasi di Pulau Cenderawasih ini. Ketimpangan ekonomi yang terjadi pada dasarnya diakibatkan oleh sistem perekonomian negeri kita yang dilandasi dengan ideologi kapitalime. Meski selama ini mengaku menganut ekonomi Pancasila, dalam aplikasinya, ekonomi kita nyatanya dijalankan sesuai dengan Kapitalisme. Kebebasan kepemilikan lahan dan pemberian Hak Guna Usaha pada Perusahaan swasta terhadap kekayaan bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalam negeri adalah dua petunjuk corak perekonomian negeri. Alih-alih berpaku pada konstitusi, UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” pemerintah malah dengan santainya memberikan izin pada Perusahaan swasta dalam maupun luar negeri dengan alasan klasik, “kita tidak punya cukup uang dan ahli.”
Kesejahteraan Masyarakat hari ini di Indonesia hanya dilihat dari rerata pendapatan pertahun yang tentunya tidak bisa merepresentasikan kondisi setiap individunya. Hal ini menyebabkan tidak adanya pemastian terhadap tercukupinya kebutuhan pokok setiap Masyarakat berupa sandang, pangan, dan papan. Peristiwa ini juga diperparah dengan lambatnya tanggapan dari pemerintah pusat dalam menangani permasalahan di daerah karena pemerintahan dengan asas kapitalisme telah mengkerdilkan tanggung jawab pemerintah pusat terhadap kesejahteraan rakyat. Pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator. Lebih dari itu, biaya operasional politik yang mahal dalam system demokrasi yang diterapkan di negeri ini membuat para pejabat lebih sibuk memikirkan balik modal dibanding peningkatan ekonomi rakyat.
Persoalan yang berkelindan, mulai dari salahnya pemanfaatan sumber daya alam yang malah diberikan kepada asing, regulator yang hanya memikirkan kesejahteraan pribadi, minimnya tangggung jawab negara dalam menghadirkan kesejahteraan pangan pada rakyat membuat permasalahan kelaparan ini terus berulang dan seperti tidak ada penyelesaiannya.
Islam Solusi bagi Kompilasi Masalah Kelaparan
Ketimpangan yang terjadi di negeri kaum muslimin terbesar di dunia ini sungguh tidak mencerminkan kita memiliki Islam yang agung dan sempurna. Padahal dalam peradaban Islam dulu di bawah naungan Khilafah Islamiyyah, tepatnya di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz, pendistribusian zakat menjadi perdebatan karena tidak ada lagi Masyarakat yang memiliki kesejahteraan di bawah rata-rata. Semua kebutuhan Masyarakat bisa terpenuhi dengan baik. Karena memang di dalam Islam, parameter kesejahteraan bukanlah pada rata-rata pendapatan perkapita tetapi dengan melihat secara detail kesejahteraan setiap individunya. Jika ada satu individu mengalami kesusahan pemenuhan kebutuhan pokok, maka pada saat itu juga terjadi permasalahan ekonomi. Tidak seperti hari ini yang pengukurannya tidak merepresentasikan kesejahteraan tiap individu.
Selain itu, di dalam Islam telah jelas diatur terkait kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam. Bahwa privatisasi sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum seperti minyak, air, tanah beserta isinya, hukumnya adalah haram. Oleh karena itu, ketika seluruh sumber daya alam itu dikelola oleh negara, pendapatannya juga sepenuhnya dimiliki Negara dan dialokasikan bagi pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, kesehatan, dan pendidikan.
Namun, hal ini hanya bisa diterapkan oleh negara yang menjadikan Islam sebagai ideologinya dan khilafah sebagai bentuk negaranya, bukan negara berlandaskan kapitalisme atau sosialisme hari ini dengan demokrasi sebagai sistem pemerintahannya.
Tags
Opini