Oleh : Ummu Aqeela
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah merilis tema dan logo Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-59 2023. Hari Kesehatan Nasional diperingati setiap tahun pada tanggal 12 November sejak 1964. Peringatan ini diadakan untuk merayakan keberhasilan memberantas wabah malaria saat itu. Tahun ini, Hari Kesehatan Nasional ke-59 dirayakan pada Minggu (12/11/2023).
Melalui akun instagram resmi @smindrawati, Minggu (12/11/2023), Sri Mulyani mengunggah gambar yang menunjukkan kartunis tenaga kesehatan dan menyebutkan Selamat Hari Kesehatan Nasional: Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju”. Pada caption, Sri Mulyani menulis, pelajaran apa yang bisa kita petik dari hadirnya pandemi COVID-19? Sri Mulyani menyampaikan bagi sebagian orang, atau setidaknya dirinya, pandemi COVID-19 menggambarkan kengerian yang nyata.
Sri Mulyani menulis, sebagian negara sampai saat ini masih berjuang untuk memulihkan luka, dari sisi ekonomi dan kapasitas fiskal/Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang timbul akibat pandemi COVID-19. Di akun instagram resmi @smindrawati, Sri Mulyani menulis bahwa, memerangi kemiskinan dan kebodohan adalah upaya yang terus dilakukan untuk mencapai cita-cita Indonesia.
"Bagaimana caranya? Tentu dengan meningkatkan kualitas SDM Indonesia,” tulis Sri Mulyani.
Ia menyebutkan, tak hanya melalui pendidikan, kesehatan juga tak kalah penting terutama untuk mengurangi gizi buruk pada anak. Anak-anak yang sehat adalah cikal bakal SDM yang produktif dan berdaya saing.
“Kesehatan yang baik juga harus ditunjang oleh infrastruktur dasar yang baik untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” ujar dia. (https://www.liputan6.com/bisnis/read/5451241/peringati-hari-kesehatan-nasional-sri-mulyani-ingatkan-pentingnya-memiliki-arsitektur-kesehatan-hadapi-pandemi)
Tidak dapat dipungkiri, bencana covid-19 tiga tahun lalu yang menerjang dunia menjadi pukulan yang mematikan bagi semua negara. Hingga negara maju sekalipun sangat merasakan dampaknya. Hal ini seharusnya bisa membuat masyarakat sadar bahwa penanganan covid-19 oleh dunia global pun terbukti gagal.
Dimana kegagalannya bukan semata faktor alamiah dari pandemi itu, melainkan akibat dari penerapan sistem batil, yaitu sistem kapitalisme yang hanya menilai segala hal untuk mendapatkan keuntungan materi dari setiap kebijakannya. Termasuk kebijakan kesehatan.
Sistem kesehatan kapitalisme dibangun dari paradigma bisnis. Ini bisa dilihat dari adanya perjanjian General Agreement on Trade in Service (GATS) yang dibuat oleh World Trade Organization (WTO) pada bulan Januari tahun 1995, menjadikan 12 sektor jasa sebagai jalan kran investasi dan liberalisasi. Salah satunya adalah sektor kesehatan.
Oleh karena itu, yang menjadi persoalan mendasar sebenarnya adalah adanya paradigma yang salah terhadap kesehatan bukan semata karena SDM sumber masalah utamanya. Namun tentu tidak mengherankan jika sistem kapitalis yang menjadi pijakan. Sistem kapitalisme ini tidak akan mampu membangun arsitek kesehatan yang handal untuk menghadapi bencana kesehatan, jika keuntungan menjadi prioritas utamanya. Rakyat? Tentu saja menjadi target market utama mereka untuk merauk keuntungan sebanyak-banyaknya. Bahkan berbagai kartu yang dianggap saktipun hanya slogan, nyatanya uang rakyat juga yang diputar didalamnya.
Berbanding terbalik dengan Islam, Islam sebagai sebuah ajaran telah menawarkan beberapa aturan dan pedoman hidup bagi manusia yang berlaku secara universal yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Termasuk masalah Kesehatan telah diatur dalam Islam. Kesehatan yang merupakan kebutuhan vital masyarakat, maka pelayanannya dijamin oleh negara. Dalam Institusi Khilafah yang dipimpin Khalifah sebagai penanggung jawab layanan publik. Khilafah wajib menyediakan sarana kesehatan, rumah sakit, obat-obatan, tenaga medis, dan sebagainya secara mandiri. Sebagai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Rasulullah saw. bersabda: Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari).
Kemudian, Negara Khilafah juga menyediakan layanan kesehatan bagi setiap rakyat secara gratis. Seorang Khalifah dalam mengatur urusan rakyat adalah melayani dan bertanggung jawab sepenuhnya. Khalifah tidak akan menempatkan rakyat sebagai alat untuk memperoleh keuntungan dalam urusan ini.
Adapun sumber pendanaan untuk layanan kesehatan, tenaga kesehatan dan ketersediaannya bersumber dari pos kepemilikan negara. Pos ini berasal dari harta Usyur, Khazraj, Jizyah, ghanimah dan sejenisnya. Dana ini akan digunakan negara untuk menanggung biaya kesehatan. Sehingga tidak ada satupun warga negara yang tak mendapat jaminan kesehatan secara gratis dan berkualitas. Kaya ataupun miskin, mereka akan mendapat layanan kesehatan yang sama.
Namun yang harus dipahami bahwa jaminan pelayanan kesehatan rakyat yang memungkinkan setiap individu rakyat bisa mengakses layanan kesehatan terbaik secara gratis, membutuhkan sistem pemerintahan dan kebijakan yang benar. Sebab, ia akan bersangkutan dan akan berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang lainnya. Dalam hal ketercukupan dana, misalnya, dibutuhkan pemerintahan dan kebijakan yang menjadikan penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam ada di tangan pemerintah/negara, bukan swasta.
Dengan demikian, jelaslah bahwasanya hal-hal di atas hanya bisa diwujudkan dalam sistem pemerintahan yang tegak di atas paradigma dan aturan terbaik, sistem pemerintahan tersebut adalah Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Bukan demokrasi kapitalistik seperti saat ini.
Wallahu’alam bishowab