Oleh Ai Hamzah
Dentuman suara bom tak menyiutkan semangat anak anak Palestina. Suara yang mencekam senjata yang beriringan tak menjadikan mereka ketakutan. Bahkan ketika mereka menjadi korban pun dengan luka dimana-mana akibat muntahan bom tak menjadikan kesedihan yang luar biasa dengan raungan tangisan. Tangguh dan berani begitulah mereka anak anak Palestina.
Darah yang mengalir dari tubuh mereka tak dihiraukannya. Luka yang menganga di tubuhnya tak membuatnya surut dalam penderitaan yang larut. Mereka tetap tersenyum, mereka tetap menggebu gebu dalam perjuangan. Dengan mengatakan bahwa mereka hanya takut kepada Allah, dan Palestina adalah negeri mereka yang harus dipertahankan.
Pun... Ketika mereka syahid menjadi korban kebiadaban Yahudi laknatullah. Disana Tak ada raungan tangisan orang tua yang merasa sedih mendalam. Jenazah anak-anak yang tidak berdosa menjadi saksi kebiadaban Zionis. Anak-anak yang tidak tahu mau kemana berlari dan mencari perlindungan ketika bom itu jatuh dan akhirnya menjadi korban. Yaa... Mereka syahid, mereka tengah menikmati indahnya surga, berlarian bermain sembari menikmati jamuan Allah di surga. Itulah mereka anak-anak Palestina yang tidak takut pada siapa pun kecuali kepada sang pencipta Allah SWT.
Lalu apa yang terjadi dengan anak-anak dinegeri ini? Sudahkah kita sebagai orang tua mendidiknya seperti anak-anak Palestina? Miris memang, disaat anak-anak Palestina berjuang dalam peperangan, justru anak-anak di negeri sibuk dengan urusan hawa nafsu belaka. Tawuran, bullying, seks bebas, generasi yang krisis identitas, gamer dll. Sehingga tak jarang menemukan generasi yang lembek seperti stroberi. Ketiaka diterpa masalah langsung menciut bahkan depresi, penyakit jiwa dan akhirnya bunuh diri. Nauzubillah...
Anak seyogyanya adalah aset akhirat. Selayaknya generasi/anak-anak Palestina. Meskipun hidup di negeri yang dijajah dan peperangan tidak menjadikan mereka hanya berpangku tangan dan meminta belas kasihan kepada orang lain. Dengan keteguhannya aqidahnya kepada Allah mereka menyatakan bahwa mereka hanya takut kepada Allah. Ketaatan kepada Allah menjadi prioritas sehingga syahid pun dihadapinya dengan semangat. Karena pertolongan Allah sangat nyata baginya. Menang atau syahid itu pilihannya...
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ﴿١٦٩﴾فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴿١٧٠﴾يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb-nya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka. Dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. Bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” [Ali ‘Imran/3: 169-171].[1]
Hadits ‘Ubadah bin Shamit. Demikian pula hadits Qais al-Judzami. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللهِ سِتُّ خِصَالٍ يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دُفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيُرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْـرِ، وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ اْلأَكْبَرِ، وَيُحَلَّى حُلَّةَ اْلإِيْمَانِ وَيُزَوَّجُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ.
“Ada enam keistimewaan di sisi Allah yang dimiliki oleh seseorang yang mati dalam keadaan syahid: (1) Dia diampuni semenjak tetesan darah yang pertama. (2) Diperlihatkan tempatnya di dalam Surga. (3) Dilindungi dari siksa kubur. (4) Aman dari kegoncangan yang sangat besar. (5) Dihiasai dengan perhiasan keimanan dan dinikahkan dengan bidadari-bidadari. (6) Bisa memberikan syafa’at kepada tujuh puluh orang keluarganya.”
Begitulah mereka anak-anak Palestina sedini mungkin bahkan sejak dalam kandungan telah ditanamkan akidah. Sehingga tumbuh rasa kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya. Mati syahid merupakan mimpi bagi mereka, berjihad adalah cita cita tertingginya. Dengan keyakinan itu menjadi modal bagi mereka bahwa hanya Allah dan Rosulullah lah yang patut mereka perjuangkan sampai Allah memberikan kemenangan bagi mereka, Allahu Akbar.
Wallahu alam
Tags
Opini