Oleh : Nita Karlina
Buruh adalah setiap orang yang bekerja di suatu tempat/ perusahaan dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dan mayoritas penduduk Indonesia adalah bekerja sebagai buruh. Namun nasib buruh di persulit oleh sistem kapitalisme saat ini. Pasalnya pemerintah telah mengesahkan UU omnibus law yang sebelumnya telah di nilai merugikan rakyat.
Karena itu, Massa buruh menggelar demo di depan gedung Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI siang ini. Arus lalu lintas di Jalan Gatot Subroto mengarah ke Cawang macet. "Massa dari buruh berjumlah sekitar 500 orang, demo terkait omnibus law," kata Witarsa saat dihubungi detikcom, Selasa (7/11/2023) pukul 12.47 WIB. Adapun tuntutan massa buruh salah satunya kenaikan upah 15 persen. Saat ini massa menyampaikan orasi di depan Kemnaker. (DetikNews com, 07/11/2023)
Tak dapat di pungkiri bahwa sistem kapitalis saat ini begitu mencengkeram kehidupan masyarakat. Naiknya harga bahan pokok, seperti beras dan minyak, merupakan suatu kepedihan yang tak terlihat oleh pemerintah, di tambah dengan merembetnya kenaikan bahan makanan lainnya. Sementara upah para buruh tetap pada posisinya.
Tak hanya itu, dengan keberadaan UU omnibus law tentang cipta kerja menambah beban bagi kehidupan buruh itu sendiri. Pasalnya beberapa pasal di anggap merugikan masyarakat. Seperti misalnya, cuti haid dan nifas tidak lagi tercantum dalam UU cipta kerja, hak menjalankan peribadatan tidak lagi tercantum, hak menyusui tidak lagi tercantum, cuti jangka panjang tidak lagi tercantum, dan masih banyak lainnya.
Padahal sebelum pengesahan UU tersebut banyak orang dari berbagai kalangan memprotes di sahkannya UU ini. Namun pada faktanya aspirasi rakyat tidak lagi di pedulikan. Dengan berdalih agar perekonomian negara dapat tetap stabil pemerintah tetap dengan pendiriannya mengesahkan UU tersebut.
Nasib buruh kian pilu dengan kondisi yang di alami saat ini. Kapitalisme berhasil menjadikan para pemilik modal yang berkuasa atas kekuasaan ini. Tak lagi melihat kepentingan rakyat. Rakyat di anak tirikan sementara asing di anak kandungkan.
Islam Melindungi Kaum Buruh
Syariah Islam memberikan perlindungan kepada kaum buruh dengan mengingatkan para majikan/perusahaan sejumlah hal: Pertama, perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis pekerjaan, waktu/durasi pekerjaan serta besaran upahnya. Mempekerjakan pekerja tanpa kejelasan semua itu merupakan kefasadan.
Kedua, upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah. Cara inilah yang dipakai sistem Kapitalisme di seluruh dunia. Dibuatlah standar upah minimum daerah kota/kabupaten atau propinsi. Akibatnya, kaum buruh hidup dalam keadaan minim atau pas-pasan. Pasalnya, gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Seberapa keras mereka bekerja tetap saja mereka tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat karena besaran upahnya diukur dengan cara seperti itu. Bahkan di masyarakat Eropa yang standar gajinya terlihat besar, gaji buruh juga tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Pasalnya, biaya hidup mereka juga besar. Inilah kelicikan sistem Kapitalisme.
Dalam Islam, besaran upah mesti sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup mininum masyarakat. Pekerja yang profesional/mahir di bidangnya wajar mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula. Meski pekerjaan dan kemampuan sama, tetapi waktu dan tempat bekerja berbeda, berbeda pula upah yang diberikan. Misal: tukang gali sumur yang bekerja di lapisan tanah yang keras semestinya mendapatkan upah lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan serupa di tanah yang lunak.
Ketiga, perusahaan wajib memberikan upah dan hak-hak buruh sebagaimana akad yang telah disepakati, baik terkait besarannya maupun jadwal pembayarannya. Majikan/perusahaan haram mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau menunda-nunda pembayaran upah. Semua ini termasuk kezaliman. Nabi saw. bersabda:
قَالَ اللَّهُ ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ، وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ
Allah telah berfirman, “Ada tiga golongan yang Aku musuhi pada Hari Kiamat: seseorang yang berjanji atas nama-Ku kemudian ingkar; seseorang yang menjual orang merdeka kemudian menikmati hasilnya; seseorang yang memperkerjakan buruh dan buruh tersebut telah menyempurnakan pekerjaannya, namun ia tidak memberikan upahnya.” (HR al-Bukhari).
Menunda pembayaran upah/gaji pegawai, padahal mampu, termasuk kezaliman. Nabi saw. bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman (HR al-Bukhari dan Muslim).
Bahkan orang seperti ini halal kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman, sebagaimana sabda Nabi saw.:
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ
Orang yang menunda kewajiban itu halal kehormatannya dan pantas mendapatkan hukuman (HR Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Negara wajib turun tangan menyelesaikan perselisihan buruh dengan majikan/perusahaan. Negara tidak boleh berpihak kepada salah satu pihak. Akan tetapi, negara harus menimbang dan menyelesaikan permasalahan kedua pihak secara adil sesuai dengan ketentuan syariah Islam.
Tidak ada solusi yang dapat mengatasi problematika negeri ini, kecuali Islam. Hanya Islam yang akan memberikan berkah dan rahmat bagi seluruh alam. Sudah saatnya kita kembali pada hukum Allah, karna Allah Swt adalah sebaik baik pembuat hukum.
Wallahualam bishowwab.