Oleh: Siti Aminah
Aktivis Muslimah Kota Malang Jatim
Perahu berisi 194 pengungsi Rohingya berlabuh di Pidie, Aceh. Menyusul kedatangan tersebut, keesokan harinya datang perahu berisi 147 pengungsi lagi ke Pidie. Sumber lokal di tempat kejadian menyebutkan bahwa kedua perahu tersebut diterima dengan baik dan semua pengungsi saat ini berada di tempat penampungan. Perahu lain yang berisi sekitar 247 pengungsi Rohingya, Kamis (16/11/2023) mencoba turun di Bireun, Aceh. Informasi dari sumber kredibel Amnesty menyebut bahwa penduduk setempat memperbaiki kapal yang ditumpangi itu dan menyediakan makanan bagi penumpangnya. Kendati demikian, mereka ditolak dan mencoba masuk kembali ke perairan Aceh Utara pada sore hari, namun kembali menghadapi penolakan. Hingga kemarin, Sabtu (18/11/2023), perahu pengungsi Rohingya tersebut masih terombang-ambing di perairan Aceh.
Pengungsi Rohingya yang tiba di perairan kawasan Jangka, Bireuen, tersebut sebetulnya telah sempat mendarat di pantai. Warga setempat telah membantu para pengungsi dengan memberikannya makanan dan minuman sekadarnya. Namun sangat disayangkan para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal. Padahal soal penemuan pengungsi telah diatur dalam Perpres 125/2016 terutama pasal 17 dan 18. menyampaikan bahwa Indonesia tak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya. Hal itu berdasarkan pada aturan Konvensi 1951 dan Indonesia tidak ikut meratifikasi. Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut, beberapa waktu lalu waktu negara lain yang meratifikasi konvensi tersebut, namun abai kepada urusan kemanusiaan Rohingya. Indonesia memberikan bantuan semata karena urusan kemanusiaan. "Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu. Ada banyak pihak yang memanfaatkan belas kasih kepada pengungsi untuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Oleh karenanya, Indonesia harus berhati-hati dalam menerima pengungsi. tirto.id (19/11/2023)
Ratusan nyawa berada dalam bahaya. Pemerintah pusat dan pemerintah Aceh harusnya segera dan tanpa syarat menyelamatkan mereka, mengizinkan mereka turun, menyediakan bantuan kemanusiaan, keselamatan dan tempat berlindung. Absenya pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi Rohingya amat disayangkan. Padahal, bulan Oktober lalu Indonesia terpilih dengan suara terbanyak sebagai anggota Dewan HAM PBB.
Hal ini tidak mungkin dilakukan walaupun Indonesia menjadi salah satu anggota PBB, karena Indonesia yang terikat dengan hukum buatan manusia yang keadilannya berdasarkan siapa yang berkuasa, berbeda dengan Islam yang keadilannya berdasarkan pada hukum Syara' yang dibuat oleh yang maha tahu yaitu Allah SWT.
Pengungsi Rohingya hingga kini terkatung-katung akibat pengusiran di negeri asalnya. Dan dunia pun tidak memberikan solusi tuntas. Apalagi tidak semua negara meratifikasi konvensi tentang pengungsi termasuk Indonesia.
Persoalan penting lain yang terjadi adalah mereka saat ini tidak memiliki status kewarganegaraan atau Stateless. Mereka juga memiliki resiko menjadi korban TPPO.
Kesengsaraan muslim Rohingya ini di sebabkan umat Islam terpecah belah menjadi berbagai negara sehingga tidak ada lagi rasa persaudaraan yang seharusnya bisa menyatukan mereka. Paham kebangsaan yang membuat muslim yang lain bukanlah urusan mereka tapi Urusan negara yang sedang berkonflik walaupun sampai terjadi pembantaian dan pengusiran tidak bisa mengubah pemikiran mereka untuk membantu dan menolong. Ini bertentangan dengan perjalanan Rasulullah Saw dalam dakwahnya, Nabi Muhammad mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin.
Kaum Muhajirin adalah para pengikut Nabi Muhammad yang hijrah dari Mekkah ke Madinah pada 622 dalam rangka menjaga keimanan dan menyelamatkan diri dari gangguan kafir Quraisy.Sedangkan Anshar, secara bahasa berarti penolong. Kaum Anshar adalah golongan yang menerima hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah menuju Madinah.
Sikap kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin yang hijrah ke Madinah bersama Nabi Muhammad pun sangat baik. Seharusnya kaum muslim meneladani Rasulullah Saw dengan menolong orang-orang Rohingya bahkan ikut mempertahankan tanah milik mereka dari orang-orang kafir.
Pengungsi Rohingya akan mendapatkan jaminan keamanan dan perhatian termasuk kewarganegaraan jika ada Khilafah karena Khilafah akan menjadi pelindung setiap muslim di manapun berada apalagi yang mendapatkan kedzaliman.
Khilafah Islam menjadi perisai dan pelindung setiap muslim, bahkan akan membela dengan mengerahkan kekuatan pada negara yang melakukan kedzaliman karena darah kaum muslimin harus dijaga kemuliaannya.
Tags
Opini