Menghapus Korupsi di Sistem Demokrasi: Ilusi!




Oleh Nurul Layli (Aktivis Mahasiswa)

 

Prestasi! Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Firli Bahuri menyatakan bahwa lembaga antikorupsi tersebut sudah menangkap sebanyak 1.600 orang koruptor dalam kurun waktu 20 tahun terakhir yakni sejak 2003-2023. Khusus tiga tahun terakhir, KPK RI sudah menangkap dan menahan tersangka korupsi kurang lebih sebanyak 513 orang (antaranews.com).

Sejalan dengan fakta tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia 2023 yang mengalami penurunan dibandingkan dengan IPAK tahun 2022, dari angka 3,93 turun menjadi 3,92. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menilai bahwa hasil IPAK 2023 menunjukkan secara keseluruhan perilaku antikorupsi di Indonesia mengalami penurunan. Dengan kata lain, upaya untuk mewujudkan Indonesia yang semakin bersih dari korupsi belum menunjukkan hasil (tirto.id).

Sungguh prestasi yang memalukan! Banyaknya koruptor yang ditangkap sesungguhnya menggambarkan bobroknya sistem negara yang diterapkan hari ini.  Bahkan pembentukan lembaga antikorupsi pun ternyata tak mampu mencegah terjadinya kasus korupsi. Lantas mengapa kasus korupsi ini tak kunjung usai? Adakah solusi tuntas atas menjamurnya kasus korupsi di negeri ini?

Sejatinya, banyak faktor yang turut andil menjadi sebab maraknya kasus korupsi di negeri ini. Beberapa faktor tersebut diantaranya lemahnya iman pada diri pelaku, rusaknya integritas abdi negara dan penguasa, tindak korupsi yang sudah membudaya serta lemahnya sistem hukum. Semua faktor tersebut yang akan semakin memudahkan terjadinya tindak korupsi.

Lemahnya iman pada diri pelaku dapat terjadi karena kurangnya kesadaran hubungan antara dirinya dengan Allah (idrak silah billah). Ketika seseorang memiliki idrak silah billah dalam dirinya, maka ia akan senantiasa merasa dilihat oleh Allah dalam setiap aktivitasnya. Sehingga ia tidak akan mungkin berani untuk bermaksiat di hadapan Allah. Namun, berbeda dengan para pelaku korupsi. Sudah jelas pada diri mereka tidak ada yang namanya idrak silah billah sebab begitu mudahnya mereka melakukan tindakan korupsi yang notabene itu merupakan hal haram.

Selain itu, hal yang menjadikan korupsi semakin menggurita adalah rusaknya integritas abdi negara dan penguasa. Siapa pun tak akan menyangkal jika dikatakan bahwa biaya politik demokrasi saat ini amatlah tinggi. Mahalnya biaya untuk masuk ke dalam parlemen mengharuskan para calon pejabat untuk menghabiskan banyak biaya. Belum lagi, jika mereka mendapatkan bantuan modal dari para kapitalis (pemilik modal), maka mereka juga berkewajiban untuk mengembalikannya. Lantas apalagi cara paling cepat untuk balik modal jika bukan dengan korupsi?

Tindak korupsi yang membudaya hari ini sebenarnya juga tak terlepas dari lemahnya hukum yang diterapkan. Hukum yang dijatuhkan masih belum mampu memberikan efek jera dan rasa takut bagi pelaku korupsi. Buktinya, kasus korupsi kian hari bukannya semakin menurun tetapi sebaliknya justru semakin meningkat. Kompilasi dari berbagai faktor inilah yang akhirnya menjadikan korupsi sangat sulit diberantas.

Sejatinya, mudahnya tindak korupsi yang terjadi merupakan satu keniscayaan dalam sistem Kapitalisme-Sekuler yang ditopang oleh sistem Demokrasi. Kapitalisme merupakan sistem kehidupan yang menjadikan materi atau keuntungan sebagai orientasi hidupnya. Segala hal akan dilakukan untuk mendapatkan apa yang diinginkan tanpa memandang lagi halal dan haram. Sebab asas sistem Kapitalisme adalah sekularisme yaitu pemisahan nilai agama dari kehidupan. Agama hanya difungsikan dalam mengatur ibadah, tetapi pengaturan kehidupan dibiarkan bebas dibuat oleh manusia.

Kapitalisme juga meniscayakan para pemilik modal (kapitalis) untuk berkuasa di dalam negara yang menerapkan sistem Kapitalisme ini. Sebab merekalah yang memiliki biaya dan dapat membeli apapun dengan cuannya termasuk jika itu adalah regulasi atau hukum di suatu negeri. Adalah sistem Demokrasi yang menjadi wadah bagi para kapitalis berkuasa. Mereka bersembunyi tangan di balik para penguasa negeri dalam pembuatan segala kebijakan. Jadi, wajar bukan jika selama ini banyak kebijakan yang jusrru memihak pada para kapitalis dibandingkan pada rakyat?

Untuk itulah, harusnya tidak ada lagi kesempatan bagi sistem Kapitalisme-Sekuler maupun Demokrasi bercokol di negeri ini. Saatnya membabat habis korupsi sampai ke akarnya dengan menggunakan sistem hidup yang solutif atas segala problematika kehidupan. Hanya Islam, agama yang diridhai oleh Allah yang mampu membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia bahkan alam semesta.

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah mengatur berbagai aspek kehidupan dengan begitu apik. Islam dengan sistem pemerintahannya yaitu Khilafah Islamiyah telah menetapkan berbagai aturan dalam mencegah dan menangani kasus korupsi. Islam telah mengharamkan korupsi sebab hal itu termasuk perbuatan dosa. Lantas bagaimana penanganan Islam terhadap korupsi?

Sebagai langkah awal, Islam memiliki berbagai mekanisme untuk mencegah korupsi termasuk dalam membangun individu berkepribadian Islam. Islam dengan sistem pendidikannya akan mencetak generasi rabbani yang memiliki iman dan takwa kepada Allah. Menjadi pribadi yang senantiasa taat dan semaksimal mungkin menghindari kemaksiatan.

Islam juga mendorong masyarakat untuk turut serta dalam upaya pencegahan tindak korupsi. Islam mewajibkan pada para penganutnya untuk senantiasa melakukan amar ma'ruf nahi mungkar antar sesama termasuk kepada penguasa. Dengan budaya amar ma'ruf nahi munkar ini, tentu akan menekan angka tindak korupsi. 
 
Namun, jika dengan langkah-langkah tersebut masih belum mampu mencegah tindak korupsi, maka negara akan memberlakukan sistem sanksi. Sistem sanksi dalam Islam memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai zawajir (memberi efek jera) dan jawabir (sebagai penebus dosa di akhirat). Dengan sistem sanksi seperti ini, maka kejahatan termasuk korupsi akan dapat dicegah dan diberantas. Adapun jika berkaitan dengan suap-menyuap , itu disebut dengan harta ghulul atau harta yang diperoleh secara curang. Maka, harta ini tidak boleh dimiliki oleh individu dan akan dikembalikan kepada negara.

Seperti itulah gambaran penerapan Islam dalam menangani kasus korupsi. Namun, segala pengaturan ini tidak bisa diterapkan dalam sistem Kapitalisme-Sekuler sebab ia menihilkan peran agama dalam kehidupan. Pengaturan Islam hanya mampu diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah Islamiyah.

Khilafah Islamiyyah merupakan suatu kepemimpinan umum bagi kaum muslimin yang  berfungsi untuk menerapkan seluruh hukum Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Khilafah dipimpin oleh seorang Khalifah yang akan memastikan penerapan syariat Islam berjalan dengan baik. Khilafah sendiri merupakan syariat Islam yang keberadaannya wajib untuk diperjuangkan. Sebagaimana sabda beliau Saw., "Barangsiapa yang mati dan di lehernya tidak ada bai'at, maka ia mati seperti keadaan orang jahiliyah” (HR. Muslim no. 1851). Wallahu'alam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak