Mengakhiri Konflik Palestina dengan Islam Kaffah




Oleh: Tri S, S.Si


Operasi Badai Al-Aqsa yang diluncurkan pada Sabtu (7/10/2023) menggemparkan dunia internasional. Di balik operasi ini, ada sayap militer Hamas, Brigadir Al-Qassam. Belum lama ini, sejak serangan tersebut, viral di media sosial, seruan jihad yang disampaikan Panglima Tinggi Al-Qassam, Muhammad ad-Dhaif, berikut ini terjemah lengkapnya yang dialihkan dari rekaman viral berbahasa Arab:  

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji untuk Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat untuk Baginda Muhammad, Rasulullah SAW, komandan mujahidin, dan segenap keluarga berikut saudaranya.  Allah SWT berfirman: 

“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.” (QS Al-Qamar: 45-46) 

Wahai segenap bangsa Arab dan Islam dari benua hingga teluk, dari Tangier (Maroko) hingga Jakarta, wahai para segenap umat merdeka dari penjuru dunia.

Assalamualaikum WR WB.
Otoritas Zionis Yahudi sungguh telah menjajah tanah, mengusir penduduknya, menghancurkan kota-kota, dan meluluhlantahkan desa-desa, dan merampas hak-hak bangsa kami, melakukan pembantaian, membunuh anak-anak, wanita, orang tua, menghancurkan rumah-rumah mereka yang selama ini hidup tenang, memberlakukan kebijakan blokade yang bertentangan norma kemanusiaan dan mengebiri tradisi hukum dan internasional. Sudah kami peringatkan elite Zionis Yahudi agar tidak meneruskan tindakan kriminal mereka dan kami sudah berjanji ke pemimpin dunia tidak tinggal diam untuk meletakkan batas kriminalitas penjajahan atas nama hak tempat suci dan tanah kami, lalu juga untuk memaksa penjajah agar mematuhi hukum dan keputusan internasional tetapi mereka abaikan, pemimpin dunia pun bergeming, bahkan kriminalitas penjajah semakin ngawur dan melampaui segala batas, terutama terhadap Yerusalem dan Al-Aqsa yang diberkahi, kiblat pertama dan tempat suci ketiga yang mulia.

Pengepungan penjajah semakin brutal terhadap Al-Aqsa, mengotori kesuciannya dengan sepatu-sepatu mereka, menyakiti para penjaga dengan pukulan tendangan, selalu dan berulang-ulang, mengusir orang tua, anak-anak dan pemuda, melarang keluarga kami masuk ke dalam Al-Aqsa sementara mereka mempersilakan pengikut Yahudi untuk mengotori Al-Aqsa dengan pengepungan tiap hari (Republika.co.id, 15/10/2023).

Setiap waktu berkala, konflik entitas zionis Yahudi-Palestina selalu mencuat. Berbagai versi fakta permasalahan tersampaikan di media sosial yang membuat netizen beradu opini. Tak sedikit pula seruan untuk menghentikan perang tersebut dan pembelaan dilakukan kepada Palestina. Bahkan, banyak kaum Muslim rela menyisihkan hartanya dengan jumlah tak sedikit sebagai donasi untuk Palestina.

Bila kita perhatikan, masalah ini tak kunjung selesai. Padahal berbagai sikap dan tindakan telah dilakukan untuk menghentikan konflik antara keduanya. Mirisnya, kaum Muslim masih banyak yang belum memahami akar permasalahan. Sehingga hanya fokus seputar kemerdekaan Palestina dan donasi yang sifatnya materi. Memang materi juga dibutuhkan, namun hal tersebut hanya ibarat solusi tambal sulam. Bahkan, organisasi dunia sekelas PBB saja tak mampu menuntaskan permasalahan ini. Lantas, apa sebenarnya akar masalah dan apa solusi hakiki yang bukan tambal sulam?


Yang perlu kita ketahui saat ini adalah :
Pertama, secara global saat ini tak ada hal yang membuat Palestina ditakuti meskipun kemerdekaan telah diraih. Kepemimpinan kaum muslimin atas seorang khalifah telah mengalami kekosongan selama hampir satu abad. Dalam riwayat dari Imam Bukhari-Muslim dikatakan Imam atau khilafah adalah Perisai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.”

Makna kata perisai menurut yang kita pahami tentu sangatlah jelas, sebagai pelindung yang melindungi dari berbagai bahaya dan ancaman. Dalam hal ini perlindungan terhadap Palestina tidak bisa hanya dilakukan oleh Presiden atau pemimpin-pemimpin negara saat ini. Karena kekuatan Presiden hanya sebatas kekuatan satu negara. Berbeda dengan Khalifah yang kepemimpinannya tidak tersekat oleh batas-batas antar negara. Inipun berlaku oleh negeri-negeri Muslim yang lain yakni hanya hidup dibawah kepemimpinan nasional dengan sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Tentunya hal tersebut tidak akan mendukung dunia memiliki satu komando.

Selama 13 abad berlangsungnya kekhilafahan atau kepemimpinan Islam, Palestina dan semua wilayah dibawah kepemimpinannya aman, tentram, terjaga dan disegani. Pernah pada masa Khalifah Abdul Hamid II, beliau terus didatangi oleh Zionis Yahudi bahkan dengan sogokan uang, namun beliau selalu dengan tegas menolak untuk mempertahankan wilayah kekhilafahan. Ketika ditolak, Zionis Yahudi tidak pernah berani melakukan tindakan apapun, sebab wilayah Daulah Khilafah memiliki wibawa dan kekuatan besar yang sangat ditakuti. Namun berbanding terbalik saat perisai dari Khalifah telah tiada seperti saat ini. Hal ini yang tidak disadari oleh banyak kaum Muslim.

Kedua, saat ini kita tersekat oleh batas nasionalisme. Dimana, antara negeri-negeri Muslim di seluruh dunia tersekat oleh batas-batas negara. Yang pada akhirnya, masing-masing negara pun memiliki sekat teritorial dan aturan serta sikap yang terbatas terhadap negara lain. Hingga, tak ada satu pun kepala negara dari negeri Muslim yang mengirimkan bala bantuan pasukan tentara. Selama ini hanya kecaman-kecaman, yang tak akan membuat jera pemicu konflik. Dampak dari sikap fanatik nasionalis ini pun berbahaya, dimana kita hanya akan mementingkan negara kita saja. Tak perduli apa yang terjadi pada negara lain meskipun sesama muslim, yang penting negara kita aman. Padahal kaum Muslim itu satu tubuh, tapi kandas istilah tersebut karena sekat nasionalis.
Sebenarnya, jika kita cermati, negeri-negeri Muslim di dunia semua dalam jeratan penjajahan, hanya versinya saja yang berbeda, ada yang fisik dan non-fisik.

Ketiga, jeratan paham sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan dan sikap individualis masih erat melekat pada kaum muslimin, ini keadaan yang sungguh menyedihkan. Masih banyak yang tidak perduli dengan kondisi yang terjadi. Sikap individualis membuat kita hanya memikirkan kehidupan diri sendiri. Terlena dengan kesenangan dan kenyamanan yang kita dapatkan. Sadarkah kita, bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara. Semua kerakusan dan keserakahan akan musnah, yang tersisa hanya amal yang kita lakukan. Tentunya, amal yang dimaksud bukan hanya amalan-amalan sholat, zikir atau sedekah. Melainkan, amalan perjuangan terhadap Islam, pembelaan-pembelaan terhadap saudara semuslim yang dizalimi. Mengingat lagi sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari riwayat muslim “Barangsiapa yang bangun pagi tetapi dia tidak memikirkan kepentingan umat Islam maka dia bukan umatku.”.

Sudah saatnya kita menjadi orang yang peduli, bersuara untuk keadilan dan kebenaran. Tentunya keadilan dan kebenaran hanya akan terasa dalam terapan aturan Islam secara menyeluruh. Maka jadilah orang yang memperjuangkannya. Inilah sebaik-baik amal. Semoga Allah istiqomahkan kita. Wallahu alam bish shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak