Oleh : Ummu Aqila
Impian memperkuat budaya antikorupsi di masyarakat dan birokrasi negara ternyata upaya lebih lagi. Berdasarkan rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2023 turun menjadi 3,92 dibandingkan IPAK tahun 2022. Nilai IPAK yang diterbitkan BPS pada tahun lalu adalah 3,93. IPAK merupakan indeks yang mengukur tingkat perilaku anti korupsi di masyarakat pada tingkat nasional dengan skala 0-5. Semakin tinggi nilai IPAK atau mendekati angka 5 maka semakin tinggi pula budaya antikorupsinya. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPAK maka semakin menunjukkan budaya permisif masyarakat terhadap korupsi. tirto.id (08 Nov 2023).
Skor IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu indeks persepsi dan indeks pengalaman. Plt Direktur BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, data yang dihimpun dalam survei IPAK meliputi opini atau persepsi adat istiadat masyarakat terkait pelayanan publik berupa suap, gratifikasi, pemerasan, nepotisme, dan sembilan nilai antikorupsi, termasuk kejujuran dan tanggung jawab. Kantor BPS Jakarta, Senin (6/11/2023).
Hasil IPAK 2023 menunjukkan, nilai Indeks Persepsi 2023 sebesar 3,82 atau meningkat 0,02 poin dibandingkan tahun 2022. Sebaliknya, Indeks Pengalaman 2023 menunjukKan angka 3,96 yang berarti menurun sebesar 0,03 poin dibanding Indeks Pengalaman 2022 (3,99). Angka IPAK 2023 sebesar 3,92 juga berarti tidak tercapainya angka IPAK yang ingin dicapai tahun ini berdasarkan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Walhasil, tidaklah mengherankan bila dalam kurun 10 tahun terakhir 2003-2023 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri menyatakan bahwa lembaga antirasuah telah menangkap 16000 koruptor. Dan dalam tiga tahun terakhir telah menangkap 513 tersangka koruptor. Banyaknya koruptor yang tertangkap meneggambarkan bobroknya sistem negara. Bahkan pembentukan lembaga anti korrupsi pun tak mampu mencegah.
Mudahnya korupsi satu keniscayaan dalam sistem sekuler kapitalis demokrasi. Sudah menjadi rahasia umum sistem kapitalis demokrasi sekuler memberi jalan bagi korupsi. Konsekuensi dari munculnya kapitalisme adalah tentakel korupsi itu sendiri. Ini karena kapitalisme menempatkan uang/kapital pada mahkotanya. Oleh karenanya membuat setiap orang yang terlibat fokus dengan cara yang sama ketika bertindak, yaitu uang dan uang. Jika mereka tidak puas dengan jumlah keuntungan yang mereka peroleh dari (kurang) saluran resmi, mereka selalu mencari celah baru untuk mengumpulkan lebih banyak uang melalui saluran tidak resmi juga. Apalagi sistem ini berbiaya tinggi dan sarat kepentingan oligarki. Tambah lagi adanya keserakahan, rusaknya integritas abdi negara dan penguasa, toleransi atas keburukan dan lemahnya iman makin memudahkan korupsi. Selama sistem kapitalis demokratis dijadikan pegangan dalam sistem kehidupan maka hanyya mimpi untuk negara membabat habis tindak korupsi.
Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan sistem hukum dan sanksi Islam.
Hukum Korupsi menurut Islam
Hukum Islam menyebut tindakan korupsi dengan istilah jarimah atau jinayah. Kedua istilah ini mempunyai pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang dilarang hukum Islam, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta, atau lainnya.
Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 188:
Artinya: Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.
Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 161:
Artinya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 38
Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam hadis disebutkan, dari Sauban (diriwayatkan bahwasanya) ia berkata: Rasulullah SAW melaknat pelaku, penerima dan perantara risywah, yaitu orang yang menjadi penghubung di antara keduanya (HR. Ahmad).
Islam memiliki mekanisme yang tepat untuk memberantas korupsi, yaitu pilar individu, masyarakat, dan Negara dalam menekan segala kejahatan dan maksiat, termasuk korupsi. Mekanismenya adalah sebagai berikut.
Pilar individu yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Pejabat yang salah tidak butuh waktu lama untuk menyimpan kesalahan. Dia berpikir bahwa hukuman setelah kematian lebih berat. Oleh karena itu, pelaku menyerahkan diri kepada pihak berwenang dan mengakui kesalahannya. Dia juga senang dengan hukuman yang diberikan kepadanya. Hal ini jelas memudahkan proses hukum bagi pelaku kejahatan.
Pilar masyarakat dengan perasaan yang sama dalam memenuhi semua aturan negara, memberikan koreksi kepada mereka yang berkuasa ketika hukum dilanggar.
Pilar negara yang menegakkan seluruh syariat Islam dan kekuasaan Islam kaffah yang menjadi perisai bagi seluruh rakyat. Hukum peradilan Islam dalam memberantas korupsi tidak terlepas dari sifat sistem pidana Islam, yaitu zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus). Tujuannya adalah untuk mencegah orang lain yang bukan pelaku melakukan kejahatan yang sama, dan jika pelaku dihukum, sanksi tersebut dapat menebus dosa-dosa mereka.
Pengadilan Islam, hakimnya adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Hakim yang mengadili menurut hukum Islam dan hakim yang menerapkan hukum secara adil menurut aturan syariah. Penguasa Islam memberikan kontrol maksimum pada semua pejabat, termasuk mengontrol semua harta hakim. Dengan demikian, sistem Islam mampu menerapkan sistem antikorupsi, yaitu penerapan Islam kafah dalam kerangka Khilafah. Memberantas tikus dalam rumah tikus adalah sebuah ilusi, sama mustahilnya melindungi kebenaran dan kejujuran dalam sistem sekuler yang melemahkan akidah dan menjauhkan manusia dari aturan Islam. Wallahu'alam bisyowab