Maraknya Bullying



Oleh : Ramiya - Bandung



Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36,31 persen atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami bullying atau perundungan. “Kasus perundungan maupun kekerasan lainnya yang terjadi di sekolah sudah sangat memprihatinkan,” kata Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami. 

Sejatinya bullying dapat membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak. Pada kasus yang berat, bullying dapat menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri atau membunuh sebagai bentuk balas dendam terhadap pelaku.

Tentunya hal ini menjadi tugas bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk sekolah, masyarakat, dan orangtua tentu saja elemen terpenting adalah perlunya peran negara dalam menuntaskan masalah bullying dikalangan pelajar.
Prof. Dr. Susanto, Mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  telah meluncurkan Gerakan Pelopor Anti Bullying melalui Olimpiade Anti Bullying. Namun gerakan anti bullying ini jika dihadapkan pada realita dikalangan pelajar, akan sangat sulit untuk diterapkan dan tidak akan menjadi solusi tuntas dalam kasus bullying, hal ini dikarenakan penyebab bullying sangat kompleks dan banyak diantara pelajar justru enggan bersaing dalam hal akademis.

Menurut mantan Ketua KPAI Asrorun Niam, beberapa penyebab bullying yaitu maraknya tayangan televisi dan games yang mempertontonkan tindak kekerasan serta bullying yang kemudian diimitasi anak, seperti sinetron kekerasan, visualisasi berita kekerasan, games kekerasan yang sering disediakan dan dimainkan anak. Mirisnya, generasi muda kaum muslimin saat ini, sangat dekat gadget yang memudahkan untuk mengakses berbagai informasi. Banyak tontonan dan aplikasi permainan yang menuntun mereka pada kekerasan, dan menzalimi orang lain, yang salah satunya menginspirasi mereka berbuat bullying.

Jika disadari sistem sekulerlah yang menjadi penyebab munculnya berbagai masalah saat ini, termasuk kasus bullying ini. Pemisahan agama dalam kehidupn membuat para pelajar jauh dari pemahaman agama, contohnya sebagai negara mayoritas Islam sepatutnya menyadari bahwa haram hukumnya untuk saling merendahkan, mencibir, menghina, apalagi menzalimi. Dalam Islam keluarga merupakan tonggak utama dalam pembentukan karakter anak. Dan negara adalah perisai yang melindungi rakyat melalui kebijakan-kebijakannya. Namun karena negara menerapkan asas kebebasan dalam berbagai kebijakannya sehingga solusi apapun yang dilakukan bukanlah solusi yang mengakar terhadap masalah bullying ini.

Karena itulah berbagai pencegahan dan penanggulangan pembullyan dari sistem ini tidak akan sanggup mengatasi pembullyan itu sendiri. Akibatnya, bullying tidak akan pernah selesai tuntas.

Mengutip pendapat cendekiawan muslim yang juga pemerhati pendidikan, Ustaz Ismail Yusanto (UIY) di laman Muslimahnews.net, untuk mencegah terjadinya bullyling pada anak, adalah pentingnya menanamkan keimanan kepada Allah, serta ketundukan kepada ajaran Islam sejak anak kecil. Hanya saja pendidikan Islam yang sangat penting ini sering dicurigai sebagai sumber munculnya perilaku radikal, hingga mengawasi sekolah-sekolah Islam, masjid, teramasuk Rohis kampus. Juga banyak orang tua yang terpengaruh dengan framing jahat terhadap Islam yang dilakukan oleh penguasa sehingga banyak orangtua yang melarang anak-anaknya aktif di pengajian, dan justru memilih gadget sebagai teman keseharian anak-anak mereka, yang justru banyak games dan tontonan menjauhkan anak dari perjuangan Islam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak