Oleh : Rahmayanti, S.Pd
Istilah korupsi dari bahasa Belanda yaitu coruptie yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata korupsi berarti busuk, buruk, suka menerima uang sogok ( memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri). Contohnya penggelapan uang, menerima uang sogok dan lainnya.
Fenomena korupsi di Indonesia bukan hal baru, gejala ini sudah mengakar bahkan beranak pinak, dari kalangan rakyat bawah sampai ke pejabat tinggi, tidak ketinggalan dengan praktek busuk ini. Makanya tak heran sangat susah untuk diberangus di setiap kasusnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 2.707 laporan dugaan korupsi selama periode semester 1, tahun 2023, laporan tersebut berasal dari lingkungan pemerintahan. Terkait dengan dugaan korupsi di kementerian atau lembaga atau pemerintahan daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota di BUMN maupun BUMD. KPK telah menangani 85 kasus tindak pidana korupsi sepanjang 1 Januari hingga 6 Oktober.
Sementara kasus terbesar berasal dari lingkungan pemerintahan kabupaten/ kota, yakni 29 kasus atau 34,11 persen dari total kasus korupsi selama periode tersebut. Belum lagi ditambah dengan korupsi yang melibatkan anggota dewan, kalangan swasta dan pejabat eselon dan masih banyak lagi yang tidak bisa dideret satu persatu karena terlalu banyak kasusnya.
Belum selesai persoalan kasus korupsi di masal lalu, kasus-kasus baru terus bermunculan seiring berjalannya waktu, malah banyak para koruptor yang masih bebas berkeliaran tanpa ada sanksi /hukuman. Padahal begitu banyak negara yang dirugikan tak tanggung-tanggung triliunan rupiah.
Dengan maraknya kasus korupsi ini menandakan mulai menurunnya kepercayaan publik atas kinerja yang dilakukan para aparat pemerintah di berbagai bidang. Bahkan ada masyarakat yang merasa apatis, karena roda pemerintahan yang seharusnya diisi oleh orang-orang yeng memiliki integritas tinggi, moralitas yang kuat, bersih, malah terjadi sebaliknya. Diisi oleh orang-orang yang minim moral dan tidak bertanggung jawab. Membuat publik tidak percaya dan akhirnya bersikap masa bodoh pada apapun yang berkaitan dengan dunia politik. Selain itu program yang selama ini direncanakan tidak akan berjalan secara baik, dengan adanya korupsi maka banyak hak-hak rakyat yang dizolimi terabaikan seperti dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan baik fisik maupun non fisik menjadi terhambat, bahkan tidak terwujud, contoh kasus e-KTP pengadaan barang yang seharusnya bisa berjalan lancar malah tak jelas yang berakibat rakyat sulit mengurus masalah yang berhubungan dengan kependudukan.
Kenapa kasus korupsi ini begitu menggurita dan terasa sulit untuk dituntaskan. Ada beberapa alasannya, seperti rendahnya pengawasan, ada campur tangan politik dari yang lebih berkuasa sudah menjadi budaya. Bukan hanya sekedar faktor individu tetapi juga adanya sistem kapitalisme yang melahirkan sekularisme menjadikan hawa napsu manusia sebagai alat pengatur, dan memisahkan dari agama dengan kehidupan sehingga menjadikan kontrol individu lemah karena itu sangat mudah untuk melakukan kemaksiatan.
Sistem ini juga membuat hukum bisa dirubah sesuai dengan kesepakatan bersama, kalaupun ada hukuman hanya bersifat sebagian atau parsial semisal pemecatan atas jabatan yang telah diterimanya atau yang lebih ringan dari itu turun jabatan, bagaimana bisa membuat seseorang menjadi jera dalam melakukan korupsi dalam hal penegakan hukum yang sangat lemah. Bukannya jera akan tetapi malah akan bertambah kasusnya.
Praktek korupsi ini tidak akan terjadi kalau seandainya sistem yang dipakai adalah sistem yang benar atau shahih yaitu sistem Islam. Dalam Islam korupsi termasuk perbuatan khianat, pelakunya disebut khaa,in, korupsi berbeda dengan mencuri (sariqah). Menurut Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya Nizhamul Uqubat, halaman 31.
Praktik korupsi adalah tindakan pengkhianatan yang dilakukan seseorang yaitu menggelapkan yang diamanatkan kepada seseorang, bukan mengambil harta orang lain secara diam-diam seperti mencuri maka sanksi (uqubat) yang akan diberikan termasuk ke dalam ta,zir, adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.
Dalam kitab yang sama di halaman 78-89 menjelaskan bentuk sanksi pelaku korupsi, bisa mulai dari sekedar nasehat atau teguran dari hakim, itu yang paling ringan, bisa juga berupa penjara, dikenai denda (gharamah), diumumkan pelakunya di depan publik, hukuman cambuk, sampai yang paling berat dan tegas yaitu hukuman mati. Teknisnya bisa hukuman digantung/pancung. Berat ringannya hukuman harus disesuaikan dengan berat dan ringanya kejahatan yang dilakukan.
Jelas sanksi yang berdasarkan syariah ini menjadi dasar sebagai upaya prevebtif dan kuratif yang afektif. Sistem sanksi dalam Islam bersifat zawabir dan jawajir. Sebagai jawajir adalah penebus siksaan di akhirat. Untuk zawabir menjadi sarana pencegah terjadinya tindakan kriminal berulang. Ada lagi tindakan preventif lainnya untuk mencegah korupsi menurut syariah Islam, yaitu yang pertama merekrut sumber daya manusia aparat negara wajib berasaskan profesional dan berintegritas, bukan berdasarkan hubungan dan koneksitas. Kedua negara wajib melakukan pembinaan keimanan kepada seluruh aparat dan personel yang bertugas.
Yang ketiga, negara wajib memberikan gaji dan pasilitas yang memadai dan layak kepada aparatnya. Keempat Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi aparat negara. Sebagaimana sabda Rasulullah “ Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah haram dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR. Ahmad).
Yang kelima Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi para aparat pemerintahan, agar mengetahui apakah ada kekeliruan maka ada juga badan pengawasan yang secara ketat memeriksa keuangan sejak di awal dan masa akhir masa jabatan seseorang. Keenam adanya contoh teladan dari pimpinan sehingga tercermin contoh yang baik. Ke tujuh adanya pengawasan oleh negara dan masyarakat.
Dalam pandangan Islam harta dari hasil korupsi termasuk harta haram, karena termasuk curang, sebab diperoleh dengan menambah jumlah penagihan yang semestinya melalui cara-cara pemalsuan, penipuan, memanfaatkan kelengahan atau membodohi orang lain. Maka harta tersebut harus disita atau diserahkan ke Baitul maal yang akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
Demikianlah Islam dengan solusi sempurnanya yang akan bisa menyelesaikan secara keseluruhan dan dampak yang ditimbulkannya juga akan berefek jera bagi yang melakukan dan bagi masyarakat maka akan berfikir dua kali untuk melakukan hal yang sama. Wallahu a’lam
Tags
Opini