Oleh: Arin RM
Derita Palestina atas serangan membabi buta entitas Yahudi kian menjadi-jadi. Korban berjatuhan semakin banyak, tak terkecuali jurnalis, tenaga medis dan warga sipil termasuk wanita dan anak-anak.
Agresor yang sudah puluhan tahun melakukan penggusuran, pengusiran, dan pembunuhan terhadap rakyat Palestina kian menjadi-jadi dengan bom yang semakin menggila. Jumlahnya ribuan, beratnya ribuan ton, dan kandungannya bahan fosfor putih yang nyata-nyata telah dilarang di medan perang.
Dengan pola penyerangan yang brutal seperti itu, aneh bila masih banyak beredar hoaks bahwa yang kejam adalah perlawanan Palestina. Sedangkan mereka justru mengklaim dirinya adalah korban serangan, yang justru mempertahankan tanah yang dijanjikan karena mereka adalah penduduk aslinya.
Padahal dunia tahu melalui media sejak lama, bagaimana riwayat mereka mendapatkan ruang di Bumi Para Nabi tersebut. Sejarah juga mencatat bagaimana perjanjian Sykes-Picot menjadi gunting awal yang merobek Palestina dari kesatuan tanah kaum muslim lainnya.
Selama puluhan tahun, sejarah juga mencatat model pelanggaran apa yang sudah entitas Yahudi lakukan dalam merampas Palestina. Bahkan mereka sama sekali tak memedulikan perundingan jalur politik. Bahkan yang disaksikan PBB sekalipun tak terbukti mampu mengembalikan tanah Palestina kepada umat Islam. Dan sebaliknya hingga kini tanah yang dikuasai entitas Yahudi makin luas.
Bertahun-tahun pula kecaman, makian, dan kutukan dari berbagai tokoh dunia tak menyurutkan kenekatan entitas Yahudi membunuhi rakyat Palestina. Oleh karena itu, dari realitas politik ini dapat dipahami bahwa tidak ada harapan menggantungkan solusi diplomasi politik untuk menyelamatkan rakyat Palestina.
Bahkan pada serangan belakangan ini, nyata sekali negara Barat mana saja yang berdiri di belakang entitas Yahudi. Di antara mereka pun ada yang masuk jajaran pentolan PBB. Jadi untuk mendapatkan kekuatan simetris, harusnya Palestina juga mendapatkan dukungan kekuatan dari negeri muslim lainnya. Kesatuan kekuatan Islam inilah yang bisa diharapkan mampu mengimbangi kekuatan militer entitas penjajah.
Barat berani mengambil sikap memihak penjajah. Maka selayaknya negeri muslim juga berani bersikap mendukung Palestina secara totalitas baik doa, sumbangan dana, hingga kekuatan militer. Sebab dalam surat Al-Mumtahanah ayat 9, Allah berfirman yang artinya: "Sungguh Allah telah melarang kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama, mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir kalian. Siapa saja yang menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah kaum yang zalim."
Pun dalam hal ini, kesatuan kekuatan Islam adalah jalan untuk mencapai kedudukan lawan yang seimbang. Militer bersenjata dihadapi dengan militer bersenjata. Bukankah dalam Al-Baqarah ayat 194 Allah berfirman yang artinya: "Siapa saja yang menyerang kalian, serang lah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian."?
Oleh karena itu pengusiran penjajah dari Palestina tidak boleh hanya dibebankan kepada kemampuan internal mereka. Karena dilihat dari sisi manapun ada ketimpangan yang jelas njomplang. Jika negeri muslim disatukan dalam satu komando kepimpinan (khilafah), adalah keniscayaan adu kekuatan seimbang. Dan ini adalah puncak tertinggi menolong Palestina.
Menolong dalam bentuk bantuan bagi korban adalah penting, namun menolong dengan menyingkirkan penjajah yang terus menerus menjatuhkan korban juga harus. Sebab selama penjajah ini tidak hengkang, sampai kapan ada kepastian korban tak lagi berjatuhan?
Kekuatan kesatuan Islam setidaknya adalah bentuk meneladani pemimpin Islam masa lalu untuk menjaga tanah para Nabi. Khalifah Umar bin Khattab pernah menandatangani perjanjian Umariyah dengan uskup Safronius yang diantaranya memuat larangan izin tinggal bagi Yahudi di tanah Palestina. Juga Khalifah Abdul Hamid II pula yang pernah mencegah T. Herzl mengoyak keutuhan tanah Palestina dibalik bantuan utang.
Dari sinilah mengapa kesatuan kekuatan Islam ini yang harus segera dihadirkan sebagai solusi hakiki untuk membebaskan Bumi Para Nabi dari entitas Yahudi. Sebab hanya dengan kekuatan kekhilafahan seperti inilah pelindung umat Islam nyata adanya. Bukan sebatas omongan di mulut, melainkan nyata dalam bentuk penjagaan nyawa, harta, dan kehormatan. []
Ilustrasi: Oase.id