Kala Nyawa tak Lagi Berharga, Potret Generasi Stroberi



Oleh: Suaibah, S.Pd.I.
(Pegiat Literasi) 

Bunuh diri seolah menjadi trend para generasi saat ini. Mengakhiri hidup seolah jadi solusi atas persoalan yang dihadapi. Sepanjang Oktober 2023, sudah ada tiga kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa. Peristiwa terbaru terjadi pada Selasa (10-10-2023) yang melibatkan seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Pada tanggal yang sama, seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Kupang juga mengakhiri hidupnya beberapa saat sebelum wisuda. Kasus sebelumnya, seorang mahasiswi UMY Yogyakarta ditemukan tidak bernyawa setelah diduga menjatuhkan diri dari lantai empat asrama putri University Residence UMY pada Senin (2-10-2023).

Banyaknya kasus bunuh diri mahasiswa pun menyita perhatian publik. Angka bunuh diri makin bertambah dan meningkat secara signifikan. Menurut data WHO 2019, rasio bunuh diri di Indonesia sebesar 2,4 per 100.000 penduduk. Artinya, ada 2 orang dari 100.000 jiwa di Indonesia melakukan bunuh diri pada tahun tersebut. Jika kita asumsikan jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa, diperkirakan terdapat 6.480 kasus bunuh diri pada tahun tersebut.

Jumlah ini tentu mengerikan bagi masa depan generasi. Lantas apa jadinya jika generasi penerus peradaban bermental rapuh lalu putus asa dalam menghadapi persoalan hidup?? bagaimana Islam menyikapi fenomena ini??

Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka itu sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang 2022 (900 kasus). Kasus bunuh diri paling banyak ditemui di perumahan atau permukiman (741 kasus), kemudian di perkebunan (104 kasus), dan persawahan (18 kasus) (Katadata, 18-10-2023).

Sederetan fakta diatas mengindikasikan bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja, banyak kasus remaja bunuh diri ini membuktikan bahwa para remaja mengalami darurat kesehatan mental. Ketika seseorang dihinggapi masalah hidup yang begitu pelik, diambillah jalan pintas kematian. Bunuh diri seolah menjadi aktualisasi atas keputusasaan menyelesaikan masalah atau mencari jalan keluar terbaik dari masalah yang ada. Angka bunuh diri yang makin meninggi menunjukkan seakan hidup tidak ada artinya lagi.

Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan para remaja berpikir instan, nilai agama tidak lagi menjadi acuan dalam berbuat sehingga mereka mudah rapuh dan tidak lagi takut melakukan dosa termasuk bunuh diri.

Kehidupan yang sekuler menjadikan remaja terbawa arus hedonisme, sehingga kebahagiaan diukur dari segi materi. Olehnya itu, mereka melakukan apapun untuk memenuhi kesenangan tersebut. Walhasil ketika tak tercapai keinginan tersebut mereka depresi, stres bahkan melakukan tindakan yang tak manusiawi. Ini bisa dilihat dari konten-konten yang mereka lakukan, hanya untuk mendapatkan follower mereka rela berbuat yang membahayakan nyawa mereka.

Ada banyak faktor yang menjadikan para remaja mudah melakukan bunuh diri, diantaranya faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan dengan cara remaja menata perasaan dan pikiran dalam menyikapi masalah dan faktor eksternal bisa dari keluarga, lingkungan sekolah atau masyarakat, dan juga tekanan ekonomi.

Jika kita telusuri kehidupan remaja saat ini mereka jauh dari ajaran agama, bahkan kebanyakan mereka tak memiliki tujuan hidup. Sehingga ketika tersandung masalah yang pelik mereka mudah goyah dan mudah depresi dan juga stres.

Keharmonisan keluarga menjadi kunci bagi terjaganya kesehatan mental remaja. Generasi yang memiliki mental rapuh kebanyakan dialami oleh mereka yang lahir dan besar di lingkungan keluarga broken home, fatherless, motherless, atau hidup berjauhan dengan orang tua. Belakangan ini, ramai perbincangan terkait Indonesia yang disebut sebagai negara fatherless ketiga terbanyak di dunia. Orang tua ada, tetapi kehadiran mereka seperti tidak ada. Anak tidak merasakan peran dan kehadiran ayah atau ibunya, baik secara fisik maupun psikis.

Kurikulum pendidikan sekuler menjadikan generasi kita terdidik dengan cara pandang  kapitalisme sekularisme. Standar kebahagiaan hidup tertinggi adalah meraih sebanyak-banyaknya materi dan kesenangan duniawi. Ketika mereka gagal meraihnya, depresi menjadi hal yang tidak terhindarkan. Perilaku mereka tidak lagi terkendali dalam standar halal-haram. Sehingga sistem sosial yang terbentuk adalah individualis kapitalistik
Abainya negara dalam mengcounter informasi sangat penting, karena remaja mudah meniru apa yang mereka lihat. Begitu banyak kejadian bunuh diri karena terobsesi oleh sebuah konten. Contohnya, kasus puluhan pelajar SMP di Bengkulu yang melukai lengan kirinya dengan benda tajam. Usut punya usut, mereka melakukan itu karena mengikuti tren di media sosial. Mereka mengalami krisis identitas sehingga tidak mampu menyaring mana yang harus jadi panutan dan mana yang tidak layak dijadikan teladan.

Islam sebagai agama yang haq memiliki seperangkat aturan yang mampu menyelamatkan umat manusia, dan memberikan kebahagiaan didunia dan akherat. Olehnya itu, memahami tujuan hidup akan menjadikan seseorang memiliki ketakwaan kepada Allah SWT. Sungguh indah perkataan Rasullullah, beliau mengatakan bahwa semua urusan orang muslim itu adalah kebaikan, ketika ia memperoleh nikmat ia bersyukur, ketika ia mendapat ujian ia bersabar.

Olehnya itu untuk membentengi para remaja dari persoalan bunuh diri dibutuhkan 3 sinergitas:

Pertama, penanaman akidah Islam sejak dini pada anak-anak. Dengan menanamkan akidah yang kuat, sehingga setiap anak akan memiliki tujuan hidup yang jelas dengan beribadah dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Prinsip ini harus dipahami bagi seluruh keluarga muslim sebab orang tua adalah madrasatul ula bagi anak-anaknya. Negara akan membina dan mengedukasi para orang tua agar menjalankan fungsi keluarga sesuai dengan akidah Islam.

Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Sehingga akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam yakni pola pikir dan pola sikap sesuai dengan islam, yang mana melakukan perbuatan dengan standar aqidah Islam yakni halal haram. Kurikulum pendidikan Islam mampu melahirkan generasi kuat imannya, tangguh mentalnya, dan cerdas akalnya. Dengan begitu, mereka akan memiliki bekal menjalani kehidupan dan mengatasi persoalan yang melingkupinya dengan cara pandang Islam.

Ketiga, Negara akan menetapkan kebijakan ekonomi yang menyejahterakan rakyat dengan membuka lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dari kalangan laki-laki. Sehingga mampu memenuhi kebutuhan keluarga, Alhasil, peran ayah dan ibu dalam keluarga dapat berjalan harmonis seiring pemenuhan kebutuhan pokok yang dijamin negara.

Semua itu hanya bisa dilakukan dengan menerapkan Islam kaffah ditengah-tengah kita, penerapan sistem Islam kafah yang paripurna akan membentuk individu bertakwa, masyarakat yang amar ma'ruf dan negara yang me-riayah rakyatnya. Dengan begitu, masalah bunuh diri akan tuntas karena setiap individu muslim dapat memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba dengan menjadikan Islam sebagai the way of life. 

Wallahu a'lamubishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak