Ironis, Pengurangan Bansos Ditengah Sulitnya Kehidupan



Oleh: Jumiran SH
 (pegiat literasi Sabulakoa)

Bantuan Sosial merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang dinilai oleh sebagian masyarakat miskin sebagai bentuk bantuan yang sangat di harapkan oleh masyarakat. Sayangnya, penyaluran bansos kini menuai banyak sorotan oleh berbagai pihak. 

Seperti yang dilansir dari CNN Indonesia (Ahad, 12/11) bahwa pemerintah melakukan pengurangan penerima bansos beras 10 kg perbulan dari 21.35 juta ke 20.66 juta. Jumlah tersebut dikurangi berdasarkan hasil evaluasi dari Badan Pangan Nasional (bapanas) bersama dengan pihak terkait.

Pemangkasan dilakukan oleh Bapanas selalu lembaga yang diperintahkan oleh Joko Widodo yang memimpin pembagian bansos ini. Nantinya, angka penerima baru ini berlaku untuk sisa masa penyaluran hingga akhir 2023. (cnn.indonesia.com/12/11/2023).

Menuntut Keseriusan Negara
-
Ekonomi dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Hal ini cukup berimbas pada perekonomian Indonesia. Jumlah permintaan yang sepi membuat pabrik mengurangi pasokan, tidak jarang pula banyak yang akhirnya gulung tikar.

Hal ini tentu memengaruhi masyarakat, para pekerja terkena PHK, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menyambung hidup. Disisi lain, naiknya harga-harga kebutuhan juga membuat keadaan semakin sulit. Ditambah dengan pertanian terpuruk akibat dari hama tikus serta akibat dari musim panas  yang berkepanjangan.

Bayangkan, masyarakat sulit mencari kerja, para petani gagal panen, nyatanya pemerintah mengklaim untuk mengurangi penerima bansos dengan alasan penerima meninggal dunia, pindah lokasi dan penerima sudah mampu.

Memang, tak dimungkiri bahwa ada penerima bantuan yang meninggal dunia, tetapi bantuan bisa dialokasikan ke keluarga lainnya, mengingat masih banyak keluarga yang menerima bansos sedangkan kehidupan yang sama sulitnya.

Jikalau pindah lokasi jadi alasan berkurangnya bansos, maka perlu dipertanyakan juga tempat pindahnya. Jika saja masih dalam negeri, maka seharusnya bantuan tersebut masih harus diberikan. 

Alasan lain adalah penerima sudah mampu. Hal inipun perlu dipertanyakan. Jika pendapatan hanya berkisar Rp.500 RB hingga 1 juta perbulannya, maka bohong jika dikatakan sudah mampu. Pendapatan sebesar itu tak mungkin mencukupi kebutuhan dalam sebulan. Mengingat, harga kebutuhan naik, biaya sekolah anak atau punya orangtua yang sakit. Jelas ini tak mungkin tercukupi kebutuhannya.

Walaupun, pernyataan bahwa bansos akan diperpanjang hingga Maret 2024 asalkan APBN cukup, hal ini pun perlu perhatian khusus. Tampaknya pemerintah tak cukup mampu memastikan keuangan negara cukup atau tidak. Nyatanya, pengelolaan APBN penuh dengan masalah. Negara dalam mengelola APBN dengan mengandalkan pemasukan dari pajak dan utang. Kalaupun ada pendapatan lain, itu jumlahnya sangat sedikit. Disisi lain, SDA yang melimpah justru dikuasai oleh asing, Aseng dan asong. Dengan UU yang dibuat pemerintah justru memberikan banyak keuntungan besar di pihak swasta. 

Negara mengandalkan pajak dari rakyat, juga mengharuskan rakyat membayar bunga utang di setiap tahunnya dengan jumlah yang tidak sedikit. Belum lagi pengeluaran lainnya, seperti pembangunan kereta cepat, membangun IKN, menjadi tuan rumah dalam ajang olahraga internasional dan seterusnya. Walhasil, APBN pun merosot. Artinya, dengan model pengelolaan APBN semacam ini, pemerintah tak akan mampu menjamin kehidupan masyarakat terpenuhi. 

Parahnya, pemerintah justru mendorong masyarakat kaya agar membantu masyarakat miskin. Padahal menjamin kehidupan masyarakat adalah tugas negara. Program bantuan juga tidak akan bisa membantu seterusnya. Ini karena, selama akar dari kemiskinan tak terselesaikan, masyarakat akan terus mengalami kesulitan. Oleh karena itu, nyatanya dengan pengelolaan semacam ini, negara tak menunjukkan keseriusannya dalam mengurusi urusan rakyatnya. 

Akibat Kapitalisme
-
Karut marut pengurusan rakyat sebenarnya disebabkan oleh penerapan kapitalisme. Sistem keuangan kapitalisme yang bersandar pada bunga dan pajak membuat negara tak mampu berkutik, melihat beban bunga utang yang kian membengkak. 

Kapitalisme juga membebaskan kepemilikan individu. Sehingga SDA dikuasai oleh pihak swasta dan meraih keuntungan besar. Sedangkan, pemilik sejati SDA, justru mendapatkan secuil keuntungan. Lebih parahnya, eksploitasi SDA justru di legalkan. Artinya, negara turut andil dalam masalah ini. 

Disisi lain, asas sekularisme menjadikan negara enggan menjadikan aturan agama dalam segala urusan. Walhasil, negara berjalan sesuai dengan aturan korporasi tanpa memikirkan nasib rakyat. 

Islam Solusi Terbaik
-
Kondisi seperti diatas tak mungkin terjadi, jika saja Islam (khilafah) yang diterapkan dalam kehidupan. Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan dalam bernegara. Segala aturan Islam akan dijadikan sebagai rujukan dalam penetapan hukum oleh pemimpin dalam menjalankan amanah kepemimpinannya. 

Islam mewajibkan seorang pemimpin untuk menjadi pengayom rakyatnya. Khalifah akan memastikan setiap rakyatnya terpenuhi kebutuhannya. Sebagaimana Umar bin Khattab yang selalu berkeliling memastikan rakyatnya tidak ada yang kelaparan.

Seorang Khalifah tak akan menganggap rakyatnya sebagai beban. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan setiap rakyatnya. Sedangkan, bagi rakyat yang termasuk penerima zakat, maka mereka akan menerima zakat dari pos zakat. 

Khalifah juga akan menerapkan sistem Islam termasuk dalam sistem pengelolaan keuangan. Khilafah akan mendapatkan pemasukan dari berbagai pos, seperti kharaj, ganimah dan hasil pengelolaan SDA. Semua itu akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan rakyat, seperti kesehatan, pendidikan, keamanan dan fasilitas yang memadai bagi rakyat. Dengan begitu, rakyat tak mungkin lagi bingung memikirkan kebutuhan hidup, karena negara Islam (khilafah) telah memberikan jaminan kebutuhan seluruhnya terpenuhi. 

Demikianlah aturan Islam dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Dengan Islam, pemimpin tidak perlu dilema mengurusi masalah bansos. Aturan Islam sudah mengatur seluruhnya secara sempurna. Kebutuhan setiap individu akan terpenuhi hanya dengan penerapan Islam. Wallahu a'lam bisshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak