Oleh : Tri Silvia (Pemerhati Masyarakat)
28 Oktober, yang biasa diperingati sebagai hari sumpah pemuda, telah berlalu. Hari dimana kita semua diingatkan dengan peristiwa terdahulu yang menandakan bangkitnya para pemuda dan peran serta mereka dalam kemerdekaan Indonesia. Tanpa mengulik fakta dan pembahasan sejarahnya, peringatan ini sudah pasti bertujuan untuk meningkatkan semangat dan daya juang anak-anak muda untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam pembangunan. Kobaran semangat untuk kebangkitan menjadi harapan para tetua untuk generasi selanjutnya. Sebab para pemuda lah yang nanti nya akan menjadi penerus perjuangan mereka dalam menjalankan roda-roda pemerintahan dan kepemimpinan.
Peringatan yang luar biasa bukan. Lantas apakah peringatan tersebut berdampak besar pada kebangkitan para pemuda saat ini? Nol besar. Kenapa? Karena pada faktanya, bukan kebangkitan yang mereka rasakan, melainkan kemerosotan dan keterpurukan. Bukan hanya dalam satu bidang saja, melainkan dalam segala bidang. Mereka menjadi generasi bermental tempe, yang ingin mendapatkan segala hal dengan cara instan.
Malas berkompetisi, tak mau bekerja keras, serta enggan membangun relasi dunia nyata. Kerja keras bagaikan mimpi atau khayalan bagi mereka. Semua masalah yang mereka hadapi akan diterjemahkan sebagai masalah kejiwaan, 'kena mental' istilah mereka. Dan biasanya hal semacam ini akan berujung pada tindak kekerasan fisik, ancaman, pembunuhan, atau justru memilih bunuh diri sebagai penyelesaian. Mereka tak lagi mengenal adab, akhlak, sopan santun. Tentang hukum halal dan haram saja mereka tak mau mendengarkan. Apalagi surga dan neraka yang mereka anggap sebagai mitos yang tak ada faktanya.
Lihatlah pemberitaan akhir-akhir ini. Seorang pelajar berani menghardik gurunya sendiri hanya karena diminta merapikan seragam, ada guru ditahan ada juga yang harus mengalami kebutaan setelah matanya dilukai oleh wali murid yang tidak terima anaknya dinasehati guru tersebut. Selain itu beberapa waktu yang lalu, warga digemparkan dengan kasus bunuh dirinya seorang mahasiswa cantik di wilayah Semarang Jawa Tengah. Ada juga kasus bullying. Bahkan tertangkapnya mucikari pelajar seakan jadi pukulan mematikan untuk para orang tua dalam hal mendidik anak-anak.
Begitulah kondisi pemuda kita hari ini. Sangat jauh berbeda dengan para pemuda Palestina. Jiwa-jiwa yang kini tengah menghadapi pembantaian di wilayahnya sendiri. Mereka sungguh menganggap kematian sebagai suatu kepastian, mereka berlomba untuk menghadap Tuhannya dalam kondisi terbaik. Mereka sama sekali bukan orang-orang pengecut, yang langsung ciut saat terkena masalah, apalagi hingga membuat mereka berpikir mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Mereka adalah orang-orang yang tegar dan senantiasa menggantungkan segala urusannya pada Allah SWT. Bagi mereka tak ada masalah yang lebih besar ketimbang jatuhnya Al-Aqso ke tangan para zionis Israel laknatullah alaihi.
Bayangkan saja, korban wafat disana telah lebih dari sepuluh ribu jiwa. Belum lagi korban luka, baik ringan maupun berat. Mereka kehilangan tempat tinggal, bangunan-bangunan indah, fasilitas umum seperti taman, sekolah, rumah sakit, dan sarana pelayanan lainnya. Mereka pun banyak kehilangan harta benda, pakaian-pakaian indah dan juga kerabat dekat (suami, istri, orang tua, anak-anak, paman, bibi dan lainnya). Diputusnya aliran air, listrik, dan jaringan internet pun telah meruntuhkan separuh dunia mereka. Belum lagi suara drone dan dentuman bom yang senantiasa menghantui, membuat mereka tak lagi merasa aman sedetikpun.
Kesedihan yang teramat sangat terus menghantui mereka, air mata pun seakan telah kering oleh segala macam kesedihan yang menimpa. Untuk kemudian berganti dengan senyum sumringah mereka menatap surga di depan mata. Dengan predikat syahid dalam genggaman, mereka akan menatap dunia dengan lirih, mengucap bahwa mereka telah bertahan, mereka telah berjuang segenap tenaga. Namun apalah daya, dunia seakan tak menganggap serius persoalan yang menimpa para pemuda Palestina saat ini. Mereka hanya berani mengecam, namun tak berani bersikap.
Kondisi pemuda Palestina saat ini nyatanya serupa dengan gambaran para pemuda di zaman Nabi SAW. Mereka hidup dengan kobaran semangat dakwah dan jihad. Mereka tak pernah merasa berat untuk bergabung memenuhi seruan jihad dari Rasulullah Saw. Meskipun nyawa sebagai taruhan, mereka tetap semangat untuk mengikuti setiap peperangan. Begitupun dalam dakwah, mereka senantiasa menjadi pionir-pionir kebaikan, menyampaikan Islam meski nyawa sebagai taruhan. Tanpa tedeng aling-aling, mereka menyampaikan hukum syara' kepada masyarakat secara apa adanya, baik pada rakyat biasa, pengusaha ataupun penguasa. Mereka tak melihat lagi apakah penerimaan ataukah justru penolakan yang akan mereka dapatkan.
Akhlak pun senantiasa di kedepankan, sebagai buah dari ketaatan dan ketakwaan mereka menjalankan segala aturan Allah (baik berupa perintah maupun larangan-Nya). Mereka senantiasa berbuat baik kepada orang di sekitar, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Senantiasa menjaga diri dari segala kemaksiatan, dan berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Gambaran seorang pemimpin sejati benar-benar tercermin dari para pemuda ini. Para pemuda yang terbentuk dengan kesempurnaan akidah dan pemenuhan syari'at yang disempurnakan.
Kembali dengan kondisi para pemuda Palestina saat ini. Sungguh, masalah yang menimpa mereka jauh lebih berat dibandingkan masalah yang tengah dihadapi pemuda negeri ini. Namun kata menyerah jauh dari pandangan mata mereka, apalagi bunuh diri. Sebuah istilah yang mungkin tidak pernah ada dalam kosa kata dan kamus besar kehidupan mereka. Bagi mereka, untuk bisa tetap hidup dalam kondisi peperangan saat ini merupakan anugerah. Namun, akan menjadi lebih indah jika kehidupan saat itu, bisa mereka tukar dengan predikat syahid melawan para zionis penjajah.
Seandainya saja, sifat-sifat seperti di atas yang menghiasi jiwa para pemuda negeri negeri ini. Sungguh, kebangkitan akan sangat mudah terlaksana. Calon-calon pemimpin umat yang kredibel dan amanah pun akan membludak. Dakwah akan terus menyebar seiring berbondong-bondong nya manusia untuk masuk dan menjadi bagian dari kaum muslimin. Teknologi akan kembali maju, begitu pula sains dan ilmu pengetahuan. Para pemuda akan membuat hal-hal yang bermanfaat bagi umat. Setiap nafas dan detak jantung nya akan digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan umat.
Begitulah seharusnya para pemuda di dalam Islam. Mereka terus mengabdikan dirinya untuk Islam, hingga kebangkitan umat pun tidak bisa dielakkan lagi. Dan hal yang demikian hanya akan terjadi dan terwujud secara nyata, ketika negeri-negeri muslim yang ada saat ini bersatu. Saling memiliki dan peduli, berada di bawah komando satu kepemimpinan dan satu aturan tersusun yang berasaskan Alquran dan hadits Rasulullah Saw.
Sayangnya, saat ini kaum muslimin masih terbagi dalam bentuk negara-negara republik demokrasi. Mereka memiliki batas wilayah dan teritorial tertentu yang tidak boleh dilanggar dan wajib dihormati oleh negara lain. Artinya, kaum muslimin hari ini telah dikotak-kotakkan dalam wilayah-wilayah kecil. Mereka dibatasi dengan sistem aturan yang dipakai oleh negara mereka. Sehingga ketika ada kaum muslimin di suatu daerah yang tengah mengalami penindasan, maka negara-negara dengan mayoritas muslim lainnya tidak bisa langsung membantu. Apalagi dengan diterapkannya sistem aturan kapitalis dimana semua negara akan berpikir dua kali atau bahkan ratusan kali untuk mengintervensi dan menghentikan kekejaman yang dilakukan oleh negara penindas pada kaum muslimin yang tertindas.
Semoga persatuan kaum muslimin bisa terwujud kembali, bukan hanya dari slogan-slogan atau kecaman kosong. Salut dengan sikap yang ditunjukkan kaum muslimin seluruh dunia, termasuk Indonesia. Mereka bersatu padu untuk mendukung kebebasan Palestina. Lebih dari dua juta orang berkumpul menjadi satu dalam aksi pembelaan untuk Palestina di Jakarta. Laki-laki, perempuan, baik yang muda maupun orang tua. Mereka bersatu untuk kebebasan Palestina. Mereka pun berlomba-lomba untuk berderma, meringankan beban dan memenuhi kebutuhan muslim Palestina disana.
Walaupun pada faktanya, ada bantuan lain yang lebih mereka harapkan dari kaum muslimin. Tindakan nyata, berupa pengiriman pasukan terbaik dari segala penjuru negeri muslim guna melawan para zionis, itulah yang sangat mereka butuhkan. Dengan satu komando terarah, menghentikan segala kezaliman yang terjadi di muka bumi, terutama Palestina.
Dengan hal tersebut, bukan hanya zionis yang akan dikalahkan, melainkan juga negara-negara yang ada di belakang mereka dan menyokong pembantaian yang tengah terjadi pun akan diberi pelajaran. Negara-negara tersebut akan langsung tunduk dan terkulai lemah di hadapan pasukan kaum muslimin. Mereka akan kalah telak dan tak berani lagi untuk mengganggu kepentingan kaum muslimin. Apalagi sampai menginjak-injak kehormatan dan keyakinan kita.
Sungguh semua hal tersebut akan terwujud nyata tatkala Khilafah ada di depan mata. Semoga janji tersebut akan segera berlaku. Kemenangan kaum muslimin dan kebangkitannya kembali sebagai sebuah peradaban emas dalam bingkai Khilafah Rasyidah ala Minhajin Nubuwwah.
Wallahu A'lam bishshawwab
Tags
Opini