Oleh : Heni Kusma
Mati satu tumbuh seribu. Terhapus satu hingga ratusan situs judi online, tapi muncul situs-situs baru dengan jumlah jauh lebih banyak. Begitulah gambaran maraknya kasus judi online saat ini di tengah masyarakat. Saking banyaknya bahkan dikatakan Indonesia darurat judi online. Menurut Budi Arie Setiadi selaku Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sejak bulan Juli 2018 hingga 7 Agustus 2023 sebanyak
886.719 konten judi online yang sudah diblokir. Bahkan belum genap satu bulan dia dilantik, Kominfo telah memutus akses dan melakukan take down terhadap 42.622 konten judi online (cnbcinonesia.com, 17/10/2023).
Maraknya judi online tentu sangat meresahkan masyarakat. Untuk itu, pemerintah tidak tinggal diam. Upaya-upaya pun sudah dan sedang dilakukan untuk menghentikannya. Mulai dari meminta masyarakat agar melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila menemukan judi online di gedgetnya, membuat satgas yang bekerja selama 24 jam yang terbagi dalam 3 shif untuk memantau pergerakan perjudian online, memblokir situs-situsnya serta memblokir rekening pelaku judi online. Langkah-langkah ini diharapkan bisa memberantas perjudian online. Namun hal itu belum terlihat hasilnya.
Penyebabnya adalah karena tidak diselesaikan dari akar munculnya perjudian online yakni bersandar pada aturan buatan manusia yakni kapitalisme sekulerisme. Yang darinya lahir cara pandang materialis dalam benak masyarakat. Standar kebahagiaan menurut mereka ketika memiliki uang yang banyak. Sehingga untuk bahagia, apa pun akan dilakukan meski menghalalkan segala cara termasuk berjudi. Terlebih judi adalah cara untuk mendapatkan uang dengan mudah dan cepat.
Hal ini didukung oleh sistem pendidikan sekuler yang jauh dari agama. Sehingga masyarakat tidak memahami agamanya dengan benar. Belum lagi banyaknya pengangguran karena minimnya lapangan pekerjaan, kemiskinan yang struktural semakin mudah bagi masyarakat melakukan aktivitas judi yang sudah jelas keharamannya.
Jika demikian, bagaimana mungkin perjudian bisa diselesaikan? Mengingat negara juga terlihat tidak serius menyelesaikannya. Negara tidak mengambil langkah pencegahan dengan meninggalkan cara pandang sekuler yang telah mengakar dalam benak masyarakat. Demikian juga bagi para bandar atau pun pelaku judi online tidak segera diberikan hukuman yang menjerakan. Padahal negara bertanggung jawab mengurusi seluruh urusan rakyat, termasuk memberantas kemaksiatan yang dilakukan oleh warga negaranya. Inilah dampak diterapkannya sistem kapitalisme sekuler, dimana negara berlepas tangan untuk mengurusi urusan rakyat sehingga perjudian tidak bisa dibersihkan.
Berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Allah Swt. Perjudian adalah sesuatu yang diharamkan, sebagaiman dalam firman-Nya yang artinya :
"Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan"
(TQS. Al-Maidah : 90).
Karena itu, aturan Islam yang diterapkan oleh negara akan menutup celah masuknya perjudian. Dimana seorang pemimpin (khalifah) akan melakukan pembinaan kepada individu umat untuk menguatkan aqidah dan memahamkan hukum Islam sehingga umat akan menjauhkan dirinya dari aktivitas judi serta menjadikan tolak ukur perbuatan semata-mata untuk meraih keridhoan Allah Swt.
Demikian pula masyarakat Islam, akan senantiasa melakukan amar makruf nahi munkar. Ketika mendapati pelaku judi secara langsung atau melalui dunia maya, maka masyarakat akan menasehati dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Dengan begitu, perjudian tidak akan meluas di tengah-tengah masyarakat.
Tak hanya itu, negara akan memberlakukan sanksi tegas bagi semua yang terlibat dalam perbuatan judi. Tidak hanya bagi bandar, pemain, bahkan yang mempromosikannya pun akan diberikan sanksi berupa sanksi ta'zir yang jenis hukumannya diserahkan kepada seorang khalifah atau kepala negara.
Negara akan memblokir situs-situs perjudian sehingga benar-benar bersih dan tidak akan bisa muncul lagi. Dalam Islam, pemberian sanksi dilakukan untuk mencegah yang lain melakukan hal yang sama serta menebus dosanya di akhirat kelak. Karenanya, hanya sistem Islamlah yang bisa menyelesaikan kasus perjudian.
Wallahu'alam