Ilusi Bahan Pangan Murah untuk Rakyat




Oleh : Ami Ammara



Harga pangan di sejumlah daerah terpantau mengalami kenaikan, mulai dari beras hingga cabai rawit merah. Ternyata, beberapa warga pun mengeluh akibat kenaikan harga pangan ini.

Salah satunya diungkap oleh Waluyo, seorang warga di kawasan Petukangan, Jakarta Selatan. Dia mengaku cukup terbebani dengan kenaikan harga pangan, utamanya yang sering dikonsumsi.

Dia mengaku, untuk keperluan belanja bulanan biasanya bisa terpenuhi dengan biaya Rp 1 juta. Namun, karena adanya kenaikan jadi perlu mengambil dari alokasi dana lainnya.

Dia khawatir kenaikan harga ini bisa berlanjut hingga momen pergantian tahun. Pasalnya, pada momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) biasanya harga pangan ikut naik imbas meningkatkan permintaan.

"Takutnya belum sampai Desember aja harga udah gila apalagi nanti pas nataru," tegasnya

Keluhan Lain
Senada dengan Waluyo, seorang warga Bogor, Jenar mengalami keluhan yang serupa. Biaya belanja Rp 50 ribu yang dikantonginya untuk satu hari, kini hanya bisa membeli beberapa jenis bahan pangan.

Dia pun meminta pemerintah untuk turun tangan guna mengendalikan harga di pasaran.

"Harapannya sih pemerintah bisa jaga fluktuasi harga buat masyarakat apalagi menjelang akhir tahun. Kalau bisa pemerintah intervensi ke pasar deh supaya harga-harga bahan pokok bisa stabil dan tidak memberatkan masyarakat," keluhnya.

Diberitakan sebelumnya, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mencatat banyak bahan pangan yang mengalami kenaikan beberapa waktu belakangan ini. Padahal, biasanya harga pangan naik ketika permintaan melonjak seperti pada momen Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Sekretaris Jenderal IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengaku heran kenaikan harga pangan terjadi jauh hari sebelum Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 (Nataru). Dia mencatat harga cabai hingga gula masih terus mengalami kenaikan.

"Kalau bicara tren, tren ini sebenarnya belum cukup terlihat permintaan yang tinggi. Kecuali kita 1 minggu memasuki natal dan tahun baru, ini kan permintaan akan 2 kali lipat, tapi di November ini kenapa beberapa komoditas ini mengalami kenaikan," ujar Reynaldi kepada Liputan6.com, Jumat (24/11/2023).

Mahalnya harga pangan menunjukkan negara gagal menjamin kebutuhan pangan murah. Negara seharusnya melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kenaikan harga karena berbagai persoalan. Namun hari ini mustahil terwujud ketika negara hanya menjadi regulator.

Negara seharusnya mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai cara sehingga masyarakat selalu terpenuhi kebutuhan akan bahan pangan dengan mudah.

Menjaga Kestabilan Harga

Khilafah akan menjaga kestabilan harga dengan dua cara:
Pertama : Menghilangkan distorsi mekanisme pasar syariat yang sehat seperti penimbunan, intervensi harga, dsb.. Islam tidak membenarkan penimbunan dengan menahan stok agar harganya naik.

Abu Umamah al-Bahili berkata, “Rasulullah Saw. melarang penimbunan makanan.” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi) Jika pedagang, importir, atau siapa pun menimbun, ia dipaksa untuk mengeluarkan barang dan memasukkannya ke pasar.

Jika efeknya besar, maka pelakunya juga bisa dijatuhi sanksi tambahan sesuai kebijakan Khalifah dengan mempertimbangkan dampak dari kejahatan yang dilakukannya. Di samping itum Islam tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga.

Rasul bersabda, “Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak.” (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi) Adanya asosiasi importir, pedagang, dsb., jika itu menghasilkan kesepakatan harga, maka itu termasuk intervensi dan dilarang.

Kedua: Menjaga keseimbangan supply dan demand. Jika terjadi ketidakseimbangan supply dan demand (harga naik/turun drastis), negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog, segera menyeimbangkannya dengan mendatangkan barang baik dari daerah lain. Inilah yang dilakukan Umar Ibnu al-Khaththab ketika di Madinah terjadi musim paceklik.

Ia mengirim surat kepada Abu Musa ra. di Bashrah yang isinya: “Bantulah umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam! Mereka hampir binasa.” Setelah itu ia juga mengirim surat yang sama kepada ‘Amru bin Al-‘Ash ra. di Mesir. Kedua gubernur ini mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar, terdiri dari makanan dan bahan pokok berupa gandum.

Bantuan ‘Amru ra. dibawa melalui laut hingga sampai ke Jeddah, kemudian dari sana baru dibawa ke Makkah. (Lihat: At-Thabaqâtul-Kubra karya Ibnu Sa’ad, juz 3 hal. 310-317).

Ibn Syabbah meriwayatkan dari Al-Walîd bin Muslim Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku telah diberitahukan oleh Abdurahmân bin Zaid bin Aslam ra. dari ayahnya dari kakeknya bahwa Umar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan ‘Amr bin ‘Ash ra. untuk mengirim makanan dari Mesir ke Madinah melalui laut Ailah pada tahun paceklik.” (Lihat: Akhbârul-Madînah, Karya Abu Zaid Umar Ibnu Syabbh, Juz 2, hal 745).

Dalam riwayat lain, Abu Ubaidah ra. pernah datang ke Madinah membawa 4.000 hewan tunggangan yang dipenuhi makanan. Umar ra. memerintahkannya untuk membagi-bagikannya di perkampungan sekitar Madinah. (Lihat Târîkhul Umam wal Muluk, Karya Imam ath-Thobariy, Juz 4, hal. 100).

Apabila pasokan dari daerah lain juga tidak mencukupi maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor. Impor hukumnya mubah. Ia masuk dalam keumuman kebolehan melakukan aktivitas jual beli. 

Allah SWT berfirman: “Allah membolehkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS Al-Baqarah: 275).

Ayat ini umum, menyangkut perdagangan dalam negeri dan luar negeri. Karenanya, impor bisa cepat dilakukan tanpa harus dikungkung dengan persoalan kuota. 

Di samping itu, semua warga negara diperbolehkan melakukan impor dan ekspor (kecuali komoditas yang dilarang karena kemaslahatan umat dan negara). 

Perajin tempe secara individu atau berkelompok bisa langsung mengimpor kedelai. Dengan begitu, tidak akan terjadi kartel importir.

Demikianlah sekilas bagaimana syariat Islam mengatasi masalah pangan. Masih banyak hukum-hukum syariat lainnya, yang bila diterapkan secara kaffah niscaya kestabilan harga pangan dapat dijamin, ketersediaan komoditas, swasembada, dan pertumbuhan yang disertai kestabilan ekonomi dapat diwujudkan. Wallâhu alam bi-ashshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak