Oleh : Bunda Hanif (Pendidik)
Siapapun orangnya, kiranya setuju jika guru merupakan sosok yang perlu digugu dan ditiru. Tugas mereka dalam mendidik anak bangsa bukanlah tugas yang ringan. Nasib masa depan anak bangsa ada di pundaknya. Rasanya tidak berlebihan jika kita berterima kasih kepada mereka “sang pahlawan tanpa tanda jasa.”
Namun guru tidak punya pilihan, seberat apapun beban amanah yang mereka terima harus tetap dijalankan. Begitupun dengan kurikulum yang diputuskan, mereka tidak mampu menolak meskipun menjumpai banyak kesalahan. Sungguh dilema, mereka yang paling tau apa yang terjadi di dunia pendidikan, namun tak punya kuasa membuat keputusan. Di sinilah dilemanya.
Berdasarkan Surat Edaran Mendikbudristek Nomor 36927/NPK.A/TU.02.03/2023, seluruh instansi pemerintahan, termasuk bidang pendidikan, diperintahkan untuk melaksanakan Upacara Hari Guru pada Sabtu, 25 November 2023. Tema yang diusung tahun ini adalah “Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar”. (Muslimahnews.com, 23/11/2023)
Tema tersebut seolah-olah ingin menegaskan bahwa pemerintah benar-benar serius menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar. Tujuan dari kurikulum ini adalah untuk menghasilkan lulusan siap kerja dan dapat memenuhi kebutuhan industri. Baik itu industri di dalam negeri maupun di luar negeri.
Namun sungguh miris, jika kita lihat kondisi generasi sekarang. Generasi penerus bangsa ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak kasus yang terjadi pada generasi saat ini, seperti maraknya kasus bunuh diri. Alasannya bermacam-macam, ada yang karena masalah cinta, terlilit hutang, permasalahan keluarga dan lain-lain. Belum lagi masalah perundungan, perkelahian, perzinaan, narkoba hingga pembunuhan. Semua itu dilakukan oleh generasi muda. Inilah potret kelam dunia pendidikan negeri ini.
Kerusakan generasi yang semakin parah, seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah. Perlu dicari akar masalahnya, bukan hanya fokus pada peringatan Hari Guru untuk memuluskan program Merdeka Belajar. Rasanya sangat wajar jika kita prihatin dengan kondisi generasi negeri ini. Karena masa depan bangsa ini dapat dilihat dari kondisi generasi saat ini.
Fenomena kerusakan generasi adalah indikasi bahwa pembelajaran selama ini tidak berjalan dengan baik. Setiap ganti menteri, kurikulum ikut berganti. Akan tetapi, pergantian kurikulum tidak menjadikan generasi bertambah baik, justru sebaliknya. Dekadensi moral tengah melanda generasi. Sudah selayaknya kita mengoreksi, apa yang salah dengan semua ini?
Seperti kita ketahui, sistem yang dianut negeri ini adalah sekulerisme. Sistem ini menjauhkan manusia dari Sang Pencipta. Aturan dari Sang Pencipta digantikan oleh aturan buatan manusia, yang tujuannya hanya untuk memuaskan hawa nafsunya. Padahal manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas. Hasilnya berupa keinginan untuk mendapatkan materi atau kepuasan dunia semata. Begitu juga dalam menentukan kurikulum, tujuannya hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, sungguh jauh dari firman Illahi. Oleh karena itu, sesering apa pun negara mengganti kurikulum, selama asas yang dipakai adalah kapitalisme dan sekulerisme, generasi akan sulit diperbaiki.
Solusi Islam terhadap Kurikulum Pendidikan
Di dalam Islam, generasi merupakan aset besar bagi bangsa dan negara. Mereka adalah calaon pemimpin masa depan, sehingga Islam memiliki konsep khusus untuk mewujudkan generasi emas yang berkepribadian Islam.
Sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam sebagai landasannya. Penanaman akidah yang kuat akan membentuk pola pikir dan sikap Islam. Kurikulum yang dibuat tidak berorientasi materi semata, melainkan membentuk generasi yang mencintai ilmu. Semakin tinggi ilmu yang mereka miliki, semakin menambah ketakwaan terhadap Rabb-Nya.
Konsep pembelajaran di dalam sistem pendidikan Islam sangat berbeda dengan sistem sekarang. Pembelajaran dalam Islam adalah untuk diamalkan. Apapun yang mereka pelajari, nantinya digunakan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat, bukan untuk kepuasan akal pribadi atau memperkaya diri sendiri. Alhasil, generasi dalam sistem Islam akan selalu berpikir membuat karya untuk kesejahteraan umat.
Begitu pula dengan para pendidiknya, mereka mendapatkan penghargaan yang layak, tidak sekadar peringatan hari guru. Negara akan memuliakan dan memberikan gaji yang senilai dengan kerjanya. Sebagai contoh, pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, gaji guru mencapai 15 dinar (1 dinar setara 4,25 gram emas). Dengan begitu, guru selalu berupaya menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Islam juga mengajarkan murid untuk menghormati guru mereka. Di dalam Islam adab jauh lebih tinggi daripada ilmu. Sehingga wajar saja jika generasi di dalam Islam terkenal dengan ketinggian adabnya.
Demikianlah, sitem pendidikan Islam merupakan bagian dari satu kesatuan sistem Islam yang wajib diterapkan. Gambaran generasi cemerlang ini sudah pernah ada sebelumnya pada masa Kekhalifahan Islam yang pernah tegak selama tiga belas abad lamanya dan menguasai hampir dua pertiga dunia, di mana pada masa itu banyak melahirkan ulama-ulama dan cendekiawan hebat dengan karya-karyanya yang terkenal dan masih digunakan hingga saat ini. Tidakkah kita merindukan masa itu?
Wallahu a’lam bisshowab