Oleh : Mawaddah Sopie
Fenomena bunuh diri kini semakin merajarela.Tak hanya menjakiti usia senja. Akan tetapi dilakukan juga oleh usia muda belia. Tak terkecuali anak - anak. Hal tersebut sangat mengiris hati dan pilu semua orang.
Contoh saja di Semarang. Beberapa waktu kemarin telah terjadi kasus bunuh diri. Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, mengungkapkan rasa prihatin dengan dua kasus dugaan bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswa di Semarang. Mahasiswa yang berasal kampus berbeda ini melakukan bunuh diri dalam waktu dua hari belakangan. Korban bunuh diri di Semarang yang pertama dilakukan oleh NJW (20th) ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang. NJW ditemukan pada Selasa, 10 Oktober 2023.
Kasus kedua dilakukan oleh mahasiswa Udinus Semarang. Untuk kasus mahasiswa Udinus ini, diduga terungkap pemicunya adalah karena masalah pinjaman online.
Pelakunya berinisial EN 24 tahun warga Kapuas, Kalimantan Tengah. Ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya, pada Rabu 11 Oktober 2023.
(Kompas.com.13/10/2023).
Dari kedua kasus dugaan bunuh diri itu, kepolisian menemukan bukti surat wasiat yang diduga ditulis oleh yang bersangkutan sebelum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulam mereka melakukan tindakan nekad untuk bunuh diri karena mempunyai permasalahan dalam internal keluarga atau kehidupan pribadi. (Republika.co.id. 13/10/2023)
Kasus bunuh diri tidak hanya terjadi di Semarang. Hal yang sama juga terjadi di Bogor. Selepas pulang kerja, seorang istri menemukan suaminya gantung diri. Astagfirulloh. Begitu miris(Kompas.com. 13/10/2023).
Jika ditelisik secara global. Kasus bunuh diri hadir karena diadopsinya sistem sekulerisme di tengah umat. Dimana masyarakat enggan menggunakan aturan agama dalam kehidupan. Begitupun mengapa menjangkiti kaum intelektual seperti mahasiswa, jika ditelusuri akar masalahnya tentu ada banyak faktor internal maupun eksternal yang tentunya cukup kompleks. Diantaranya karena kurikulum perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan aturan syariat Islam. Gaya hidup modern yang hedonis, dan ketahanan mental yang mulai melemah.
Padahal untuk mengatasi kasus ini, Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) sebenarnya sudah memiliki layanan konseling, tetapi fokusnya memang pada penanganan kasus kekerasan rumah tangga dan perundungan anak.
Walaupun demikian pemerintah akan berusaha mencari solusi atas persoalan tersebut dengan melibatkan berbagai pihak, seperti organisasi kemasyarakatan, kampus, dan organisasi kepemudaan.
Perlu adanya kontrol juga dari masyarakat. Tidak hanya di kota - kota tertentu, diseluruh Indonesia harus peka terhadap kesehatan mental generasi muda, karena mereka masa depan peradaban, yang wajib di rangkul, di dengar, di kasihi, dibimbing, dinasehati. Peran terbesar ada di negara juga yang dijalankan oleh dinas terkait / pakar kesehatan mental dan rekan terdekat begitupun keluarga.
Bunuh diri bukanlah tindakan biasa. Oleh karenanya perlu pemahaman di hati masyarakat untuk selalu taat terhadap aturan Alloh SWT. Seperti dijelaskan dalam dalil sebagai berikut :
Surat An-nisa : 29 -30.
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من قتل نفسه بشيء عذب به يوم القيامة
“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat” (HR. Bukhari no. 6105, Muslim no. 110).
Sedangkan Islam sendiri memberi perlindungan atas nyawa manusia, menjaga fitrah manusia, menjamin kebutuhan hidup rakyatnya
Islam memiliki berbagai mekanisme untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk menjaga Kesehatan mental rakyat.
Dan kesehatan mental masyarakat yang baik itu hanya dapat terwujud jika aturan Islam tegak di muka bumi ini. Dalam bingkai syariat Islam. Wallahu 'alam bishshawab.
Tags
Opini