Bullying Masih Merajalela, Perlu Solusi Universal




Oleh : Ummu Aqila

Mengikuti berita di jagat maya saat ini  membuat  para orang tua merinding dan was-was. Bagaimana tidak ? dunia pendidikan, bahkan pondok pesanntren  yang selama ini dianggap sebagai tempat aman mendidik karakter pencetak generasi seringkali kecolongan dengan kasus bullying atau perundungan. Bullying (dikenal dengan istilah "penidasan/risak" dalam bahasa Indonesia) adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa terhadap orang lain dengan maksud untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.

Dulu beberapa orang tua mengagap bahwa kasus bulliying adalah kasus kenakalan biasa anak-anak. Namun faktanya bulliying yang dilakukan oleh teman sebaya baik secara verbal ataupun fisik belakangan ini kerap merenggut nyawa. Bullying terjadi di semua level pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Mengutip pernyataan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, berdasarkan hasil Asesmen nasional (AN) tahun 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4% siswa di Indonesia mengalami berbagai jenis bullying. (Kompas.com/20-7-2023)

Meningkatnya kasus perundungan dan kekerasan terhadap anak di bidang pendidikan juga menjadi perhatian KPAI. Mereka menemukan kasus-kasus bullying di sekolah di berbagai tingkat seperti Jakarta, Cilacap, Demak, Blora, Gresik, Lamongan dan Balikpapan. Hingga Agustus 2023, KPAI menerima informasi pelanggaran perlindungan anak sebanyak 2.355 kasus. Anak sebagai korban perundungan (87 kasus), anak sebagai korban kurangnya kesempatan memperoleh pendidikan (27 kasus), anak sebagai korban kebijakan pendidikan (24 kasus), anak sebagai korban kekerasan fisik dan/atau mental (236 kasus), anak misalnya korban kekerasan seksual (487 kasus) dan masih banyak lagi kasus yang tidak dilaporkan ke KPAI. 

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Finlandia (BPS) Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia 2022, mayoritas pelajar yang mengalami perundungan di Indonesia adalah laki-laki. Laporan tersebut menyebutkan bahwa siswa laki-laki menjadi korban utama bullying di kelas 5 SD, kelas 8 SD, dan kelas 11 SMA/SMK pada tahun 2021 lalu. 

Pemerintah meluncurkan berbagai program anti-perundungan sebagai respons terhadap banyaknya insiden bullying. Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya mengatasi peningkatan angka kasus perundungan sejak tahun 2021. Program bernama Roots ini merupakan kerja sama Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. dan Kebudayaan dan UNICEF. Mereka memberikan bimbingan teknis (bimtek) kepada satuan pendidikan, dengan melibatkan konselor, guru, dan siswa dalam program pencegahan kekerasan, khususnya perundungan.

Permendikbudrustek 46/2023 untuk  mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan. Sesuai peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, satuan pendidikan di setiap sekolah harus memiliki tim pencegahan dan penanganan kekerasan. Sekolah juga wajib memiliki sarana prasarana yang menunjang terciptanya keamanan, ketertiban, dan kesehatan. 

Selain pemerintah, ada juga gerakan sosial anti-bullying yang digagas oleh tokoh-tokoh nasional. Sebagaimana yang tengah digencarkan oleh Assoc. Prof. Dr. Susanto, mantan Ketua KPAI periode 2017—2022, melalui Gerakan Pelopor Anti-Bullying dengan melaksanakan Olimpiade Anti-Bullying tingkat nasional bagi pelajar tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA. 

Upaya pencegahan kasus perundungan belum membuahkan hasil yang signifikan. Faktanya, berbagai program pemerintah gagal meredam, apalagi menghentikan, kejadian perundungan. Banyak program yang ada juga tidak efektif dalam mencegah pelaku kekerasan.  Artinya obat yang diberikan untuk mencegah kasus penyakit bullying belum sampai pada akar masalah. Selama itu pula kekawatiran orang tua akan terus berlanjut.

Kita perlu memahami bahwa prilaku bullying melibatkan banyak pemicu. Ia tidak berdiri sendiri atau muncul secara tiba-tiba. Ada permasalahan yang lebih mendasar dari sekedar menyalahkan korban atau memberikan hukuman berat kepada pelaku bullying. Karena mereka juga adalah anak-anak kita, generasi penerus bangsa ini di masa depan. Ini adalah pertanyaan tentang nilai-nilai dan sistem kehidupan yang mengatur kita saat ini. 

Bila kita telisik lebih dalam, seluruh problem akibat itu bermuara pada satu problem sebab, yakni kehidupan sekuler kapitalistik yang menjadi atmosfer kita hari ini. Diakui atau tidak,  sistem sekuler saat ini  justru adalah satu-satunya faktor penumbuh subur munculnya pemikiran yang salah terhadap kehidupan bagi tiap individu yang bernaung di dalamnya. Atmosfer sekularisme juga mengikis nuansa keimanan dan ketakwaan sehingga membentuk generasi yang hedonis dan berorientasi kesuksesan materi yang menggadaikan kebahagiaan manusiawi dalam kebebasan. Oleh karenanya, jika berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan perundungan yang diproduksi oleh sistem yang sama, juga tidak akan pernah mampu mengatasi perundungan itu sendiri.  Ibarat solusi “tambal sulam ” akibatnya, perundungan tidak akan pernah selesai tuntas. 

Solusi Islam 

Kasus Bulliying  dipengaruhi problem sistemis, untuk menyelesaikannya juga harus dilakukan secara sistemis universal. Islam adalah solusi persoalan hidup yang paripurna. Tidak ada manusia hidup tanpa masalah dan tidak ada masalah tanpa ada solusinya. Bagaimana mekanisme Islam mencegah bullying?
Pertama, menanamkan akidah Islam sejak dini pada anak-anak. Prinsip ini harus dipahami bagi seluruh keluarga muslim sebab orang tua adalah pendidikan pertama bagi anak-anaknya. Negara akan membina dan mengedukasi para orang tua agar menjalankan fungsi pendidikan dan pengasuhan sesuai akidah Islam.

Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Generasi harus memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai syariat Islam. Dengan begitu, mereka akan memiliki bekal menjalani kehidupan dan mengatasi persoalan yang melingkupinya dengan cara pandang Islam.

Ketiga, memastikan sistem social masyarakat   jauh dari lingkungan toksik. Ini karena syariat Islam mengajarkan manusia untuk menjauhi pikiran dan tindakan yang berpotensi mengganggu sesama. Negara berperan mengontrol sirkulasi informasi yang sehat aman.

Pemimpin negara akan menetapkan kebijakan ekonomi yang mampu dalam pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu keluarga dengan ayah sebagai pencari maisyah.
Penerapan sistem Islam kafah yang paripurna akan membentuk individu bertakwa, masyarakat yang gemar amarmakruf nahi mungkar.  Dengan begitu, masalah bulllying atau masalah sosial lainnya  akan tuntas karena setiap individu muslim dapat memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba dengan menjadikan Islam sebagai the way of life. 
Wallhualam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak