Boikot Produk Pendukung Zionis, Dimana Komitmen Negara ?




Oleh : Zakiyatul Faikha
 (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)



Aksi boikot terhadap produk-produk yang terkait dengan Israel diserukan di hampir semua negara mayoritas muslim, termasuk Indonesia. Bahkan baru-baru ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram membeli produk yang pro terhadap Israel. (Republika.co.id,12-11-2023)

Fatwa MUI tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 83/2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina yang ditandatangani pada 8 November 2023. MUI dengan tegas mengeluarkan fatwa Mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. "Mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel baik langsung maupun tidak langsung hukumnya haram," tulis MUI.
(cnbcindonesia.com, 10-11-2023)

Pada rekomendasi poin ketiga tertulis, umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk entitas Yahudi dan yang terafiliasi dengan entitas Yahudi, serta yang mendukung penjajahan dan zionisme. Tujuan boikot tersebut adalah untuk mencegah adanya aliran dana dari konsumen muslim melalui produk pro Yahudi kepada entitas Yahudi. Jika dilakukan secara masif oleh seluruh rakyat Indonesia, apalagi muslim sedunia, diharapkan bisa membantu Palestina.

Banyak umat Islam yang menyambut seruan boikot ini. Bahkan masyarakat saling berbagi daftar produk yang diboikot, juga menginformasikan produk substitusinya. Ini menunjukkan antusiasme umat Islam untuk mendukung pembebasan Palestina.

Gerakan Boikot, Efektifkah?

Gerakan boikot yang dilakukan terhadap produk pro Yahudi ini menunjukkan adanya ghirah perjuangan pada diri umat Islam. Aksi boikot ini dilakukan sebagai wujud solidaritas sesama muslim dan bentuk keberpihakan kita terhadap Palestina. Seruan boikot ini patut kita apresiasi sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Yahudi. Melalui media sosial, umat Islam juga gencar menyuarakan penolakannya terhadap penjajahan entitas Yahudi atas Palestina. Meskipun faktanya media barat kerap membungkam.

Tidak hanya itu, umat juga mengumpulkan donasi dan mengadakan doa bersama.
Semuanya ini adalah ranah yg bisa dilakukan oleh umat Islam yang terdiri dari individu-individu sipil tanpa kekuasaan maupun kekuatan. Apalagi umat melihat bahwa penguasa di negeri mereka tidak melakukan pembelaan yang nyata terhadap umat Islam di Palestina.

Namun, apakah boikot ini akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Zionis Yahudi? Jika kita cermati, boikot terhadap produk Yahudi ini tidak akan berdampak secara signifikan terhadap perekonomiannya, karena perekonomian Yahudi didukung oleh negara-negara Barat, oleh Amerika, Eropa, bahkan dunia.

Banyak sekali produk-produk Yahudi yang dikonsumsi oleh penduduk dunia termasuk di negeri-negeri muslim. Tidak perlu jauh-jauh, Google yang ada di handphone kita, Facebook, Dunkin’ Donuts, itu dikonsumsi dunia. Sejatinya, gerakan boikot akan efektif jika dilakukan secara total oleh negara. Pemerintah Indonesia bisa melarang produk-produk pro Yahudi untuk beredar di Indonesia, juga memutus hubungan dagang dengan entitas Yahudi tersebut dan negara-negara pendukungnya, seperti Amerika Serikat.

Tidak hanya itu, Indonesia juga bisa memutus hubungan diplomatik dengan semua negara yg mendukung Yahudi. Inilah bentuk boikot yang konkret. Boikot yang negara lakukan akan lebih efektif untuk melemahkan Yahudi karena negara memiliki kekuatan politik. Negara memiliki kekuatan untuk membuat aturan yang memaksa para pengusaha produsen dan importir produk pro Yahudi agar menghentikan usahanya.

Akan tetapi, realitasnya negara tidak melakukan boikot tersebut meski sebenarnya bisa. Keengganan pemerintah memboikot produk pro Yahudi dikarenakan negara terjajah secara ekonomi. Negara tergantung pada para kapitalis untuk menjaga investasi agar tidak lari ke luar negeri. Negara pun membuat regulasi yang menghamba pada kepentingan oligarki sehingga tidak berani memboikot produk mereka yang pro Yahudi.

Untuk mengakhiri penjajahan Yahudi tidak bisa ditempuh melalui jalur politik karena Yahudi didukung oleh negara-negara besar yang mustahil negara-negara itu mau melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Yahudi. Melalui jalur PBB sekalipun, Amerika selalu menggunakan hak vetonya ketika PBB mengeluarkan resolusi untuk Israel.

Negara harus independen, terlepas dari cengkeraman gurita bisnis pengusaha pro Yahudi. Hal ini bisa terwujud jika negara berlepas dari ideologi kapitalisme yang menuhankan keuntungan materi dan menerapkan ideologi Islam yang berbasis keimanan pada Allah Taala.

Ketika menerapkan ideologi Islam, negara tidak hanya bisa memboikot produk pro Yahudi secara total. Lebih dari itu, negara juga bisa mengirimkan tentara. Bukan sekadar untuk menjadi penjaga perdamaian, tetapi untuk melakukan jihad fi sabilillah menumpas penjajah Zionis Yahudi dan membebaskan Palestina.

Namun karena sistem kapitalisme yang dijalankan, membuat nurani penguasa seolah telah mati. Pembelaan mereka hanya berhenti pada memberikan doa dan donasi, tindakan yang hanya menunjukkan kapasitas rakyat, bukan penguasa.

Pembelaan Hakiki Terwujud dengan Tegaknya Khilafah

Islam memandang jika wilayah kaum muslim wajib dipertahankan. Apalagi membela muslim yang teraniaya dan terjajah, wajib hukumnya. Tanah Palestina adalah tanah kharajiyah (tanah yang ditaklukkan oleh kaum muslimin melalui peperangan). Dan jika kita cermati masalah Palestina terdiri dari 2 pihak. Pihak pelaku, yaitu Zionis Yahudi, dan pihak korban, yaitu Palestina.

Selama ini kita hanya fokus memberikan solusi bagi korban, yaitu dengan mengirimkan bantuan dana, pakaian, obat-obatan, membangun rumah sakit. Sedangkan solusi bagi pelaku, selama ini tidak pernah ada. Oleh sebab itu, jika hanya fokus memberikan solusi untuk korban, tidak akan efektif menghentikan agresi zionis Yahudi laknatullah ini. Solusi untuk pelaku (Zionis Yahudi) tidak lain dan tidak bukan hanya dengan cara jihad, mengeluarkan entitas Yahudi dari tanah kharajiyah, tanah milik umat Islam di segala penjuru dunia.

Solusi dua negara, dimana  Palestina hidup berdampingan dengan Yahudi adalah solusi yang tidak benar. Menyetujui solusi itu, merupakan bagian dari pengkhianatan terhadap umat islam. Para penguasa negeri Islam berdosa ketika membiarkan umat Islam yang ada di Palestina sendirian berperang untuk mengambil kembali tanah yang merupakan tanah milik umat Islam. Karena tanah Palestina bukan hanya tanah milik umat Islam Palestina, akan tetapi seluruh umat Islam di belahan bumi manapun.

Para penguasa negeri hanya bisa mengecam di berbagai forum, padahal yang dibutuhkan untuk membebaskan Palestina bukan sekedar kecaman, tapi pengiriman pasukan. Jika hanya mengecam Zionis, maka negara-negara nonmuslim pun juga melakukannya.

Sementara totalitas AS dalam mendukung Yahudi tampak jelas. Dewan Perwakilan Rakyat AS telah menyetujui paket bantuan militer senilai 14,3 miliar US dolar (sekitar Rp225,4 triliun) untuk Yahudi. Akan tetapi, negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia, tidak ada satu pun yang memberikan dukungan militer pada Palestina.

Para penguasa muslim saat ini bungkam sebab mereka telah terjajah oleh nasionalisme yang sengaja dihembuskan penjajah barat ke dunia Islam untuk memotong wilayah Khilafah Utsmaniyah menjadi lebih dari 50 negara bangsa di awal abad ke-20. Ide nasionalisme juga yang saat ini membelenggu negeri-negeri muslim sehingga tidak mengindahkan terhadap penderitaan umat Islam di negeri lainnya, seperti penderitaan muslim Palestina sekarang.

Kondisi semacam ini tidak pernah terjadi ketika umat Islam masih bersatu di bawah institusi Khilafah Islamiyah.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa atau azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sejak masa Rasulullah saw., daulah Islam telah merancang pembebasan wilayah Palestina (Al-Quds) dari penjajahan Romawi. Pembebasan itu terealisasi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab secara damai setelah beliau mengirimkan pasukan ke Al-Quds.

Khilafah kembali membebaskan Al-Quds, setelah sempat dikuasai pasukan salib, dengan mengirimkan pasukan di bawah komando Shalahuddin al-Ayyubi pada 1187. Kini, Al-Quds kembali terjajah setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah sebagai sang perisai pada 1924.

Umat Islam kini tidak bisa berharap pada negara-negara tertentu untuk mengirim pasukan membebaskan Palestina, meski jumlahnya banyak. Umat juga tidak bisa berharap pada organisasi internasional, seperti PBB dan OKI, yang terbukti mandul.
Umat saat ini hanya bisa melakukan aksi boikot sebagai bentuk keberpihakan pada Palestina dan perlawanan terhadap Yahudi. Sementara boikot bukanlah solusi hakiki atas kejahatan yang terjadi. 

Solusi hakiki atas penjajahan Yahudi adalah jihad fi sabilillah untuk mengalahkan entitas Yahudi. Satu-satunya institusi yang akan menggelorakan jihad membebaskan Palestina adalah Khilafah. Sejarah telah membuktikannya. Umat islam harus menyadari dan berusaha mewujudkan institusi Khilafah ini secara nyata dengan memberikan dukungan politik terhadap Daulah Khilafah sang pembebas Palestina.

Wallahu a'lam bisshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak