Amoral Generasi Akibat Liberalisasi





Oleh: Aryndiah



Belum lama ini, publik kembali dikejutkan dengan terbongkarnya praktik aborsi ilegal yang berlokasi di Ciracas, Jakarta Timur. Awalnya pelaku meminta izin kepada ketua RT setempat untuk membuka salon kecantikan dan kantor advokat di sebuah rumah. Namun, itu hanyalah modus semata, karena tempat tersebut malah dijadikan lokasi klinik aborsi ilegal. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya tulang belulang janin hasil aborsi di septic tank oleh jajaran Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Puslabfor Polri, dan RS Polri Kramat Jati. 

Dengan modus salon kecantikan, warga setempat tidak curiga dengan orang tak dikenal yang masuk ke tempat tersebut. Meskipun, tempat tersebut sering didatangi pasangan muda-mudi dan perempuan hamil. Hingga akhirnya polisi mendapat informasi dari masyarakat bahwa terdapat praktik aborsi ilegal di wilayah tersebut. Pada kasus ini, polisi telah menetapkan empat tersangka diantaranya pemilik rumah dan seorang pembantu rumah tangga. (Jatim.tribunnews.com, 05-11-2023).

Sungguh miris, lagi-lagi publik digemparkan dengan terungkapnya praktik aborsi ilegal. Padahal pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberantasnya seperti edukasi seks kepada para remaja, penggunaan alat kontrasepsi, pelayanan KB, hingga penetapan regulasi tentang aborsi, dengan persyaratan tertentu.

Dalam KUHP atau UU 1/2023 dengan tegas mengatakan bahwa perbuatan aborsi adalah sesuatu yang dilarang sehingga dapat dijerat dengan pasal 346 KUHP atau pasal 463 UU 1/2023. Namun, dalam pasal 463 UU no 1/2023 dikecualikan bagi korban kekerasan seksual atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

Pengecualian larangan aborsi bertujuan untuk mencegah Angka Kematian Ibu (AKI) dan untuk memberikan hak reproduksi bagi perempuan. Mengingat salah satu penyebab AKI adalah aborsi tidak aman, maka diperjuangkan pula agar pemerintah dapat memfasilitasi layanan aborsi aman dan legal. Hal tersebut juga dianggap sebagai salah satu wujud pemenuhan hak-hak reproduksi perempuan yang telah dirumuskan oleh IPPF pada tahun 1996.

Pelegalan aborsi, meskipun diperbolehkan dengan syarat tertentu, bisa sangat memicu tingginya angka aborsi. Dapat dilihat pada penggunaan frasa “darurat medis” yang menjadi alasan pelegalan aborsi, frasa tersebut memiliki makna yang luas, sebab gangguan kesehatan apapun dapat menjadi alasan untuk pelegalan aborsi, seperti kesehatan mental. 

Bisa dibayangkan jika ada remaja yang hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas kemudian dia merasa stress maka aborsi boleh dilakukan, karena mereka dapat berdalih bahwa stres termasuk salah satu masalah kesehatan. Bukankah hal tersebut dapat menambah angka aborsi? Disamping itu, adanya aturan seperti ini akan membuat pergaulan bebas di kalangan remaja semakin merajalela dan mereka tidak merasa khawatir akan dampak yang ditimbulkan.

Sungguh kondisi yang sangat memprihatinkan. Racun sekularisme telah berhasil menancap kuat ditengah-tengah kehidupan remaja. Racun ini telah memisahkan peran agama dalam kehidupan, akibatnya kehidupan mereka berjalan diatas jalan kebebasan. Mereka merasa bebas untuk melakukan apapun selama hawa nafsunya terpenuhi, tanpa memperdulikan apakah perbuatannya dosa atau tidak. Ditambah sistem informasi yang juga rusak, menjadikan remaja menerima informasi-informasi yang tidak bermanfaat dan berbahaya, sehingga menyebabkan mereka semakin terjerumus kedalam jurang kebebasan.
 
Lihat saja media hari ini, betapa mudahnya bagi generasi untuk mengakses pornografi dan pornoaksi, padahal hal tersebut dapat melahirkan tindakan bejat yang bahkan tidak jarang berakhir pada tindak kriminalitas. Jika sudah sampai pada tindak krimimal, maka sistem sanksi pun tidak dapat memberikan kepastian hukum, karena penerapannya yang buruk, maka wajar apabila hukum yang ada juga tidak mampu membuat pelaku kejahatan jera. Bahkan, terkadang pelaku kejahatan pun tidak tersentuh hukum.

Pendidikan sekuler saat ini juga hanya memfokuskan generasi pada aspek akademik tanpa mementingkan nilai-nilai agama. Padahal agama adalah pedoman hidup manusia yang harus melekat pada kepribadian mereka. Alhasil tercetak lah generasi amoral, terbukti bullying, tawuran, narkoba, pergaulan bebas, hingga aborsi banyak terjadi di lingkungan sekolah.

Melihat kondisi seperti ini, seharusnya para pemangku kebijakan melihat lebih dalam akar permasalahan generasi apalagi akibat massifnya arus liberalisasi banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang tidak jarang menyebabkan hamil di luar nikah. Parahnya, ketika mereka tidak siap mejadi orang tua, dipilihlah jalan pintas, yaitu aborsi. 

Pemerintah memiliki tanggung jawab besar atas warga negaranya, maka dengan maraknya kasus aborsi illegal seharusnya mereka dapat menetapkan kebijakan berdasarkan pengkajian mendalam tentang apa yang menjadi akar permasalahan agar kebijakan yang ditetapkan tidak kontraproduktif dengan pencegahannya. Namun, disayangkan pemerintahan hari ini berjalan di atas pemahaman sekuler liberal akibatnya kebijakan yang dihasilkan memang bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai sekuler liberal dalam kehidupan.

Terbukti ditengah maraknya pergaulan bebas, solusi yang diberikan hanya sebatas pada pemberian edukasi tentang pendidikan seksual dan reproduksi sebagaimana yang diterapkan oleh Barat, seperti penggunaan pengaman atau mengkonsumsi pil kontrasepsi, semata-mata karena alasan kesehatan. Artinya, secara tidak langsung sistem hari ini telah melegalkan zina.

Oleh karena itu, sudah terbukti jelas bahwa paham sekuler liberal telah menancap kuat pada masyarakat akibat penerapan sistem kehidupan yang rusak. Akibatnya manusia mudah terjerumus kedalam jurang kemaksiatan dan kerusakan. 

Dalam Islam, seluruh ulama sepakat bahwa aborsi hukumnya haram. Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab An-Nizham al-Ijtima’I fi al-Islam disebutkan bahwa aborsi haram apabila usia janin 40 hari atau 40 malam berdasarkan hadits Nabi saw. dan berdasarkan dari HR Muslim dari Ibnu Mas’ud ra

“Jika nutfah (zigot) telah lewat 40 dua malam (dalam riwayat lain: 40 malam], maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu Dia membentuk nutfah tersebut; Dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ’Ya Tuhanku, apakah ia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan.” (HR Muslim dari Ibnu Mas’ud ra.).

Berdasarkan hadis tersebut, penganiayaan terhadap janin merupakan tindak pembunuhan. Siapapun tidak berhak mengambil nyawanya, sekalipun ibunya sendiri. Siapapun yang melakukan tindakan menggugurkan kandungan maka ia telah berbuat dosa dan tindak kriminal sehingga ia harus membayar diyat (tebusan). Diyat-nya adalah seorang budak laki-laki atau perempuan atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (yaitu 10 ekor unta).

Islam tidak mengenal adanya hak reproduksi sebagaimana Terminologi Barat dan juga tidak akan memfasilitasi layanan aborsi aman. Agar generasi tidak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan, seperti pergaulan bebas, Islam memiliki langkah pencegahannya, yaitu dengan memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, kewajiban untuk menjaga pandangan, dan juga kewajiban menutup aurat secara sempurna bagi laki-laki maupun perempuan. Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas sehingga mampu membuat jera pelaku kejahatan. Disamping itu, untuk menjaga kualitas generasi, Islam akan sangat selektif dalam menyuguhkan informasi, sehingga generasi hanya akan memperoleh informasi yang bermanfaat. 

Ditambah penerapan pendidikan berbasis aqidah Islam di sekolah akan mampu mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam sehingga pola pikir dan pola sikap mereka hanya berdasar pada Islam semata. 

Sungguh hanya Islam yang mampu memberikan solusi atas setiap persoalan hidup. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslim untuk kembali menerapkan aturan Islam dalam kehidupan Ini.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak