by: Efri Yani , M.Pd (Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah:(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.s. ar-Rum [30] : 30)
Allah menciptakan segala sesuatu secara seimbang. Keseimbangan alam semesta ,tumbuh-tumbuhan dan hewan telah di tetapkan Allah, dan merupakan keseimbangan yang yang mutlak (sunnatullah). Bila keseimbangan itu hilang , pasti bencana akan datang. Bencana itu datang pada saat aturan Allah yang telah di tetapkan kepadanya di langgar. Berbeda dengan manusia, ia baru justru akan mencapai keseimbangan ketika manusia mentaati Islam, melaksanakan apa yang ada dalam Al Quran dan sunnah Rasulullah.
Potensi keseimbangan manusia sesungguhnya ada dalam fitrah. Manusia semestinya seimbang , karena ia di ciptakan dalam keadaan fitrah, dimana fitrah akan senantiasa berjalan dalam kehanifannya: lurus,turut dan tunduk kepada Allah. Salah satu ciri kefitrahan manusia terletak pada menjaga keseimbangan antara jasadiyah, fikriyah dan ruhiyah itu. penjagaan fitrah manusia itu dengan cara menjaga ketaatannya terhadap tuntunan Islam. Ketiga aspek tersebut perlu dijaga agar tetap dalam fitrahnya.
1. Aspek Ruhiyah
Kekuatan ruhiyah merupakan kekuatan yang akan menjadi energi penggerak aktivitas kehidupan yang senantiasa tunduk dan taat kepada Allah, dan menjadi motivasi utama dalam mengerakkan Dakwah ini. Secara sederhana, semakin tinggi kekuatan ruhiyah seseorang akan semakin kokoh dalam menjaga keikhlasannya, tangguh dalam menghadapi tantangan yang ada dan memiliki semangat yang besar dalam menyukseskan dakwah. Sebab, aspek ruhiyah ini sesungguhnya paling dominan dalam membentuk tingkah laku manusia.
Abdullah Nasih Ulwan menasehati kita tentang penting nya ruhiyah bagi seorang pengemban Dakwah: "Ketika jiwa seorang pengemban dakwah telah sepenuhnya bertakwa kepada Allah, merasakan muraqobah dan keagungan Nya dalam hati, rutin membaca al Quran dengan tadabur dan penuh kekhusukan , menyertai nabi dalam berqudwah kepadanya, menyertai orang- orang sholeh yang bermakrifat kepada Allah dengan menimba berbagai hikmah dan kebaikan dari mereka, berdzikir kepada Allah secara kontinyu untuk menambah keteguhan dan ketenangan, selalu melakukan ibadah nafilah untuk mendekatkan diri dan menambah kekhusyukan". Apabila seorang telah memiliki itu semua, maka ketika berbicara atau berkhutbah atau mengajak ke jalan Allah, niscaya akan anda temukan keimanan memancar dari kedua bola mata nya, keikhlasan tampak jelas menghiasi raut mukanya ,dan kejujuran terus mengalir bersama kelembutan suaranya,ketenangan iramanya,serta isyarat-isyarat tangannya.
Bahkan perkataannya akan meresap kedalam hati dan melenyapkan kegelapan jiwa. Seperti Air sejuk yang meresap di kerongkongan orang yang kehausan, bak nur cahaya yang memusnahkan kegelapan. Mereka itulah orang orang yang mendapat petunjuk. Dengan petunjuk mereka orang orang pun memperoleh petunjuk, dakwah mereka mendapat sambutan yang luas. Dengan nasehat mereka, hati bergetar dan mata menangis dengan nasehat mereka, ahli maksiat bertaubat dan orang orang sesat sadar serta kembali kejalan yang lurus.
Ruhiyah seorang pengembang dakwah menjadi garis awal dan stasiun pemberhentian sementara bagi keberlangsungan dakwah. Kekayaan ruhiyah akan senantiasa membersamai dan mengantarkan kesuksesan dakwah ini. Ia aka mengantarkan sang pelaku dakwah pada suatu kondisi ruh yang selalu terjaga dan meningkatnya kecepatan daya responnya. Siapa pun ia yang tidak memiliki modal ruhiyah , ia akan tergilas oleh percepatan dakwah. Adapun modal ruhiyah hanya akan kita dapat kan tatkala kita bisa berhubungan baik dengan Allah.
2. Aspek Jasadiyah
Pada aspek Jasadiyah bagi pengemban dakwah juga akan mendapatkan indikator keseimbangan dalam bentuk tubuh sehat dan kuat dibutuhkan pengaturan pola makan yang baik, memilih makan makanan yang halal, baik dan menyehatkan, menjaga kebersihan (termasuk di dalam nya menjaga penampilan) dan menjalankan olahraga*.
Tentang kesehatan dan kekuatan jasadiyah ini telah banyak di kisahkan dalam al Quran maupun oleh Rasulullah dan para sahabat. Kita bisa melihat kisah raja Thalut yang menghadapi raja Jalut. Thalut tidak sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang luas tetapi juga kekuatan fisik untuk menghadapi Jalut (lihat: Qs. al Baqarah [2] ayat 247).
Rasulullah sendiri mencontohkan pentingnya kesehatan jasadiyah. Rasulullah sering melakukan lari bersama Aisyah atau pernah bergulat dengan orang Quraisy dan Rasulullah memenanginya. Rasulullah juga bersabda : " mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih di cintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah".
3. Aspek Fikriyah
Indikator keseimbangan dalam fikriyah adalah hilangnya kebodohan dan munculnya kemampuan kecerdasan dalam diri muslimah dakwah. Jika makanan ruhiyah itu dengan berdzikir (dalam arti luas), dan makanan jasadiyah dengan berolahraga serta makanan dan minuman yang halal dan menyehatkan , maka makanan fikriyah adalah dengan pembinaan diri, mengaji atau thalabul ilmi*
Aspek fikriyah dalam diri pengemban dakwah tidak datang dengan sendirinya . Ia perlu proses, sarana dan kondisi-kondisi yang mempengaruhinya. Setidaknya ada tiga pengayaan aspek fikriyah bagi seorang pengemban dakwah : menguasai minimal tentang pengetahuan agama islam secara lengkap (kafa'ah syar'iyah) , pengetahuan modern dan pengetahuan keahlian. Ketiganya memiliki wilayah sendiri- sendiri dan cara memperolehnya pun berbeda-beda.
Keilmuan agama menjadi syarat mutlak , karena ini lah materi pokok yang akan di sampaikan kepada umat , sekaligus menyiapkan seorang pengemban dakwah yang memiliki pengetahuan keislaman yang sesuai dengan kebutuhan diri, umat dan zamannya. Untuk kepentingan ini dapat di tempuh dengan jalan pembinaan diri ruhiyah. Tujuan pembinaan diri ruhiyah tidak lain untuk memperkuat maknawiyah-ruhiyah, mempertautkan jiwa dan ruh, Mengantisipasi adat dan tradisi, menjaga hubungan dengan Allah serta memohon pertolongan kepada Allah.
Aktivitas membaca merupakan kunci sukses dalam membangun kekuatan fikriyah pengemban dakwah. Tidak sekedar membaca buku, tetapi juga "buku dunia", membaca kebesaran Allah, membaca diri sendiri, membaca alam semesta dan lain sebagainya. Kita bisa bercermin dari Imam Syafi'i yang hapal al-Quran dalam usia 7 tahun dan menghabiskan kitab Muwaththa karya Imam Malik dalam waktu singkat. Imam Nawawi setiap hari tidak kurang 12 kitab di bacanya. Sayyid Quthb menyisikan waktu 10 jam untuk membaca buku.
Dalam menjalankan dakwah, seorang pengemban dakwah di tuntut memiliki kecerdasan. Betapa tidak, seorang yang berdakwah sesungguhnya ia senantiasa sedang melakukan transfer nilai-nilai keislaman dalam kehidupan. Transfer nilai tersebut dalam bentuk pemikiran, perasaan dan perilaku yang berhubungan dengan dunia politik,ekonomi, sosial,hukum,budaya dan peradaban lainya. Kemampuan mentransfer nilai ini didahului dengan kemampuan seorang pengemban dakwah dalam memahami , menyerap dan memaknai nilai-nilai syariat Islam. Bekal utamanya adalah ketersedian hati dan pikiran yang cerdas (disamping faktor hidayah). Dalam al-Quran dicontohkan kisah kecerdasan nabi Ibrahim dalam memahami fenomena masyarakat disekitarnya dan Tuhannya. Proses nabi Ibrahim mencari Tuhan melibatkan proses akal melalui pemahaman atas fenomena alam. Tentu nabi Ibrahim tidaklah bodoh dalam peristiwa ini ; ia belajar dibimbing oleh alam dan hidayah Allah untuk menemukan hakikat Allah Tuhan semesta alam.
Tags
Opini