Oleh Irohima
Dalam rangka berpartisipasi dan memberi dukungan untuk pembangunan “Taman Totem Dunia” pada program “ Penataan Kawasan Waterfront City Pangururan “ di Kecamatan Pangururan Samosir, Sumatera Utara, PT Freeport Indonesia menyerahkan dua totem Kamoro dari tanah Papua sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam melestarikan karya seni dan budaya salah satu masyarakat adat Papua.
Pihak perusahaan berharap dengan adanya Totem Kamoro, dapat memberi akses bagi pengunjung untuk melihat dan merasakan keindahan dan seni budaya Papua jauh dari tempatnya berasal (seputarpapua, 1/10/2023).
Tak cukup sampai di situ, PT Freeport juga melakukan pemugaran empat patung Kamoro yang berada di Bundaran Kota Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Tak tanggung-tanggung 500 seniman Suku asli Kamoro dilibatkan dalam pemugaran ini. Apa yang dilakukan oleh Freeport, selain sebagai bentuk dukungan, juga merupakan apresiasi dalam perayaan HUT Republik Indonesia yang ke 78 (Kompas, 20/8/2023).
Totem merupakan sebuah simbol yang berfungsi sebagai lambang sekelompok orang secara spiritual. Pemberian Totem oleh pihak Freeport dimaksudkan sebagai apresiasi terhadap budaya lokal Papua, tempat perusahaan mereka berdiri. Tapi apakah dengan memberikan Totem akan berdampak langsung kepada kehidupan masyarakat ? Sebandingkah Totem yang mereka berikan dengan apa yang mereka peroleh dari mengeruk tanah Papua sejak dulu ?. Fakta menjelaskan dengan sangat gamblang betapa keberadaan Freeport hanya sebagai sebuah perusahaan bisnis asing yang semata-mata mencari keuntungan, kemiskinan masih saja akrab dengan rakyat, khususnya masyarakat Papua.
Fakta terbaru bahkan mengatakan bahwa eksploitasi tambang emas Grasberg yang dikelola PT Freeport telah menghasilkan limbah tailing ( sisa dari proses pengolahan hasil tambang PT Freeport ) yang telah merusak sungai-sungai di kawasan Mimika dan mengancam keberlangsungan masyarakat Papua. Adolfina Kuum sebagai Koordinator umum Komunitas Peduli Lingkungan Hidup (Lepemawi) Timika, mengungkap bahwa Freeport setiap hari membuang 300 ribu ton limbah tailing ke sungai. Akibatnya sungai menjadi tercemar, masyarakat mengalami krisis air, ikan mati massal, munculnya penyakit menular, warga kehilangan mata pencaharian, sungai dan laut terdegradasi, desa-desa dikepung limbah tailing dan mereka juga tak bisa mengakses transportasi sungai karena terjadi sedimentasi dan pendangkalan sungai akibat limbah.
Padahal warga Papua di Mimika sangat menggantungkan kehidupan dan pencarian nafkah di sungai.
Miris, di tanah berselimut emas, subur, dan kaya akan SDA, masyarakat justru sengsara bahkan kini terancam bencana. Selama lebih dari setengah abad Freeport beroperasi di tanah Papua, Freeport selalu mengeruk emas tanpa ampun sementara rakyat Papua hanya mendapat ampas, limbah dan kemiskinan tanpa ujung. Semua merupakan dampak dari diterapkannya sistem Kapitalisme, di mana eksploitasi dan penjajahan SDA berkedok investasi dilegalkan bahkan dibentangkan karpet merah. Inilah watak asli Kapitalisme yang serakah akan kekayaan SDA, yang tak peduli akan dampak eksploitasi yang bisa merugikan lingkungan, alam dan manusia.
Dalam Islam, pengelolaan sumber daya alam atau SDA akan diatur oleh sistem yang jelas dan sesuai dengan syara. Pengelolaan SDA akan selalu berprinsip pada kepentingan umat, eksploitasi yang berlebihan hingga menimbulkan dampak merugikan bagi lingkungan akan sangat dilarang. Maka dari itu pengelolaan dan pemanfaatan SDA dalam Islam akan selalu memperhatikan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan).
Dalam Islam, sumber daya alam berupa tambang, minyak bumi, hutan, laut, sungai, air dan lain-lain memiliki status yang jelas yaitu sebagai harta milik umat yang tidak boleh diserahkan kepada pihak asing dalam pengelolaannya apalagi sampai di swastanisasi.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara yang hasilnya akan digunakan kembali untuk kemaslahatan umat. Sektor pertambangan merupakan sektor yang sangat vital dan memiliki potensi besar dalam menghasilkan pendapatan yang akan sangat berguna untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat serta membiayai sarana dan fasilitas publik. Sektor ini juga akan menjadi salah satu sumber penerimaan baitul maal.
Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang langsung dilakukan oleh negara, seperti yang diterapkan oleh Islam, maka kesejahteraan bukan hal yang sulit untuk diwujudkan, pun eksploitasi yang selalu memperhatikan AMDAL akan membuat keseimbangan alam dan lingkungan terjaga serta akan menciptakan kehidupan yang seimbang, bukan kehidupan yang mengambang di antara penderitaan dan kehancuran.
Wallahu a'lam bishawab