Oleh : Salis F. Rohmah
Sudah lima tahun lamanya bab moderasi disosialisasikan oleh pemerintah. Penerapannya pun sudah banyak dilaksanakan oleh berbagai daerah. Seperti yag telah diterapkan di Kabupaten Tulungagung. Semua agama ada di Kota Marmer ini, maka sebagai contoh toleransi sudah dibentuk dua Kampung Moderasi Beragama di Tulungagung.
Moderasi Beragama benar-benar menjadi projek besar pemerintah Indonesia. Terbukti bahwa proyek ini masuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Sehingga upaya hingga dana yang digelontorkan besar-besaran.
Pemuda pun tidak luput menjadi sasaran moderasi. Bahkan target di tahun ini adalah menjadikan moderasi beragama sebagai nalar berpikirnya anak muda. Maka jalan mudah dan tersistematis adalah memasukkan moderasi dalam kurikulum Pendidikan. Tidak heran jika para pendidik ramai-ramai berguru soal moderasi ini. Dari anak TK hingga pelajar SMA pun tak luput dari target. Bahkan instansi Pendidikan yang dibawahi Kemenag diharapkan menjadi pelopor ide ini di tengah masyarakat.
Sebegitu besar proyek ini dijalankan, bahkan menjadi Proyek Pembangunan berskala nasional. Pemuda yang akan menjadi penerus bangsa pun ‘dicekoki’ ide ini. Namun menjadi pertanyaan kritis yang harusnya diutarakan. Mengapa Moderasi Beragama begitu gencar disuarakan? Seberapa genting ide ini harus diterapkan dalam kehidupan masyarakat bernegara?
Moderasi Beragama seolah menjadi angin segar dalam menyelesaikan masalah keberagaman yang ada di Indonesia. Ide ini dinilai sangat cocok untuk menjaga keutuhan dan kedamaian pada kondisi Indonesia yang sedemikian beragam agama, suku, budaya bahkan bahasanya. Apalagi radikalisme masih menjadi isu yang marak di kalangan masyarakat. Menjaga tolerasi antar umat beragama seolah menjadi mutlak dilakukan. Namun benarkan radikalisme menjadi masalah besar dan genting yang sedang dihadapi negeri ini? Pertanyaan tersebut harus menjadi hal kritis yang selanjutnya dipikirkan bersama.
Sementara di tahun 2023 pula BKKBN menyatakan jika stunting menjadi masalah besar yang dihadapi bayi di Indonesia. Bayi-bayi di Indonesia masih banyak yang terancam tumbuh kembangnya baik dari segi fisik, mental, maupun daya pikirnya. Padahal mereka adalah generasi penerus dan SDM berharga yang akan mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara nantinya.
Sedangkan stunting masih banyak dihadapi masyarakat Indonesia yang juga terbelenggu oleh jurang kemiskinan. Bagaimana bisa mereka memenuhi gizi bayi mereka jika untuk memenuhi kebutuhan hidup saja kesulitan. Tidak jarang kita temui kasus pencurian dilakukan untuk kebutuhan makan. Di Surabaya telah terjadi kasus pencurian mie instan karena lapar namun pihak tertuduh harus dilaporkan dan dimintai pertanggung jawabannya. Sedangkan kasus korupsi yang notabene mencuri uang negara dalam jumlah besar kasusnya lama peradilannya bahkan ‘enggan’ untuk terungkap. Maka menjadi pertanyaan kritis berikutnya mengapa bukan kemiskinan yang menjadi proyek besar yang harus dilonggontorkan dana dan upaya agar kesejahteraannya terwujud.
Namun sayangnya masih banyak lagi masalah yang sebenarnya lebih urgent yang harus ditangani segera. Seperti maraknya judi online, pergaulan bebas, hingga moral anak bangsa yang menjadika bully bahkan menjadi tren, semua hal tersebut harusnya menjadi perhatian bersama. Sungguh semua masalah tersebut hingga kemiskinan yang tersistematis hanyalah dampak dari diberlakukannya sistem kapitalisme sekuler. Kapitalisme membuat segala aturan berfokus pada modal/uang menjadi tuannya. Dilengkapi dengan penerapan sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan yang menjadikan segala aturan bebas tanpa agama yang mengarahkan. Sehingga manusia menjadi liar menjalankan kehidupan hingga manusia berduitlah yang berkuasa semena-mena menginjak manusia lemah yang tak memiliki modal.
Begitulah hakikatnya kapitalisme sekuler yang sejatinya bahaya dan menyengsarakan manusia. Untuk itu, maka ide tersebut harus dibuang jauh-jauh dan digantikan dengan ide yang shohih. Ide yang benar tersebut tidak lain tidak bukan adalah agama yang berasal dari Dzat Yang Maha Pencipta dan Pengatur alam ini. Maka Islam diturunkan di muka bumi lewat utusan-Nya yaitu Rasulullah Muhammad SAW sebagai Rahmat bagi seluruh alam. Dijanjikan sebagai Rahmat bagi seluruh alam bukan hanya untuk umat muslim karena sebegitu kompleks dan sempurnya syariat Islam. Islam adalah agama yang mengatur hubungan manusia dengan Rabbnya, manusia dengan dirinya sendiri serta hubungan manusia satu dengan manusia yang lain. Jangan salah, maka Islam yang diajarkan Rasul telah mengatur manusia dari bangun tidur hingga bangun negara.
Untuk mewujudkan Rahmatan lil ‘alamin maka Islam perlu diterapkan secara keseluruhan. Semua syariat yang telah diajarkan Nabi perlu kita tauladani tanpa pilih-pilih. Islam yang disampaikan nabi bukanlah moderat yang banyak kompromi bahkan cenderung sekuler alias mengesampingkan syariat. Islam tegas di dalam syariatnya justru dalam Sejarah penerapannya membawa kehidupan yang harmonis di antara umat beragama. Maka siapakah yang menjadi tauladan kita jika teguh menerapkan moderasi beragama untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat ini? Bukankah keberkahan hidup yang harusnya kit acari agar Allah Tuhan semesta alam memberikan pertolongannya bagi generasi da bangsa ini?
Waallahu a’lam bishawab.
Tags
Opini