Rempang : Ironi Kedaulatan Rakyat

Oleh : Eka


Rencana relokasi sebagian warga pulau Rempang yang dijadwalkan pada hari kamis (28/9/2023) urung dilaksanakan. Namun hal itu belum membatalkan rencana pemindahan masyarakat dari kampung-kampung tua. Meskipun ratusan warga Rempang berkumpul untuk menolak keras relokasi tersebut, namun nyatanya rencana pembangunan proyek strategis nasional (PSN) tetap berjalan dan pemerintah memberi waktu lebih untuk sosialisasi.

Kasus ini merupakan ujian atas konsep kedaulatan rakyat yang diadopsi negeri ini. Sebab siapa sejatinya yang berdaulat ketika rakyat justru banyak dirugikan dalam berbagai kasus sengketa lahan atau kasus agraria.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sistem yang dipakai di negeri ini adalah demokrasi yang meletakkan kedaulatan dan kekuasaan di tangan rakyat dengan harapan mampu mengakomodasi kepentingan rakyat, namun dalam kenyataannya kedaulatan bukan di tangan rakyat tetapi di tangan segelintir orang atau para kapitalis.

Dalam kasus ini sistem ekonomi kapitalis di bawah sistem politik demokrasi telah melegalkan kebebasan kepemilikan, siapa saja berhak memiliki tanah selama mereka mampu membelinya sekalipun tanah tersebut mengandung kepemilikan umum yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh seluruh rakyat.

Tentu saja kebebasan tersebut tidak berlaku bagi orang miskin dan lemah. Hal ini membuktikan bahwa demokrasi telah membuka jalan bagi para pemilik modal untuk mempengaruhi aturan-aturan negara karena pemimpin yang terpilih dalam sistem demokrasi ini dipilih untuk membuat hukum, hal itu membuat penguasa condong kepada pihak yang memberikan modal untuk berkuasa karena untuk menjadi pemimpin membutuhkan dana yang tidak sedikit disitulah muncul hutang budi politik yang meniscayakan para penguasa yang terpilih untuk membuat aturan yang pro terhadap para kapitalis.

Berbeda dalam sistem Islam, Islam telah menetapkan kedaulatan di tangan syara dan umat sebagai pemilik kekuasaan. Siapapun pemimpin yang terpilih dalam Khilafah wajib menerapkan syariat Islam, karena sejatinya pemimpin dalam Islam di bai'at oleh umat untuk mengurusi urusan umat dengan syariat Islam. 

Oleh karena itu pandangan ekonomi termasuk kepemilikan akan dikembalikan pada hukum syariat. Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggungjawab atas urusan rakyat termasuk menjaga hak-hak rakyat. Setiap rakyat berhak memiliki kepemilikan individu termasuk tanah selama tanah tersebut tidak termasuk dalam kepemilikan negara dan umum.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak