Oleh Siti Aminah
(Aktivis Muslimah Kota Malang Jatim)
Puluhan anak ketakutan dengan air mata yang mengalir,rasa sesak sebab gas air mata yang ditumpahkan aparat untuk menghalau massa.Ya! kekacauan di salah satu sekolah di daerah Rempang disebabkan karena kebrutalan aparat menghalau massa yang sedang mempertahankan miliknya.Aparat yang seharusnya melindungi rakyat malah bertindak brutal pada rakyat yang ingin mempertahankan haknya demi melindungi kepentingan segelintir kapital.
Kerusuhan itu di picu oleh pemerintah yang tiba-tiba ingin memindahkan masyarakat Rempang.Pada dasarnya, masyarakat Pulau Rempang tidak menolak rencana BP Batam dan pemerintah dalam pembangunan zona industri serta investasi Rempang Eco-City di Kepulauan Riau tersebut.Namun, warga setempat tak menghendaki penggusuran yang dilakukan tanpa musyawarah. Sebab saat ini, sebanyak 8.000 orang warga di kawasan tersebut yang meminta untuk tidak dipindahkan.
Bukan karena tidak taat, namun ini sebagai salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap budaya lokal. Sebab diketahui, masyarakat adat Rempang sudah lebih dari satu abad bermukim di wilayah tersebut.BISNIS.COM,(10/09/2023)
Kenapa pemerintah begitu kekeuh membangun Eco City di Rempang?
Ini karena perusahaan asing China Xinyi Glass Holdings Ltd mau berinvestasi hingga ratusan triliun di proyek Rempang Eco City, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau? Hingga membuat pemerintah merelokasi belasan ribu warga adat setempat dari tanah nenek moyangnya di Pulau Rempang demi investasi ratusan triliun dari Xinyi. Ternyata Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memiliki potensi dan cadangan besar pasir silika atau lebih dikenal dengan pasir kuarsa, yang merupakan bahan baku kaca dan juga solar panel. Tidak heran, jika pemerintah bekerjasama dengan Xinyi Glass Holdings Ltd untuk membangun pabrik kaca dan solar panel di Pulau Rempang. tvOnenews,com,21/09/2023.
Pemerintah Hanya Perhatian pada Urusan Oligarki
Pemerintah hanya memperhatikan kepentingan para kapitalis karena dianggap menguntungkan, masyarakat yang akhirnya menjadi korban dengan kebijakan semena-mena walaupun masyarakat menentang penguasa akan melakukan berbagai cara bahkan melakukan tindakan anarkis untuk mengusir masyarakat dari tanah kelahirannya demi kepentingan segelintir kapital, terkadang proyek seperti ini hanya akan merugikan masyarakat karena dampak lingkungan yang mulia rusak.
Kericuhan yang terjadi di Rembang bukan lah hal baru, peristiwa seperti ini sudah berkali-kali terjadi dibeberapa kota di Indonesia, diantaranya, yang pertama ada di Wadas
Warga menolak tambang andesit di Desa Wadas yang rencananya akan dijadikan bahan baku pembuatan Bendungan Bener, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional. Berdasarkan laporan media, tambang ini diketahui tidak memiliki AMDAL tersendiri dan akan mengorbankan lahan bukit yang diisi pepohonan besar.Ratusan aparat diturunkan dengan dalih mengamankan pengukuran tanah. Namun tak hanya pengamanan, warga juga diintimidasi oleh aparat, bahkan sampai ada yang dipukul, diseret hingga ditangkap.
Kedua ada di Batang
Perjuangan panjang warga Batang menolak pembangunan proyek PLTU Jawa Tengah 2x1000 MW. Perlawanan warga Batang menolak PLTU telah dimulai sejak kurang lebih 10 tahun lalu. Walaupun perjuangan panjang warga tak mempengaruhi jalannya proses pembangunan PLTU yang saat ini proyek pembangunan konstruksim PLTU telah mencapai 95,8 persen.Tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Wadas, penurunan aparat dengan dalih untuk mengkondusifkan suasana juga dilakukan negara.
Ketiga terjadi di Kendeng dan Pati
Penolakan tambang karst dan pembangunan pabrik di Kawasan Gunung Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Intimidasi juga dilakukan kepada warga yang tergabung dalam aksi menolak tambang karst dan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di Kawasan Gunung Kendeng, Rembang. Pada 16 Juni 2014, warga yang didominasi para perempuan ini menduduki lokasi tapak pabrik. Tujuh orang sempat diamankan oleh TNI/Polri, termasuk ibu-ibu.(Sumber Greenpeace Indonesia)
Seringkali rakyat dijadikan alasan untuk menguasai kekayaan alam, mengeksploitasi kekayaan alam yang seharusnya menjadi milik rakyat dengan dalih investasi demi kemajuan, kesejahteraan masyarakat disekitarnya, padahal itu hanyalah akal-akalan para investor untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia, ketika mereka sudah mendapatkan tempatnya maka mereka akan mengekploitasi tanpa memperhatikan lagi kerusakan yang di timbulkan, akhirnya yang kena dampaknya rakyat lagi.
Dari peristiwa agraria di berbagai kota dapat dilihat bahwa kebijakan yang diambil penguasa bukanlah untuk kesejahteraan masyarakat tapi untuk kepentingan para kapitalis yang ingin menguasai kekayaan alam.Dalam sistem buatan manusia setiap pergolakan selalu dimenangkan yang kuat walaupun yang kuat melakukan kedhzoliman , inilah hukum rimba modern para kapitalis lah yang selalu akan menjadi pemenang tidak perduli itu benar atau salah.
Islam Solusi Terbaik
Dalam ajaran Islam Perampasan lahan tanpa alasan syar’i adalah perbuatan ghasab dan zalim. Allah SWT telah mengharamkan memakan harta sesama manusia dengan cara yang batil, termasuk dengan cara menyuap penguasa, agar diberikan kesempatan merampas hak milik orang lain. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil. (Jangan pula) kalian membawa urusan harta itu kepada para penguasa dengan maksud agar kalian dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kalian tahu (TQS al-Baqarah [2]: 188).
Penggusuran tempat tinggal dengan alasan investasi merupakan bentuk kedhzoliman.Dalam Islam tanah yang sudah ditempati dan sudah di dirikan bangunan merupakan hak milik yang menempati .Perampasan lahan tanpa alasan syar’i adalah perbuatan ghasab dan zalim. Allah SWT telah mengharamkan memakan harta sesama manusia dengan cara yang batil, termasuk dengan cara menyuap penguasa, agar diberikan kesempatan merampas hak milik orang lain. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil. (Jangan pula) kalian membawa urusan harta itu kepada para penguasa dengan maksud agar kalian dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kalian tahu (TQS al-Baqarah [2]: 188).
Dalam sistem demokrasi kapitalis seorang penguasa hanyalah sebuah regulator para kapital untuk memuluskan bisnis karena penguasa hanya akan membelah para kapital dari pada membela rakyat yang sedang terdzolimi, berbeda dengan sistem Islam.Dalam sistem Islam penguasa adalah tameng rakyat.
Contohnya pada masa Khalifah Umar bin Khattab , beliau sangat memperhatian keadilan untuk rakyat kecil dan begitu tegas kepada pejabat yang bertindak sewenang-wenang. Sebagaimana kisah seorang Yahudi tua yang mengadukan kesusahanya kepada Khalifah Umar karena ulah Gubernur Mesir, yang tak lain adalah bawahan Umar bin Khattab dalam pemerintahan Islam yang saat itu berpusat di Madinah.
Dikisahkan dari buku yang berjudul ‘The Great of Two Umars’ bahwa sejak menjadi Gubernur Mesir, Amr ibn al-Ash menempati sebuah istana megah yang di depannya terhampar sebidang tanah kosong dan terdapat gubuk reyot yang hampir roboh milik seorang Yahudi tua.
Selaku Gubernur, Amr menginginkan, agar di atas tanah itu didirikan sebuah masjid yang indah dan megah, seimbang dengan istananya. Ia merasa tidak nyaman dengan adanya gubuk Yahudi tersebut. Oleh karenanya, si Yahudi tua pemilik tanah dan gubuk itu dipanggil ke istana.
Amr mengatakan, rencananya tersebut kepada orang Yahudi itu dan meminta menjual tanah beserta gubuknya. Namun orang Yahudi itu menolaknya dengan tegas. Bahkan ketika Amr menawarkannya dengan bayaran tiga kali lipat, Yahudi itu tetap tak goyah.
Amr terus memaksa dengan berkata, “Jika kubayar lima kali lipat, apakah kau akan melepasnya?” Yahudi itu menjawab, “Tidak, tuan! Aku tetap tak akan menjualnya, karena itulah satu-satunya yang kumiliki.” Kemudian Amr mengancamnya, “Apakah kau tak akan menyesal?” “Tidak,” jawab Yahudi dengan mantap.
Sepeninggalan Yahudi tua itu, Amr menetapkan kebijakan untuk membongkar gubuk reyot tersebut. Dia minta supaya didirikan masjid besar di atas tanah itu, dengan alasan demi kepentingan bersama dan memperindah pemandangan.
Si Yahudi pemilik tanah dan gubuk reyot itu tidak bisa berbuat banyak atas kebijakan sang Gubernur. Dia hanya menangis dan menangis. Namun, dia tidak putus asa, dan bertekad hendak mengadukan sang Gubernur, Amr kepada atasannya, Khalifah Umar di Madinah.
Setibanya di Madinah, si Yahudi bertanya kepada orang-orang di mana istana sang Khalifah? Usai ditunjukkan, dia kaget bukan kepalang karena sang Khalifah tidak punya istana seperti Gubernur Mesir, Amr ibn al-Ash, yang mewah. Bahkan, dia diterima sang Khalifah di halaman Masjid Nabawi di bawah pohon kurma.
Apa keperluanmu datang jauh-jauh dari Mesir?” tanya Khalifah Umar usai mengetahui tamunya itu berasal dari negeri jauh. Si Yahudi itu pun mengutarakan maksudnya menghadap sang Khalifah. Tak lupa, ia membeberkan peristiwa yang menimpa dirinya serta kesewenag-wenangan Gubernur Mesir atas tanah dan gubuk satu-satunya yang sudah reot.
Mendengar semua itu Umar marah besar. “Amr ibnn al-Ash sangat keterlaluan!” katanya. Beliau kemudian menyuruh si Yahudi itu untuk mengambil sepotong tulang dari tempat sampah yang tak jauh dari tempat mereka. Tentu saja, si Yahudi itu menjadi bingung dan ragu dengan perintah sang Khalifah yang dianggap ganjil dan tak ada hubungannya dengan pengaduannya.
Namun, akhirnya dia pun mengambil tulang itu dan diserahkan kepada beliau. Umar menggores huruf alif dari atas ke bawah, lalu memalang di tengah-tengahnya dengan ujung pedang pada tulang tersebut. Kemudian, tulang itu diserahkannya kepada si Yahudi yang masih bengong tak mengerti maksud Khalifah.
Sang Khalifah hanya berpesan, “Bawalah tulang ini dan berikan kepada Gubernur Amr ibn al-Ash!”
“Maaf Tuan, aku terus terang masih tidak mengerti. Aku datang jauh-jauh ke sini untuk meminta keadilan, bukan tulang tak berharga ini,” protes si Yahudi.
Sang Khalifah tersenyum, tidak marah, beliau menegaskan, “Wahai orang yang menuntut keadilan, pada tulang itulah terletak keadilan yang engku inginkan.”
Akhirnya, kendati hatinya masih dongkol dan terus mengomel, lelaki itu pun pulang ke Mesir membawa pulang pemberian sang Khalifah. Setibanya di Mesir, dia menyerahkan tulang tersebut kepada sang Gubernur. Begitu Amr menerima tulang itu, mendadak tubuhnya menggigil dan wajahnya pucat ketakutan. Dan, lagi-lagi si Yahudi itu tak mengerti dibuatnya.
Sejurus kemudian, sang Gubernur memerintahkan pada bawahannya untuk membongkar masjid yang baru siap itu, dan supaya dibangun kembali gubuk lelaki Yahudi tersebut. Beberapa saat sebelum masjid baru dirobohkan, si Yahudi berkata, “Maaf Tuan, jangan dulu bongkar masjid itu. Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu?” “Silakan, ada perlu apa lagi?” tanya Amr. “Mengapa Tuan sangat ketakutan dan langsung menyuruh membongkar masjid baru itu, begitu Tuan menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar?”
“Wahai orang Yahudi,” jelas Amr, “ketahuilah, tulang itu hanya tulang biasa. Namun, karena dikirimkan oleh Khalifah, tulang itu menjadi peringatan keras bagiku.” “Maksudnya?” potong Yahudi tidak mengerti.
“Ya, tulang itu berisi ancaman Khalifah. Seolah-olah beliau berkata, ‘Hai Amr ibn al-Ash! Ingatlah, siapa pun kamu sekarang dan betapa tinggi pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti berubah menjadi tulang yang busuk, karena itu bertindaklah adil seperti huruf alif yang lurus, adil ke atas dan adil ke bawah. Sebab jika kamu tidak bertindak demikian pedangku yang akan bertindak dan memenggal lehermu!”
Si Yahudi itu tertunduk dan begitu terharu mendengar penuturan sang Gubernur. Dia kagum atas sikap Khalifah yang tegas dan adil, serta sikap Gubernur yang patuh dan taat kepada atasannya, hanya dengan menerima sepotong tulang kering. Sungguh mulia dan mengagumkan. Akhirnya si Yahudi itu menyatakan memeluk Islam, lalu menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf.
Hanya dengan sistem Islam konflik agraria akan bisa teratasi karena adanya pemimpin yang amanah, mandiri , tidak tergantung pada para kapitalis sehingga bisa menyelesaikan masalah tanpa intimidasi dari siapapun,yang dipilih tanpa mengeluarkan biaya sehingga tidak menggunakan berbagai cara agar bisa mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan saat akan menjadi pemimpin ,dan bukan pula penguasa yang dihasilkan dari suap dan kecurangan.
Tags
Opini