Oleh : Maulli Azzura
Peringatan Bom Bali, Kepala BNPT Sebut Terorisme di Indonesia Kini Ubah Pola ke Gerakan Bawah Tanah Sistematis. Potensi serangan terorisme di Indonesia rupanya masih ada dan dibenarkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen. Pol. Rycko Amelza Dahniel. Hal ini disampaikan Kepala BNPT usai mengikuti peringatan tragedi kemanusiaan Bom Bali yang berlangsung di Ground Zero atau Tugu Peringatan Bom Bali I di Jalan Legian, Kelurahan Kuta, Kabupaten Badung, pada Kamis (12/10) malam.
Komjen Rycko menerangkan, indikasi perubahan serangan terorisme terlihat selama tahun 2018 hingga 2023, dimana para terorisme merubah serangan mereka yang awalnya menggunakan serangan terbuka kini menggunakan serangan gerakan bawah tanah secara sistematis. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, yang harus dilakukan adalah membangun
public awareness atau kesadaran publik tentang bahaya dari ideologi radikalisme tersebut. (TvOneNews.com 13/10/2023)
Radikalisme terorisme lagi-lagi disebut sebagai akar dari segala permasalahan. Bahkan Kepala BNPT Komjen Rycko Amelza Dahniel menyebut potensi terorisme tersebar melalui konten-konten di media sosial. Lalu bagaimana dengan konten-konten yang mengandung pemikiran-pemikiran barat seperti hedonisme, liberalisme, sekulerisme, pornografi, pornoaksi dan produk-produk budaya barat lainya?.
Lalu apakah yang sebenarnya dilontarkan pemerintah terkait radikalisme ini?. Apakah pemerintah juga lebih rela jika para generasi menjadi hedonis, sekuleris yang jelas nyata merusak bangsa?.
Maka dari sini seharusnya dijelaskan dengan nyata bahwa yang dimaksudkan sebagai radikalisme itu yang seperti apa dan bagaimana?. Bahkan definisi radikalisme/terorisme sendiri terkesan samar dan bisa ditarik sesuai tujuan dan kepentingan penguasa. Sedang bukti nyata yang digaungkan soal radikal adalah dia yang muslim dan islami, semisal pemuda good looking, taat aturan/ajaran Islam, ikut pengajian, aktif berdakwah, dan kritis terhadap kezaliman.
Contoh lain yang dimaksud radikalis adalah terduga teroris, barang bukti yang ditunjukkan kerap mengandung simbol Islam, seperti Al-Qur’an, buku jihad, bendera bertuliskan arab dan lainnya.
Lantas seperti KKB Papua yang tindakanya berkategori teror, karena mereka bukan Islam, pemerintah enggan menyebutnya sebagai teroris/radikalis?. Lalu muncul istilah masjid radikal, konten ceramah radikal, ustaz radikal, buku radikal, dan segala radikal lainnya. Artinya, BNPT sudah termakan narasi ciptaan Barat yang bertujuan melemahkan dan menciptakan keraguan pada umat Islam dengan berbagai narasi dan opini lewat program moderasi beragama.
Memang benar, didalam Islam tidak membenarkan perilaku teror dalam bentuk apapun. Jadi, tugas kita semua adalah melawan narasi Barat dengan terus menjelaskan propaganda jahat mereka yang menjadikan ke-Islaman sebagai hal yang di intimidasi dan tersembunyi di balik opini moderasi yang akan merusak pemahaman generasi. Generasi adalah corong perubahan yang seharusnya mengungkap dibalik bahayanya sekulerisme dan liberalisme dengan pemahaman Islam yang secara keseluruhan akan menciptakan pola pikir dan pola sikap sesuai dengan aturan dan hukum Allah.
Wallahu A'lam Bishowab