*Oleh : Arini
Kasus perceraian di Indonesia terbilang tinggi. Setidaknya ada 516 ribu pasangan yang bercerai setiap tahun. Di sisi lain, angka pernikahan justru mengalami penurunan. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof Dr Kamaruddin Amin menjelaskan, jumlah perceraian terbilang fantastis. Ada kenaikan angka perceraian di Indonesia, menjadi 516 ribu setiap tahun. Sementara, angka pernikahan semakin menurun, dari 2 juta menjadi 1,8 juta peristiwa nikah setiap tahun," kata dia dalam agenda Rakornas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Kamaruddin mengatakan, tingginya angka perceraian membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk dari lembaga filantropi, seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). "Kalau ada 516 ribu pasang yang bercerai setiap tahun, itu artinya kita melahirkan jutaan anak-anak yatim setiap tahun. Republika.co.id, kamis (21/9/2023).
Kasus perceraian yang dilatarbelakangi dengan alasan ekonomi sebanyak 113.343 kasus. Sebanyak 42.387 kasus perceraian terjadi karena ada salah satu pihak yang meninggalkan.
Adapun faktor penyebab utama perceraian yang terjadi pada tahun ke tahun ialah perselisihan dan pertengkaran. Jumlahnya sebanyak 284.169 kasus atau setara dengan 63,41% dari total faktor penyebab kasus perceraian yang semakin tinggi di Indonesia. Sedangkan Kasus perceraian lainnya dilatarbelakangi alasan permasalahan ekonomi, salah satu pihak meninggalkan, poligami, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Karena alasan keseharian seseorang dihabiskan dengan pekerjaan kantor tetapi tidak sempat menambah ilmu bagaimana membuat keluarga menjadi lebih Sakinah, mawaddah, warahmah. Memang wanita sebagai istri dituntut untuk setia dengan pasangan. Tetapi suami juga dituntut untuk membawa keluarganya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Minimnya pemahaman Islam di tengah-tengah masyarakat menyebabkan rapuhnya ketahanan individu dan keluarga dari berbagai persoalan kehidupan. Sistem kapitalisme juga menyuburkan sifat individualis yang turut mengikis budaya amar makruf nahi mungkar. Dalam sistem ini, negara hanya menjadi pengurus dan penjaga kepentingan asing dan pengusaha, sibuk mengobral dagangan kekayaan alam negara pada korporasi nasional maupun internasional. Sudah saatnya publik menyadari, sistem kapitalisme inilah penyebab rapuhnya ketahanan keluarga. Perceraian seolah menjadi solusi satu-satunya masalah rumah tangga. Faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, atau banyaknya perselingkuhan, terjadi akibat penerapan sistem ini.
Islam sebagai Benteng Keluarga
Penerapan sistem selain sistem Islam telah membawa dampak buruk dan berbahaya bagi manusia. Minuman keras bebas diperjualbelikan, zina menjadi hal yang biasa dilakukan, riba dianggap solusi masalah ekonomi, perjudian dan pembunuhan pun kian meningkat. Sedangkan Islam, dengan seperangkat hukumnya yang mengatur hubungan dan kehidupan suami istri, telah menjadikan keluarga sebagai benteng yang kokoh. Oleh karena itu, Islam begitu detail memerinci aturan hubungan suami-istri. Mulai dari hukum-hukum Islam dalam rumah tangga, hingga menjelaskan besarnya pahala suami yang sabar terhadap kelalaian istrinya. Islam mendorong perempuan menunaikan hak-hak suaminya, yang mana ada pahala besar yang akan didapatkannya yaitu surga. Demikian juga, lelaki akan dipahamkan terkait tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Hal inilah yang menjadi penghalang kuat bagi suami menggunakan rukhsah (kemudahan, ed.) dalam hal talak (cerai).
Rasul saw. bersabda, “Allah Swt. tidak menghalalkan sesuatu yang lebih dia benci dari pada talak.” (HR Abu Daud, al-Baihaqi, al-Hakim)
Maka, jika Islam diterapkan dalam kehidupan suami istri, mahligai rumah tangga akan terjaga. Hanya saja, menjadi pertanyaan bagi kita, apakah penguasa dan sistem saat ini mau menerapkan Islam kafah? Yang ada, rakyat didorong menjaga keutuhan keluarganya sendiri, keluarga jauh dari kata sejahtera, rusaknya pergaulan pun tak menjadi permasalahan yang harus diatasi.
Sebelum sampai kata cerai, Islam memiliki langkah-langkah praktis menyelesaikannya. Pertama, bersabar atas setiap perkara yang tidak disukai dari pasangan. Allah Swt. berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa [4]: 19)
Kedua, Islam memerintahkan para suami untuk menggunakan berbagai sarana yang bisa mengurangi sikap keras istrinya karena pembangkangan (nusyuz) mereka. Allah Swt. berfirman, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.” (QS An-Nisa [4]: 34) Islam memerintahkan para suami menempuh segala langkah agar menghindarkan keduanya dari perceraian. Jika para punggawa sibuk mengarahkan solusi atasi perceraian lewat konseling pranikah, meng-upgrade para penghulu pernikahan atau lewat berbagai ceramah para ustaz, hal itu tidak akan berdampak besar ketika sistemnya masih mempersulit ekonomi masyarakat dan menjauhkan kehidupan rakyat dari syariat-Nya.
Bagaimana mungkin sakinah tercipta dalam keluarga jika peran suami sebagai dan nafkah tidak terpenuhi secara optimal? Konflik pun tak terelakkan. Di sinilah hadir peran negara menyolusi permasalahan rakyatnya dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi para suami, sebagaimana dilakukan Khilafah.
Dengan aturan Islam, peran istri juga bisa berjalan optimal dalam rumah tangga, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Tidak seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme, kaum ibu dicuci otaknya oleh ide-ide pejuang kesetaraan gender. Mereka menyerukan para istri dan ibu untuk hidup bebas dan mandiri tanpa belenggu segala kewajiban dalam rumah tangga. Perempuan dianggap berdaya jika menghasilkan materi, bukan sibuk berkutat dalam ranah keluarga mendidik generasi. Khilafah akan berupaya menjaga keluarga dari berbagai ide-ide menyesatkan yang tak sesuai ajaran Islam. Sehingga, kita akan menyaksikan keharmonisan dalam rumah tangga kaum muslimin. Adanya para suami yang bertanggung jawab, istri salihah yang membawa ketenangan bagi suami, ada surga dalam rumah tangga. Dengan demikian, dari keutuhan keluarga ini, akan lahir generasi tangguh dan bertakwa. Islam telah menetapkan syariat yang mengandung berbagai macam mutiara hikmah, pengarahan dan solusi bagi berbagai macam permasalahan dalam pernikahan, sehingga suami dan isteri bisa menikmati hidup bahagia bersama, dan masing-masing merasa tenang dan tenteram asal semua pihak mau merealisasikan ajaran Islam.
Wallahu A’lam Bisshowab.
Tags
Opini