Oleh: Tri S, S.Si
Narkoba kian menggila. Bagaimana tidak, tak hanya orang dewasa, remaja dan anak-anakpun menjadi pengguna narkoba. Disebutkan BNN sepanjang 2022-2023 ada 4,8 juta penduduk desa dan kota menjadi pemakai narkoba, dengan rentang usia 15-64 tahun. BNN pun menyebut, ada 49 jaringan narkotika internasional dan nasional yang bergerak menyasar semua wilayah di Indnesia. Gila, semua usia dan komunitas penduduk disasar oleh zat koplo satu ini. Kabar tentang over crowded Lapas Narkotika yang hampir 100%, tentu membuat kita tak heran. Lah wong narkobanya sudah keliling sampai ke pelosok negeri. Wajarlah kalau kemudian para napi narkoba berjubel di lapas.
Mengutip katadata.co.id, laporan Indonesia Drugs Report 2022 dari BNN menunjukkan, sedikitnya ada 13 lapas yang kelebihan kapasitas, alias para napi berjubel di dalamnya. DKI Jakarta yang memiliki napi narkotika sebanyak 1.893 orang, kapasitas lapas narkotikanya di Kelas IIA hanya 1.084 orang, artinya over crowded 175%. Lebih ngeri lagi Kelas IIA Sungguminasa Sulawesi Selatan, jumlah napi narkotika 1.122 orang, sedang kapasitas arkotikanya lapas hanya 360 orang, yang berarti over crowded hingga 312%. Duh, benar-benar penuh sesak. Kondisi over crowded Lapas Narkotika ini, menjadi bukti banyaknya pelaku penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
Anehnya, masalah over crowded Lapas Narkotika, kemudian disikapi dengan rekom kepada Presiden untuk memberikan grasi massal pada para napi narkoba. Rekom grasi massal napi narkoba yang diajukan oleh Tim Percepatan Reformasi Hukum ini, dengan alasan melihat adanya kriminalisasi secara berlebihan pada pengguna narkoba. Hingga dipersyaratkan grasi pada napi pengguna narkoba, adalah mereka yang bukan residvis, ataupun bukan pelaku tindak pidana lain. (mediaindonesia.com)
Masalah narkoba di Nusantara memang telah menggurita. Lantas, apakah dengan pemberian grasi massal, maka serta merta kasus narkoba finish? Padahal, kalaulah grasi massal dilakukan, maka hanya sebatas menyolusi kesesakan penghuni lapas. Namun bahaya penggunaan dan peredaran narkoba jelas tak bisa dihentikan. Fakta yang pernah diungkap oleh salah satu artis mantan napi narkoba, yang bercerita bahwa pembuatan dan peredaran narkoba bisa dijalankan dari dalam penjara menjadi screening keras. Kalau di dalam penjara saja mereka bisa memproduksi dan mengedarkan narkoba, bagaimana jika kemudian mereka ramai-ramai diberi grasi? Tidakkah hal tersebut makin membuat peluang peredaran benda haram ini makin tak terkendali? So, stay smart, jangan hanya berfikir pendek. Mari kita coba urai ujung masalah narkoba.
Orang tak serta merta tahu narkoba kecuali ada yang mengenalkan. Siapa? Tentunya mereka yang sudah mempunyai gaya hidup bebas, lepas dari agama dan iman. Mulanya kenal narkoba dari teman, iseng mencoba. Ketika terhimpit masalah, merasa teringankan beban saat mengonsumsi, jadilah dia pecandu. Kerusakan tubuh akibat dehidrasi hingga kejang, perilaku agresif hingga bisa melakukan tindak kriminal saat nge-fly, tak lagi dipedulikan. Belum lagi jika dia akhirnya menjadi pengedar. Cara mudah mendapat uang banyak, tentu menjadi iming-iming menggiurkan di tengah kemiskinan akut, akibat sulitnya mendapat pekerjaan dengan kebutuhan ekonomi yang terus melangit.
Kemiskinan, lemahnya iman dan rusaknya kepribadian menjadi pemicu utama jeratan narkoba. Ditambah tidak adanya efek jera dalam pemberian sanksi pada pengguna dan pengedar narkoba, makin membuat masalah narkoba membola. Di sisi lain, rekom pemberian grasi massal, makin menggambarkan betapa negara menganggap sepele peredaran narkoba di tengah rakyat. Berharap grasi massal bisa menyelesaikan masalah narkoba hanyalah sebuah joke tak berkelas.
Jika sistem sekuler saat ini tak bisa menghadirkan solusi tuntas narkoba, maka tak perlu risih bicara tentang jawaban Islam atas problem manusia, apapun itu. Why? Karena Islam diturunkan oleh Dia, Sang Pencipta manusia untuk menyelesaikan semua persoalannya. Kita bisa yakin pada dokter yang memberi resep sebagai jalan kesembuhan sakit kita, karena kita tahu dokter tersebut punya ilmu atas penyakit kita. Lantas bagaimana kita bisa tak yakin dengan hebatnya syariat Allah swt dalam menuntaskan problem manusia, sedang Dia Maha Tahu semua kehidupan ciptaanNya. Bicara narkotika dalam kacamata Isam, kita dapati sebuah dalil syar’i yang mengharamkan ganja (hasyis).
Dari Ummu Salamah ra, bahwa Nabi SAW telah melarang setiap zat yang memabukkan (muskir) dan zat yang melemahkan (muftir). (H.R. Abu Dawud no. 3686 dan Ahmad no. 26676). Haramnya narkoba selain karena melemahkan (muftir), juga karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. Sebagaimana kaidah fiqih al ashlu fi al madhaar at tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram. Inilah pendapat Syaikh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, juz IV.
Maka menjadi langkah awal bagi negara untuk melakukan penyadaran pada pengguna akan bahaya narkoba. Menjauhi narkoba karena dzatnya memang diharamkan oleh syariat. Bagaimana membuat masyarakat supaya terhindar dari narkoba? Tentunya dibutuhkan aksi negara untuk menyetop segala industri dan peredaran narkotika. Penggunaan dzat yang diharamkan dalam pengobatan medis pun, akan benar-benar dikawal untuk dikembangkan riset penggantinya. Tak cukup dengan menghentikan produksi dan sindikat jaringan narkoba, penguatan iman masyarakat dan juga mengentaskan kemiskinan adalah langkah selanjutnya.
Pendidikan sekolah dijalankan berbasis akidah Islam. Setiap rakyat dipenuhi kebutuhan pokoknya dengan sempurna. Terakhir ditegakkan sanksi yang memberikan efek jera. Adapun sanksi pengguna narkoba dalam Islam adalah ta’zir. Sanksi ini jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadhi, sesuai tingkat kesalahannya. Tentunya pengguna baru dan lama beda hukumannya. Beda pula dengan pengedar narkoba, ataupun pemilik pabrik narkoba. Bentuk ta’zir dapat berupa pemenjaraan, cambuk hingga tingkatan hukuman mati. (Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990). So, grasi massal napi narkoba, emang ga bahaya tah? Wallahu a’lam bishowab.