Oleh: Rahmawati Arjunaputri
Telah 95 tahun lamanya Hari Sumpah Pemuda diperingati bersama pada tanggal 28 Oktober 2023. Dilansir dari laman resminya, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada tahun ini mengusung tema “Bersama Majukan Indonesia” sebagai konsep yang ingin melambangkan semangat pemuda Indonesia dalam berlomba-lomba merealisasikan harapan bangsa.
Hari Sumpah Pemuda hadir untuk memperingati perjuangan dan persatuan para pemuda Indonesia dalam mencetus sebuah pergerakan kala itu. Keadaan bangsa saat ini yang dilanda berbagai persoalan memang membutuhkan pemudanya untuk turut berkontribusi sebagai agen perubahan. Tak hanya itu, pemuda saat ini juga didukung untuk melanjutkan perjuangan para pemuda terdahulu. Namun, realita pemuda saat ini fokusnya telah terbagi dengan berbagai persoalannya masing-masing.
Problematika Pemuda
Masa muda merupakan masa emas bagi sosok pemuda dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Didukung dengan fisik yang mumpuni, kemampuan berkreativitas yang tinggi, dan kemampuan berpikir kritis menjadi faktor-faktor utama pemuda dalam menyongsong peradaban yang gemilang. Namun, sangat disayangkan bahwa saat ini pemuda dijajah dengan problematika seperti pergaulan bebas, narkoba, perundungan, pelecehan seksual, dan lain-lain.
Berdasarkan data yang dicatat oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), terdapat beberapa rentang usia pemuda beserta frekuensinya sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Pada rentang usia 14 hingga 15 tahun, ditemukan sebanyak 20 persen pemuda telah melakukan hubungan haram tersebut. Kemudian, usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Lalu, pada rentang usia 19 hingga 20 tahun sebanyak 20 persen (Palopos.co.id 27/10/2023). Penjabaran salah satu fakta tersebut menjadi bukti bahwa potensi pemuda saat ini digerus oleh hal yang bersifat negatif atau sia-sia dan berujung menabung dosa daripada hal yang membawa kebermanfaatan.
Faktor-faktor Tergerusnya Potensi Pemuda
Ketika menggali faktor-faktor munculnya sebuah perilaku yang terjadi pada pemuda, pastinya tidak akan lepas dari bagaimana pemuda tersebut memandang kehidupan. Alamiahnya, manusia akan melalui yang namanya proses berpikir untuk menentukan apakah hal tersebut dapat diterima akal atau tidak. Berasal dari mana manusia diciptakan, apa tujuan hidup manusia di bumi ini, dan akan kemana setelah ia meninggal merupakan persoalan kehidupan yang seharusnya menjadi sebuah refleksi semasa hidup. Pemikiran yang lahir dari proses berpikir tadi akan menjadi sebuah pemahaman dasar yang kemudian dijadikan tuntunan dalam berperilaku sehari-hari.
Begitu juga halnya dengan problematika pemuda saat ini. Sebab perbuatan yang dilakukan oleh pemuda dapat diketahui bersama dari cara berpikir mereka. Faktor yang telah dijabarkan di atas hanya merupakan faktor internal, faktor yang berasal dari dalam diri pemuda tersebut. Tahukah, Sobat, jika ternyata terdapat pula faktor eksternal yang tak kalah penting dimana lingkungan turut berpengaruh terhadap pembentukan moral pemuda? Jadi, walaupun faktor internalnya sudah terbentengi, hal itu masih belum cukup untuk memerangi faktor lain yang datangnya dari luar.
Diterapkannya aturan atau sistem sekulerisme yang masuk dari barat saat ini menyebabkan pemuda dengan mudah memisahkan agama dari kehidupannya. Sistem sekulerisme tersebut merasuk melalui sektor pendidikan, ekonomi, politik, kesehatan, dan lain sebagainya. Pemisahan agama dari kehidupan ini bermakna bahwa dalam menjalankan setiap aktivitasnya, pemuda tidak menyandarkan dasar perbuatannya pada nilai-nilai Islam. Akibatnya, pemuda bertindak dengan sesuka hati, mengandalkan hawa nafsunya saja. Selain itu, sikap individualisme yang timbul akibat sistem sekuler membuat pemudanya hanya berfokus pada persoalannya sendiri dibandingkan mengurusi persoalan yang lain. Hal-hal tersebut tentunya berdampak pada peran pemuda sebagai agen perubahan dalam mengoptimalkan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan peradaban bangsa yang gemilang.
Kegigihan Pemuda dalam Kacamata Islam
Membahas tentang peran pemuda saat ini, rasanya tak lengkap jika belum membahas sejarah tentang pemuda-pemuda hebat Islam terdahulu. Nama Muhammad Al-Fatih rasanya sudah tak asing lagi di telinga umat Islam karena kegigihannya dalam menundukkan Konstantinopel di usia beliau yang masih tergolong muda yaitu 21 tahun. Bahkan, menurut sumber (Orami 27/10/2023), sejak umur 12 tahun Muhammad Al-Fatih sudah bertekad untuk menaklukkan Konstantinopel. Beliau pun juga memiliki ilmu yang mumpuni di berbagai bidang, salah satunya yang terkenal adalah pada usia yang sama ketika penaklukkan Konstantinopel, beliau mampu menguasai sebanyak enam bahasa sekaligus, yaitu bahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani. Masya Allah sekali bukan?
Selain itu, adapula sosok yang tak kalah hebatnya dari Muhammad Al-Fatih yaitu Salahuddin Al Ayyubi. Beliau dihormati sebagai sosok yang tegas nan bijaksana dalam sejarah Perang Salib baik dari umat Islam maupun umat Kristen. Masa muda Salahuddin Al Ayyubi selalu digunakan untuk menimba ilmu dimanapun dan kapanpun beliau berada. Disebutkan dalam suatu sumber, pada usia 14 tahun, beliau merantau ke Damaskus yang berada di Suriah untuk mempelajari ilmu teologi. Kemudian, beliau juga mempelajari ilmu fiqih dan hadits sehingga terbentuklah menjadi seorang ahli fiqih yang hebat.
Kedua tokoh hebat Islam tersebut, baik Muhammad Al Fatih maupun Salahuddin Al Ayyubi, dapat mencapai titik emas seperti yang telah dijabarkan di atas karena beliau itu tidak menanamkan pola pikir sekulerisme, melainkan pola pikir Islam secara keseluruhan dalam segala aspek kehidupannya.
Tokoh-tokoh tersebut tidak hanya menerapkan sistem Islam pada saat-saat kritis ataupun sebaliknya, tetapi juga menerapkannya mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Tak ada satupun sistem Islam yang dipakai secara prasmanan atau pilih-pilih. Antara penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan dengan penerapan sistem sekulerisme tentunya berpengaruh besar terhadap hasil didikan pemuda atau masyarakat di dalamnya.
Mengapa bisa terjadi demikian? Karena sistem itu mengatur semua pola pikir (input) yang nantinya berkaitan erat dengan pola sikap (output) yang dilakukan oleh masing-masing individu.
Berdasarkan kisah singkat di atas, tentunya kedua pemuda Islam tersebut tidak lepas dari landasan hidup yang kuat sehingga baik Muhammad Al-Fatih maupun Salahuddin Al Ayyubi dapat melakukan perjuangan yang tidak ecek-ecek. Sobat, dapat kita renungi bersama bahwa di balik sosok-sosok hebat tersebut, terdapat dukungan keluarga dan lingkungan yang turut mewarnai aksi perjuangannya.
Hikmah yang dapat diambil dari perbandingan pemuda zaman sekarang dengan pemuda terdahulu adalah penguatan keimanan dengan memahami dan meyakini secara dalam sampai ke akar-akarnya konsep tiga pertanyaan mendasar di atas. Selain itu, harus ada penerapan nilai-nilai Islam secara keseluruhan dalam hidup pemuda tanpa memisahkan agama dari kehidupan sehingga ketika ingin berbuat sesuatu terdapat dasar yang kuat sebagai tuntunannya.
Tags
Opini