Miris, Tidak Ada Jaminan Keamanan bagi Perempuan Hari Ini




Oleh: Riza Maries Rachmawati


Masyarakat dibuat geleng-geleng kepala oleh kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak salah satu anggota praksi PKB di DPR RI dari Dapil Nusatenggara Timur GRT (31) yang dengan keji menganiaya kekasihnya DSA (28) hingga korban kehilangan nyawa. Penganiayaan tersebut terjadi di tempat karoke Blckhole KTV Surabaya pada selasa, 4 Oktober 2023 malam. Korban DSA yang merupakan kekasih dari GRT dipukul kepalanya dengan botol dan diseret dengan mobil hingga sempat terlindas. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan perilaku tersebut merupakan bentuk femisida. Femisida merupakan pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara sengaja karena jenis kelamin atau gendernya. Pembunuhan tersebut bisa didorong oleh rasa cemburu, memiliki superioritas, dominasi dan kepuasaan sadistik terhadap perempuan. Komnas perempuan juga mengkategorian femisida sebagai sadisme, baik dari motif pembunuhannya, pola-pola pembunuhannya maupun berbagai dampak terhadap keluarga korban. (tirto.id, 11-10-2023)

Selama berada dalam sistem sekularisme kapitalisme nasib perempuan akan selalu mengenaskan. Pasalnya sistem sekulerisme kapitalisme membuat manusia berfikir dan bertingkah laku semaunya. Aturan-aturan agama tidak lagi dijadikan sebagai standar dalam berfikir muaupun bersikap. Manusia merasa bebas menjalin hubungan yang diharamkan dan tanpa mengenal pahala dan dosa manusia bisa menganiaya manusia lainnya demi melampiaskan kemarahan, kecemburuan, dominasi, dan sejenisnya. Wajarlah jika kehidupan manusia saat ini terus menerus dihadapkan pada masalah-masalah kekejian yang menjadi-jadi.

Kondisi tersebut diperparah dengan tidak ada jaminan keamanan yang diberikan negara kapitalisme. Negara kapitalisme memandang masalah bukan dari akarnya, akhinya negara hanya mencukupkan diri sebagai regulator. Salah satunya seperti pengklasifikasian pembunuhan perempuan sebagai femisida. Cara ini bukanlah solusi karena tidak menyentuh akar masalah sama sekali. Akar masalah kekerasan perempuan adalah dicampakannya aturan-aturan syariat yang mengatur perempuan. Islam sebagai sebuah idelogi memiliki mekanisme yang khas dan benar dalam mengatur perempuan.

Pertama, Islam mensyariat untuk memuliakan dan menghormati perempuan. Dalam Islam perempuan tidak dianggap sebagai kasta rendahan sebagaimana mindset saat ini yang mengakibatkan kelompok feminis menuntut kesetaraan gender. Islam justru memandang perempuan laksana permata, dia berharga lagi mulia. Kehormatan yang mereka miliki wajib dijaga dengan sepenuh hati. Sebagai manusia perempuan tidak ada bedanya dengan laki-laki, mereka akan sama-sama mulia ketika menjalankan perintah Allah dan mereka akan tercela ketika melanggar perintah Allah. Dengan demikian Islam tidak mengenal konsep seorang laki-laki lebih tinggi kedudukannya bisa bertindak superior terhadap perempuan atau mengklaim memiliki derajat lebih tinggi daripada perempuan. Konsep ini akan mencegah tindak sewenang-wenang kepada perempuan oleh kaum laki-laki. Allah SWT berfirman: “Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.” (QS. An-Nisa: 124).

Hanya saja Allah telah menetapkan fisik perempuan dan laki-laki berbeda, karena itu ada perbedaan peran, hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Seperti perbedaan hak waris, kewajiban penafkahan, mahar, poligami, waris, tata cara menutup aurat, tugas mendidik anak, dan sejenisnya. Perbedaan-perbedaan ini bukanlah bentuk kesenjangan gender namun wujud harmonisasi dan sinergi antara laki-laki dan perempuan dalam memainkan peran masing-masing sesuai fitrah yang Allah tetapkan sesuai fitrah yang Allah tetapkan.

Kedua, menerapkan hukum syariat di wilayah domestik maupun publik. Islam menetapkan ada dua kehidupan bagi perempuan yaitu kehidupan khusus di dalam rumah dan kehidupan umum di luar rumah. Kehidupan khusus adalah mereka tinggal bersama komunitas sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi mahram mereka. Laki-laki asing tidak diperbolehkan masuk ke dalamnya kecuali dengan seizin perempuan tersebut. Sedangkan kehidupan umum adalah ruang publik, dimana siapapun boleh ada dalam kehidupan ini dan tidak perlu perizinan. Dalam kehidupan umum ini, harus diterapkan sistem pergaulan Islam agar kehormatan dan kemuliaan laki-laki dan perempuan saling terjaga.

Pengaturan syariat dalam kehidupan publik yaitu kewajiban menutup aurat dan pakaian yang syar’i (jilbab dan kerudung), kewajiban menjaga kemaluan bagi laki-laki dan perempuan, larangan khalwat, tabaruj, dan ikhtilat, safar perempuan harus dengan mahramnya, istri keluar rumah harus seizin suaminya. Kebolehan interaksi laki-laki dan perempuan hanya dalam perkaran muamalah yang dibenarkan syariat Islam, maupun larangan berzina.

Ketiga, Islam memerintahakan agar negara menjadi institusi pengurus yang menjaga kehormatan dn kesucian warga negaranya. Negara akan menutup rapat pintu-pintu yang memicu naluri seksualitas, seperti konten-konten porno atau tayangan yang membangkitkan hawa nafsu. Dan untuk memberi ketegasan, Islam memerintahkan negara menerapkan sistem sanksi Islam kepada pelaku pelanggaran. Seperti jika ada yang terbukti melakukan penganiayaan sampai pembunuhan maka pelaku bisa dijerat dengan sanksi qishas. Jika terbukti berzina, wajib dikenakan sanksi hudud yakni dicambuk 100 kali bagi pezina yang belum menikah (ghairu muhsan) dan dirajam sampai mati bagi pezina yang sudah menikah (muhsan). Apabila terbukti terdapat pasangan yang berpacaran, namun belum sampai berzina mereka bisa dikenakan sanksi ta’zir yang hukumannya ditentukan oleh qadhi. Begitu pula jika ada pelaku homo, lesbi, dan penyimpangan lainnya mereka akan diberikan sanksi sesuai dengan kejahatannya. Penerapan sistem sanksi akan menimbulkan efek jawabir dan efek zawajir. Jawabir sebagai penebus dosa pelaku dan memberi efek jera, sedangkan zawajir sebagai pencegah tindakan serupa di tengah masyarakat.

Seperti inilah Islam menyelesaikan kasus kekerasan pada perempuan. Semua mekanisme pengaturan perempuan ini hanya bisa dilaksankan dalam institusi negara yakni Daulah Khilafah. Selama manusia tidak mengikuti aturan Allah dan lebih memilih hukum yang dibuat sendiri, maka sampai kapan pun masalah kekerasan perempuan tidak pernah selesai.

Wallahu’alam bi shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak