Oleh : Ummu Hadyan
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan telah terjadi 499 kejadian karhutla yang terlapor hingga Agustus 2023. Jumlah itu cukup tinggi apabila dibandingkan tiga tahun sebelumnya, mengingat baru mencakup data selama delapan bulan. Padahal, fase El Nino tahun ini masih tergolong lemah hingga moderat. BNPB, kata dia, justru khawatir situasi karhutla akan memburuk pada 2024 ketika fase El Nino menguat.
Sejauh ini, KLHK mencatat sebanyak 90.405 hektare lahan telah terbakar sepanjang 2023. Namun jumlahnya masih berpotensi meluas mengingat dampak kekeringan El Nino diprediksi masih akan berlangsung hingga Oktober 2023.
Menurut KLHK, terdapat 10 provinsi paling rawan kebakaran hutan dan lahan yakni Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua. Menteri Siti Nurbaya mengatakan sebanyak 2.608 titik api telah terdeteksi di provinsi-provinsi tersebut hingga September.
Namun dia juga menuturkan bahwa pemerintah "turut mewaspadai" situasi di Pulau Jawa. Dalam sepekan terakhir, lahan di sejumlah gunung di Pulau Jawa terbakar. Di antaranya di Gunung Bromo, Gunung Arjuno, Gunung Sumbing, Gunung Welirang, Gunung Gede, Gunung Lawu, dan Gunung Andong.
90% peristiwa karhutla di Indonesia "disebabkan oleh ulah manusia", sedangkan kondisi panas yang dipengaruhi El Nino "hanya katalis yang mempercepat kebakaran", kata Abdul Muhari dari BNPB. Senada, manajer kampanye hutan Walhi, Uli Arta Siagian mengatakan fenomena El Nino hanya "pemantik" dan prediksi akan situasi ini semestinya bisa dimitigasi oleh pemerintah untuk mencegah karhutla.
Namun Walhi justru mendeteksi 12.468 titik api pada tahun ini --berbeda dengan data KLHK--, di mana hampir 50% di antaranya terjadi di wilayah konsesi perusahaan. Dari pemantauan itu pun, Uli mengatakan masih ditemukan kasus-kasus kebakaran hutan di titik yang sama dengan sebelumnya. "Di Kalimantan Tengah, Sumatra Selatan, Jambi, kami melihat terjadi titik api terjadi di wilayah yang 2015 dan 2019 itu terjadi kebakaran juga. Artinya dia berulang, bukan hanya waktunya, tapi juga lokasinya, di tempat konsensi-konsensi yang sebelumnya juga terjadi," kata Uli.
Menurut Uli, kasus kebakaran hutan semestinya tidak terulang apabila pemerintah menindak tegas pelakunya dan mengevaluasi izin konsesi yang dimiliki. (bbc.com 8/09/2023)
Penyebab Karhutla Bukan Hanya Teknis Tapi Sistemik
Melihat dampak karhutla yang begitu luas dan merugikan masyarakat, pemerintah seharusnya melakukan evaluasi terhadap upaya penanganan yang selama ini telah berjalan. Sebab kasus karhutla yang berulang menunjukkan minimnya penanganan yang dilakukan pemerintah. Permasalahan karhutla sejatinya bukan persoalan teknis semata tetapi persoalan sistemik. Pasalnya upaya yang sudah dilakukan pemerintah nyatanya belum berhasil mencegah terjadinya karhutla hingga saat ini.
Sementara pada saat yang sama pembukaan lahan gambut termasuk deforestasi untuk kepentingan bisnis masih terus berjalan. Undang undang yang berlaku pun membolehkan pembukaan lahan dengan cara membakar hutan dan dengan beberapa ketentuan. Alhasil kebakaran hutan terus mendegradasi lahan meski upaya restorasi terus dilakukan pemerintah.
Izin konsesi kawasan hutan yang telah diberikan kepada korporasi telah menyebabkan persoalan karhutla terjadi. Pemberian konsensi ini adalah konssekuensi dari penerapan sistem Kapitalisme dinegeri ini. Dengan kata lain negara melegalkan pemberian hingga pengelolaan sumber daya alam termasuk hutan kepada swasta.
Selain itu sistem Kapitalisme juga melahirkan pemerintah yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pemerintah dibatasi peran nya sebagai regulator dan fasilitator yaitu pembuat regulasi atau undang undang. Padahal merekalah yang seharusnya menjadi penanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyatanya termasuk menjauhkan mereka dari bahaya kebakaran hutan.
Oleh karena itu selama sistem pengelolaan hutam menggunankan konsep Kapitalisme yang mengedepankan keuntungan ekonomi semata dan setiap manusia diberi kebebasan untuk menguasai aset ekonomi tanpa batas, maka mustahil pengrusakan hutan bisa dihentikan.
Konsep Pengelolaan Hutan dalam Islam
Satu satunya solusi untuk menyelesaikan persoalan karhutla adalah dengan menerapkan konsep Islam kaffah didalam naungan Khilafah. Sebab Khilafah memiliki landasan kehidupan Islam yang berasal dari Al Khaliq dzat yang sangat memahami manusia dan alam semesta. Dalam menjalankan pemerintahan Khilafah hanya menggunakan syariat Islam. Konsep dan kebijakan kebijakan yang diambil sangat bertolak belakang dengan Kapitalisme neoliberal hari ini.
Dalam Islam tidak ada kebebasan yang bersifat mutlak, akan tetapi seluruh manusia wajib terikat pada seluruh aturan syariat. Oleh karena itu pemanfaatan berbagai harta kepemilikan yang ada harus mengikuti status kepemilikannya. Dalam Islam hutan adalah milik umum dan tidak diperbolehkan memberikan izin pengeloaan kepada swasta. Hutan boleh dimanfaatkan secara langsung dan bersama sama oleh seluruh masyarakat. Namun apabila dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan atau konflik ditengah masyarakat maka pengelolaan ini wajib diambil alih oleh negara.
Hanya saja pengelolaan yang dilakukan oleh negara bukan dengan tujuan bisnis akan tetapi hasil pengelolaan nya wajib dikembalikan kepada rakyat baik secara langsung ataupun dalam bentuk fasilitas publik. Agar pengelolaan ini bisa berjalan dengan benar dan memberikan manfaat yang besar pada rakyat, maka negara yang mengelolanya pun adalah negara yang menggunakan paradigma Islam dimana Islam telah menetapkan bahwa negara berfungsi sebagai Ra'in (pengurus) dan Junnah (pelindung).
Oleh karena itu pengaturan dan pengelolaan yang dilakukan oleh negara sampai kebijakan kebijakan teknis yang dikeluarkan nya semata mata untuk mengurusi kehidupan rakyatnya dan menjamin kebutuhan pokok rakyatnya bukan untuk mengambil keuntungan.
Dalam mengelola dan memanfaatkan hutan, Khilafah juga wajib memperhatikan keamanan dan kemudharatan yang ditimbulkannya, sebab Rasulullah SAW : "Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain" (HR. Al Baihaqi)
Sebagaimana dipahami bahwa hutan memiliki banyak fungsi ekologis. Untuk itu Khilafah akan mengkaji jika pemanfaatan hutan disebuah wilayah akan menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat maka Islam diperbolehkan untuk menetapkan nya sebagai kawasan Hima dalam rangka konservasi. Kawasan Hima ini pun secara otomatis tidak boleh dieksplorasi untuk memberikan kemanfaatan yang lebih luas dalam jangka panjang bagi kehidupan masyarakat. Dengan model pengelolaan hutan sesuai tuntunan Islam inilah terjadinya karhutla dapat dicegah agar tidak terulang kembali.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini