Mampukah Moderasi Beragama Menyelesaikan Persoalan Bangsa?




Oleh: Bunda Hanif 

Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum lama ini menunjuk Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai ketua pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama. Penunjukan tersebut dilakukan melalui Peraturan Presiden No 58 Tahun 2023. Sekretariat Bersama bertugas mengkoordinasikan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan penguatan moderasi beragama mulai tingkat kabupaten kota, pemerintah daerah provinsi hingga tingkat kementerian / lembaga. (Tirto.id, 30/9/2023)

Sebagai ketua , Yaqut diminta melaporkan pelaksanaan moderasi beragama paling tidak setahun sekali. Hal ini tertuang dalam Perpres Pasal 12 dan 13 yang ditandatangani pada 25 September 2023. 

Moderasi beragama dimaksudkan untuk menekankan cara pandang dan praktik beragama secara moderat untuk memantapkan persaudaraan dan kebersamaan umat beragama. Poin yang tak kalah penting adalah penguatan kerukunan beragama, penyelarasan relasi cara beragama dan berbudaya. Penguatan kualitas pelayanan hidup bersama serta pengembangan ekonomi umat dan sumberdaya keagamaan. 

Menag Yaqut tidak sendiri dalam menjalankan tugasnya, beliau dibantu oleh sejumlah Menteri yang tergabung dalam pelaksanaan Sekretariat Bersama Modernisasi Beragama diantaranya Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menkominfo, Menkumham, Menteri Bappenas dan Menpora, Mendikbudristekdikti, MenpanRB, Menparekraf, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteeri Ketenagakerjaan, MenkopUMKM dan Jaksa Agung. 

Selain menteri-menteri yang telah disebutkan di atas, adapula tim pengarah yang terdiri dari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Perekonomian dan Menko Investasi. 

Sebelumnya, Jokowi sering mengampanyekan moderasi beragama dalam berbagai kesempatan. Pemuka agama didorong untuk mengajak umat beragama beragama secara moderat agar tercipta kerukunan dan bangs aini menjadi bangsa yang bersatu (CNN Indonesia.com, 29/9/2023)

Moderasi beragama sebenarnya sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) 2020-2024. Moderasi beragama juga menjadi amanah khusus Presiden Jokowi yang diberikan kepada Menteri Agama. Alhasil, Kementerian Agama menggencarkan program ini sekaligus menjadikannya salah satu prioritas Kemenag 2021, (Situs Kemenag, 1/5/2021).

Pelaksanaan moderasi beragama yang terus digaungkan ke tengah-tengah masyarakat tidak berjalan lancar sebagaimana yang diharapkan. Pluralisme dan sekulerisasi yang dibawa oleh mederasi beragama ditentang oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. Sehingga akhirnya dikeluarkanlah Perpres 58/2023. Boleh jadi Perpres ini akan mencegah umat untuk menggunakan agama dalam politik  dan menjauhkan politik dari praktik keagamaan, alias sekulerisasi. 

Sebagai muslim kita harus hati-hati dalam mencermati ide moderasi beragama. Kita diharuskan untuk meninggalkan komitmen beragama yakni keterikatan kita kepada hukum-hukum Allah dan menggantinya dengan hukum-hukum yang dibuat penguasa. Ukuran toleransi diukur dengan tingginya sikap menghargai perbedaan yang diarahkan pada pluralisme, yakni membenarkan semua agama.

Padahal sebagai muslim, kita wajib terikat dengan hukum-hukum Islam dan menjadikan agama sebagai standar dalam pemikiran dan perbuatan. Kita tidak boleh taat terhadap hukum-hukum buatan manusia yang menyalahi hukum agama. Agama dan kehidupan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Alhasil, sebagai muslim, tidak akan bisa menjadi seorang sekuler, begitupun sebaliknya. 

Namun, moderasi beragama yang terus digaungkan, meniscayakan umat Islam menjadi sekuler. Agama yang dipahami dan dijalankan adalah yang sesuai dengan cara yang ditetapkan oleh penguasa, bukan dengan cara yang ditetapkan agamanya. Karena pada hakikatnya ide moderasi ini adalah sekulerisasi Islam. Kaum moderat, hanya menerima pemikiran dan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan akidah, ibadah, akhlak dan sebagian muamalah. Adapun yang berkaitan dengan sistem pemerintahan, jihad, sistem sanksi dan peradilan, juga sistem ekonomi mereka tolak. Padahal Allah telah memerintahkan umat Islam untuk beragama secara kaffah. Sesuai firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah: 208)

Persoalan bangsa yang semakin kompleks, termasuk persoalan kerukunan beragama, bukan dengan menjadikan moderasi beragama sebagai solusinya. Bagaimanapun, ide moderasi beragama ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap hukum-hukum Islam. Islam bagaikan dikebiri, tidak dijadikan solusi bagi setiap problem kehidupan manusia. Umat Islam yang jumlahnya semakin banyak, layaknya seperti buih yang ada di lautan, tidak memiliki kekuatan apapun, terapung dan mengikuti arus Barat. Umat menjadi lemah, mudah dikendalikan, kekayaannya dijarah dan potensinya dimatikan. 

Sebagai umat Islam, sudah selayaknya kita menjalankan aturan Islam secara kaffah. Tidak ada aturan yang lebih baik selain aturan yang dibuat oleh zat yang Maha Sempurna. Umat ini butuh kepemimpinan yang mampu mengemban tanggung jawab dalam penerapan Islam secara kaffah di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah, semua proplem umat dapat terselesaikan, 

Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak