Oleh : Kai Zhen
Korupsi Jembatan Merah
Polda Jateng akan menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan merah Purbalingga.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagyo mengatakan, saat ini akan dilakukan gelar perkara.
Pada kasus itu akan ada tersangka baru pembangunan jembatan merah yang menghubungkan Desa Tegalpingen, Kecamatan Pangadegan dan Desa Pepedan Kecamatan, Karangmoncol Kabupaten Purbalingga.
"Salah satunya (tersangka) pensiunan ASN," tuturnya kepada TribunBanyumas.com, Senin (9/10/2023). (tribunnews.com/2023/07/18)
Lord Acton : power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely
Jembatan Merah menghubungkan Desa Tegalpingen Kecamatan Pangadegan dan Desa Pepedan Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga
Kasubdit Tipikor AKBP Gunawan melalui Kanit III Tipikor Ditereskrimsus Polda Jateng Kompol Slamet Riyadi mengatakan tersangka pembangunan Jembatan Merah berinisial DE. Dia merupakan seorang kontraktor PT Ghaitsa Zahira Shofa pelaksana proyek pembangunan jembatan itu. Menurutnya, DE ditetapkan tersangka setelah dilakukan pengecekan oleh BPKP. Hasil pengecekan jembatan mangkrak itu terdapat kerugian negara Rp 11.017.509.190 dari nilai kontrak DPUPR Kabupaten Purbalingga tahun anggaran 2017 mencapai RP 28.864.301.000.
Puluhan saksi telah diperiksa, sehingga kini ada tambahan tersangka baru yang merupakan pensiunan PNS. Berkembangnya budaya korupsi yang seperti jamur di musim hijan menunjukkan bahwa keseriusan pemberantasan korupsi di negeri ini seolah hanya sebatas formalitas. Sebab segala aturan telah diundangkan, namun disisi lain napikoruptor boleh terlibat politik praktis. Benar-benar keberadaaan lembaga pemantau korupsi hanya sebatas formalitas saja.
Sepanjang semester I tahun 2023, KPK telah menerima 2.707 laporan dugaan korupsi. Berdasarkan laporan yang dirilis Transparency International, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2022 sebesar 34 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara. Capaian ini turun dari tahun sebelumnya yang mencatat skor 38 di peringkat 96.
Keberadaan lembaga KPK yang diharapkan bisa menjadi akselerator pemberantasan korupsi, ternyata jauh panggang daripada api.. Lembaga ini dilemahkan, kewenangannya dikurangi, penyidiknya. Mirisnya justru pungutan liar turut hadir di lembaga ini melalui Rutan KPK pada periode Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022 sejumlah Rp 4 miliar.
Ketika Religiusitas dilerai dari Pengaturan Kehidupan Antar Manusia
Ketika mempelajari sejarah di bangku sekolah kita tentu pernah dihadapkan kisah adu argumentasi antara kaum agamawan dengan kaum nasionalis sebab itulah yang mendalangi hadirnya panitia delapan sebelum Indonesia dilahirkan. Kaum agamawan menghendaki adanya integrasi antara syari’at dengan sistem yang mengatur pergaulan antar rakyat Indonesia kelak. Yang pada akhirnya harus mengalah pada hilangnya poin pertama piagam Jakarta yang diganti dengan apa yang berlaku hari ini. Namun, perjuangan masih terus berlanjut melalui Partai Masyumi yang pada akhirnya juga harus kalah oleh eksistensi P*I. Akhirnya sampailah kita pada hari ini dimana religiusitas hanya sekedar dijadikan politik identitas menjelang pesta demokrasi dihelat.
Mahalnya biaya perhelatan sistem eleksi di negeri ini tentu saja menjadikan setiap orang yang hendak terlibat dalam politik praktis berlomba-lomba melobi pemilik modal agar berkenan membiayai kampanye dengan harapan setiap modal yang dikeluarkan dapat membeli elektabilitas. Sebab, perkawinan antara kekuasaan dengan kepemilikan modal adalah perpaduan yang sempurna untuk memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar meskipun di dalamnya tidak lepas dari merampas hak oranglain (korupsi).
Selain karena sistem yang berjalan saat ini berorientasi pada uang sebagai poros hidup, hal lain yang meloloskan korupsi untuk terus terjadi adalah karena semakin berjaraknya aturan agama dengan kehidupan sehari-hari. Standar seseorang dalam melakukan sesuatu bukan lagi diklasifikasikan berdasarkan wajib, Sunnah, mubah, makruh dan haram melainkan berdasarkan seberapa besar income yang akan diperoleh. Sehingga ini menyebabkan seseorang oknum yang telah memiliki kekuasaan tidak takut untuk mengambil hak oranglain karena konsep Tuhan Maha Melihat sudah kian jauh berjarak.
Regulasi untuk Perkara Korupsi dalam Islam
Kepemimpinan dalam naungan syariat Islam mensyaratkan ketakwaan individu sebagai prioritas pemilihan seorang pejabat. Ketakwaan individu ini diperoleh dari kurikulum pendidikan yang berbasis Aqidah. Sehingga selain memunculkan jiwa leadership sekaligus juga membentuk insan yang senantiasa berbuat berlandaskan pada iman dan taqwa. Korupsi dipandang sebagai keharaman dalam Islam. Allah Taala berfirman di dalam QS Ali Imran: 161: “Barang siapa berbuat ghulul, niscaya pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.”
Imam An-Nasafi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang disebut melakukan ghulul apabila mengambil sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Dengan demikian, segala bentuk pengambilan dan penyimpangan harta, seperti korupsi, suap, dan manipulasi adalah termasuk perbuatan ghulul.
Dalam sistem Islam, pelaku korupsi akan diberi sanksi jelas, tegas, tidak pandang bulu serta tidak bisa ditarik ulur berdasarkan jumlah suap (rasuah). Khilafah akan memberlakukan tiga hal pada pelaku korupsi, yaitu penyiaran di depan publik, pemiskinan dengan menyita harta hasil korupsi, dan sanksi takzir. Takzir ini ditentukan oleh khalifah atau yang mewakilinya, seperti wali dan Qadi; bisa berupa penjara, pengasingan, hingga hukuman mati.
Setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Bahkan Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”
Inilah ketegasan Islam dalam menegakkan hukum. Khalifah Umar bin Khaththab pernah memerintahkan untuk menyita keuntungan dari ternak unta putranya yang digembalakan di padang rumput milik negara. Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga menyita harta para pejabat yang diduga hasil ghulul.
Kepemimpinan yang dilaksanakan untuk mengharap ridho Allah dengan mengembalikan keadilan distandarkan dengan kesesuaian syari’at. Setiap pejabat mengedepankan takwa dalam tiap amanahnya dan bersikap tegas dalam memberikan hukuman yang tidak bisa ditawar dengan suap, tentu ini akan meminimalisir menjamurnya praktik korupsi. Wallahu A’lam Bish Showwab
Tags
Opini